Tak ada yang menduga bahwa bom akan kembali meledak di negeri ini, khususnya di Ibukota (kecuali yang merencanakannya). Itu terjadi hanya selang beberapa menit saja setelah Kapolri Da’i Bachtiar menyatakan dalam acara dengar pendapat bersama DPR, bahwa secara umum kondisi keamanan di negeri ini cukup kondusif. Eh, ndak tahunya ada yang nyundut bom dan meledak pula. Kecolongan lagi dah!
Kali ini, ledakan bom memakan korban nyawa manusia hingga 9 orang ratusan lainnya luka-luka. Polisi menduga bahwa bom ini sebagai aksi bunuh diri. Sebab beredar berita dari hasil penyelidikan sementara bahwa ada tiga orang yang sudah meminta ijin kepada keluarganya masing-masing untuk melakukan aksi bunuh diri. Itu terungkap dari keterangan beberapa tersangka yang kena jaring Satuan Khusus Detasemen 88 Antiteror jauh sebelum kejadian tersebut di wilayah Jateng dan Jatim. Jadinya ceritanya kayak? puzzle neh, nyambung-nyambungin dari fakta yang berserak hingga utuh jadi satu bentuk keputusan.
Menurut juru bicara Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Paiman, tiga orang itu bahkan telah mengirimkan surat kepada keluarga masing-masing untuk mengakhiri hidup dengan bom. “Mereka telah disumpah untuk melakukan pengeboman oleh tersangka Azahari dan Noor Din,� katanya kepada para wartawan di Jakarta (Koran Tempo, 11 September 2004)
Terlepas dari kontroversi apakah bom itu bersumber dari mobil boks (sesuai rekaman kamera CCTV—closed circuit television—yang dipasang di Kedubes Australia, Plasa Kuningan, dan Plasa 89), ataukah dari sepeda motor yang kebetulan melintas bareng dengan mobil boks, yang jelas bom itu sangat dahsyat. Selain merenggut 9 korban jiwa dan ratusan orang luka-luka, efek ledakan juga merusak gedung-gedung yang berada di sekitarnya. Mungkin perlu lebih dari satu kali bilang dahsyat (saingan ama Bang Meggy Z dong? Hehehe…)
Bom pula yang telah merenggut nyawa orang-orang yang tak bersalah dalam kasus itu. Tepatnya mereka jadi korban deh. Mungkin kalo suasananya sedang perang, bisa dimaklumi, sebab dalam perang justru kita menggunakan bom sebagai senjata untuk melawan musuh. Tapi kalo sekarang, bom untuk siapa? Nggak tahu pasti, yang jelas semua mimpi dan harapan para korban peledakan bom di depan Kedubes Australia itu sudah buyar berganti trauma. Bahkan bom ikut mendorong sebagian dari mereka menuju liang lahat. Menyedihkan memang. Lebih sedih dan kesal lagi, nggak jelas siapa pelakunya. Polisi kan baru menduga-duga, seperti kejadian sebelumnya.
Sobat muda muslim, sekarang peledakan bom udah jadi peristiwa biasa. Mungkin ketika ada ledakan bom pertama, kita masih dibuat heran. Tapi ledakan-ledakan bom berikutnya, seolah dinikmati. Artinya udah nggak gereget lagi meski kaget luar biasa. Kalo dulu kita barangkali bertanya kenapa bisa terjadi, jangan-jangan sekarang malah bertanya, kapan lagi ada ledakan bom? Waduh!
Tuduhan yang nggak kreatif
Sobat muda muslim, sampe sekarang kita emang bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang tega meledakkan senjata yang biasa digunakan dalam perang itu. Kasus-kasus peledakan bom di beberapa wilayah di negeri ini selalu tanpa berhasil menyeret pelaku utamanya. Tepatnya, pihak yang menjadi otak serangan-serangan tersebut. Aparat keamanan “cuma� bisa nangkepin para kurcacinya doang. Sementara bosnya tetep jadi the untouchable alias nggak bisa disentuh (ehm, kayak bandit Al Capone aja ya?)
Udah gitu, aparat keamanan seringnya kayak supir angkot yang ngejar setoran. Maka, terkesan asal cepet ada yang bisa dijadikan tertuduh. Mungkin karena beban yang ditanggungnya begitu berat kali ye, jadi malu dong kalo nggak bisa mengungkap dengan cepat siapa pelaku di balik peledakan tanggal 9 September 2004 di depan Kedubes Australia tersebut. Jadi jangan heran kalo hanya dalam hitungan jam dengan �rumus’ tertentu akhirnya disimpulkan bahwa pelaku peledakan bom di Kuningan, adalah orang yang sama dalam peledakan bom di Hotel JW Marriott (5 Agustus 2003) dan Bali (12 Oktober 2002). Benarkah? Wallahu’alam. Karena sampe sekarang tetep menjadi tanda tanya segede-gede gajah!
Kalo cuma nuduh doang emang gampang. Tapi bukankah kita butuh bukti untuk tuduhan itu? Sebab sampe sekarang, orang yang dicari sejak peledakan bom di Bali itu masih buron (jika memang itu yang dicari). Lagian, kalo tuduhannya yang itu-itu aja, kayak muterin kaset yang sama. Bosen deh. Itu namanya tuduhan yang nggak kreatif. Apakah kemungkinan lain sudah tertutup sehingga setiap ada peristiwa peledakan bom selalu dihubungkan dengan aksi terorisme dan pelakunya orang yang sama? Basi ah!
Memang sih, agak sulit sebenarnya untuk menentukan siapa pelaku peledakan bom tersebut, dan juga motifnya. Maklum, dalam suasana politik yang ada saat ini, sebenarnya banyak peluang yang bisa dijadikan sebagai bahan untuk menyusun tuduhan. Jadi seharusnya semua pihak yang berwenang menahan dulu mulutnya untuk tidak berkomentar.
Karena komentar-komentar yang muncul lebih bersifat politis ketimbang mengorek fakta sesungguhnya tentang bom itu sendiri. Mulai dari bahan peledak yang digunakan yang bisa dilihat dari efek ledakan, bagaimana bisa meledak, juga apakah bahan-bahan tersebut bisa didapatkan di dalam negeri atau justru harus diimpor dari luar negeri. Itu semua agak luput dari perhatian pihak berwenang. Padahal, bukti-bukti fisik bisa juga menuntun pelacakan kepada siapa pelakunya sekaligus pihak yang menjadi dalangnya. Kenapa nggak dicoba dianalisis?
Peledakan bom di Bali misalnya, selain banyak kejanggalan dalam pengumpulan buktinya, banyak pengamat, terutama ahli bahan peledak berpendapat bahwa bom yang meledak dengan kekuatan dahsyat tersebut, Indonesia belum memiliki teknologinya. Dengan kata lain, ada kemungkinan pihak asing bermain di sini. Minimal menyuplai bahan-bahannya deh. Siapa tahu kan?
Sobat muda muslim, banyak kemungkinan memang. Salah satunya adalah berkaitan dengan kondisi politik dalam negeri yang berkembang akhir-akhir ini. Bayangin aja, bom meledak 11 hari sebelum dilangsungkannya pilpres putaran kedua. Tentunya muncul juga dugaan bahwa bom ini ditujukan untuk mengacaukan jalannya pilpres pada 20 September 2004. Paling nggak, bikin ketar-ketir menjelang hajatan besar itu. Ini kemungkinan pertama.
Kemungkinan kedua, bom ini sebagai pesan bahwa masih ada jaringan teroris di negeri ini. Hal ini pun bisa kita pecah menjadi dua alasan. Alasan pertama, para teroris masih berkeliaran (seperti tuduhan selama ini). Alasan kedua, bisa jadi sebenarnya �teroris’ lokal nggak ada, tapi pihak asing ingin mengesankan demi kepentingannya bahwa masih ada teroris di negeri ini.
Alasan kedua dari kemungkinan kedua ini bisa kamu liat dari sewotnya Amrik dan Australia atas putusan hakim untuk Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang dianggap sebagai Pemimpin Jamaah Islamiyah di wilayah Asia Tenggara, menurut mereka hukumannya kelewat ringan (mungkin pengennya hukuman mati kali ye?). Udah gitu, para tersangka kasus bom Bali sampe sekarang belum ada yang dieksekusi mati sesuai putusan hakim sebelumnya. Gimana nggak nepsong tuh Amrik, padahal negerinya Spiderman ini paling getol mengobarkan perang melawan terorisme sambil menekan negara-negara yang dianggap melindungi para teroris.
Kemungkinan ketiga, sangat boleh jadi adanya pihak yang ingin mengesankan bahwa pemerintahan yang dipegang saat ini oleh kalangan sipil rawan terhadap aksi teror. Nggak kayak jamannya Pak Harto yang adem ayem aja. Saat itu, pemerintahan dipegang militer. Ini juga kemungkinan lho.
Dari ketiga kemungkinan ini, kira-kira kemungkinan yang mana yang mendekati kebenaran? Gampang-gampang susah sih. Tapi paling nggak kalo kita jeli dalam mengikuti perkembangan setiap persitiwa politik belakangan ini, bisa saja kemungkinan kedua, khususnya alasan kedua, yakni adanya campur tangan pihak asing dalam ngobok-ngobok kondisi negeri ini. Sangat mungkin kok, apalagi Amrik dan Australia masih sangat getol mengagendakan serangan melawan terorisme. Siapa yang dianggap teroris? Menurut definisi Amrik dan Austaralia, teroris itu dari kalangan kaum muslimin. Heuh, tuduhan palsu!
Jadi jangan kaget kalo sekarang banyak berkeliaran para intel ke pesantren-pesantren untuk mengawasi setiap pendatang, paling nggak itu di wilayah Kalimantan Tengah dan Jawa Tengah (khususnya Solo) (Koran Tempo, 15-9-04). Pantesan dulu pernah berkembang anekdot bahwa banyak pesantren yang menolak bantuan komputer dari pemerintah karena ada tulisan “Intel Inside� di CPU-nya hehehe…
Terorisme dan agenda Amerika
Setelah tragedi 11 September 2001 di Amerika, peta politik dunia semakin semrawut dengan tingkat kecurigaan yang sangat tinggi. Apalagi sejak Presiden Amerika, George W Bush mengumumkan “War Against Terrorism�, maka dunia terbelah menjadi dua kubu, mereka yang memerangi terorisme, dan satu kubu lain yang dianggap sebagai teroris atau membela teroris. Sayangnya, kenapa harus Islam yang disalahkan? Asal deh!
Sobat muda muslim, awalnya Amerika mendefinisikan terorisme sebagai bentuk penggunaan kekerasan untuk melawan kepentingan-kepentingan sipil guna mewujudkan target-target politis. Maka, mereka memasukkan gerakan atau kelompok yang masuk dalam kategori tersebut seperti gerakan perlawanan rakyat Zapatista (di Nikaragua), atau IRA (Tentara Pembebasan Irlandia).
Tapi kemudian Amerika mempersempit definisi terorismenya menjadi gerakan atau kelompok yang berupaya untuk merintangi kepentingan-kepentingan Amerika. Jadi jangan kaget kalo FIS, al-Qaidah, Jamaah Islamiyah, Tanzhimul Jihad, dan Hamas dikelompokkan sebagai teroris dan harus dilawan.
“Beberapa bulan setelah tragedi 11 September, kita menemukan kosakata baru: Jamaah Islamiyah–organisasi yang sangat jarang kita dengar namanya namun tiba-tiba datang seperti hantu besar yang muncul dari debu. Dengan dalih membasmi Jamaah Islamiyah bin al-Qaidah, Amerika punya alasan untuk mendatangkan kembali pasukannya di Filipina–pasukan yang kehilangan pangkalan Subic dan Clark setelah jatuhnya diktator Marcos. Tanpa harus mengatakan secara eksplisit, Amerika kini punya cara untuk mencegah perluasan pengaruh Republik Rakyat Cina–pesaing paling potensialnya di kawasan ini (Asia Tenggara), baik secara ekonomi maupun militerâ€? (Farid Gaban, dalam tulisannya di Koran Tempo, 11-9-2004)
Kenapa semua yang dianggap teroris adalah gerakan Islam? Karena saat ini, Islam telah dinominasikan oleh Amerika untuk menjadi musuhnya setelah robohnya Komunisme, maka negeri-negeri Islam menjadi wilayah terpenting yang akan menjadi sasaran Amerika dalam? penerapan undang-undang terorisme.
Tujuannya jelas untuk mengokohkan cengkeraman Amerika di negeri-negeri Islam itu serta melestarikannya agar tetap ada di bawah hegemoni Amerika. Sebab, kaum muslimin memang telah mulai merintis jalan menuju kebangkitan untuk mengembalikan Khilafah Islamiyah, yang telah dimengerti betul oleh Amerika dan negara-negara kafir lainnya, bahwa Khilafah itulah satu-satunya negara yang berkemampuan untuk meluluhlantakkan ideologi kapitalisme yang dipimpin oleh Amerika.
Jadi, siapa tahu kan, aktor di balik semua teror ini adalah Amerika dan Australia. Itu sebabnya, sekarang kita kudu lebih cerdas menyikapi setiap peristiwa yang berkembang. Jangan kebawa opini murahan kayak sekarang. Kepada saudara-saudaraku aktivis gerakan Islam, perkuat barisan, jangan terpancing dan terjebak permainan politik musuh-musuh Islam, dan tetap semangat berjuang demi tegaknya Islam sebagai ideologi negara. Terus melaju, jangan ragu! Allahu Akbar! [solihin]
(Buletin Studia – Edisi 213/Tahun ke-5/20 September 2004)
bukankah anda bilang jangan menuduh sembarangan, tapi di akhir artikel, anda justru dengan jelas menuduh pihak tertentu,, dimana pertanggungjawaban kalimat anda?
yang fear donk….