gaulislam edisi 823/tahun ke-16 (13 Muharram 1445 H/ 31 Juli 2023)
Siapa yang biasa curhat di medsos? Ayo, ngaku aja deh. Kalo dulu, yang mau curhat itu biasanya pilih-pilih teman. Eh, zaman sekarang masih ada, kok. Iya. Pilih yang bisa dipercaya dan aman. Bukan yang mulut ember alias suka bocorin rahasia. Biasanya emang teman dekat atau orang bisa dipercaya menjaga isi curhat. Mengapa? Sebab biasanya isi curhat itu adalah hal yang sifatnya pribadi banget. Misalnya, curhat tentang orang yang disuka, atau ada masalah dengan ortu atau teman, bisa juga ada problem pribadi terkait pelajaran dan hubungan dengan lawan jenis dan sebagainya. Termasuk kalo yang udah berumah tangga ya urusan istri atau suami. Umumnya begitu isi curhat.
Namun, setelah ada media sosial, kebiasaan itu berubah. Hal pribadi malah dengan enteng diumbar di publik. Entah karena tidak tahu cara setting-nya atau memang sengaja biar banyak orang tahu. Memang sih nggak semuanya curhat di media sosial. Ada banyak orang yang masih merasa malu dan tetap menjaga privasi. Nggak doyan perhatian dari orang yang nggak dikenal di medsos. Namun, secara fakta memang banyak juga yang udah cuek aja umbar problem diri dan keluarga di medsos. Waspadalah!
Dulu pernah tuh, lama banget. Ada kejadian remaja yang curhat di Facebook, membicarakan kejelekan teman-temannya, ada juga malah murid menceritakan keburukan gurunya, dan lain sebagainya yang pastinya mengundang polemik. Pro dan kontra yang berujung nggak nyaman lagi bergaul di medsos dan sekaligus di dunia nyata.
Belum lama juga viral di jagat maya tentang urusan rumah tangga pengemban dakwah. Konon kabarnya berawal dari curhat seorang istri dalam keluarga poligami tersebut, tapi kemudian menjadi bola liar pro dan kontra yang terus berlangsung hingga kini. Bahkan yang nggak kenal dekat dengan keluarga tersebut juga ikut-ikutan ngobrolin bahkan ada yang menjelek-jelekkan salah satu pihak. Musibah.
Lalu bagaimana sikap kita? Intinya, jangan bermain api karena berpotensi kebakar. Jangan berumah di tepi pantai kalo takut dilebur ombak. Jadi, ya nggak usah umbar urusan pribadi di media sosial. Nggak perlu. Lagian memang semua orang harus tahu urusan pribadi kita? Nggak lah. Ngapain juga. Ngasih solusi aja belum tentu, kok. Bisa jadi malah bikin keruh suasana.
Lalu, buat kita yang nerima kabar begituan di medsos juga jangan latah ikut nyamber sok peduli urusan pribadi orang lain. Meski dengan embel-embel menyelamatkan dakwah Islam. Perlu ada batasan, lah. Mana yang terkait urusan umat, mana yang memang urusan pribadi individu. Nggak usah jadi ghibah berjamaah secara online. Apalagi kalo kemudian malah fitnah. Bahaya. Beneran. Kalo ngomongin kejelekannya karena memang sesuai fakta, itu ghibah namanya. Kalo yang diomongin udah campur dengan bohong karena tidak sesuai dengan fakta, itu namanya fitnah. Jadi, kita kudu ati-ati. Jangan gerasak gerusuk ikut campur urusan orang lain, apalagi kita nggak kenal dekat dengan orang tersebut, apalagi tinggalnya jauh dan nggak pernah bertemu.
Media sosial ada sisi gelapnya
Sobat gaulislam, mau jadi “siapa saja” dan mau jadi “apa saja”, di media sosial menyediakannya dengan bebas. Teknologi itu emang nggak salah apa-apa, penggunanya yang membuat teknologi itu jadi baik atau buruk. Kata pepatah, “the man behind the gun”. Bedil bisa dipake jahat, bisa pula untuk kebaikan. Gimana nggak, perampok dan polisi sama-sama pake pistol, tapi tujuannya berbeda. Iya nggak sih? Walau kadang ada orang yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat malah njadi ngegasak hak rakyat. Jabatannya nggak salah, tapi yang menjabatnya yang bermasalah. Waduh!
Oya, di media sosial orang bisa pake nama orang terkenal, memungkinkan memang. Bisa pura-pura jadi seleb tertentu yang udah dikenal luas masyarakat, apalagi dipajang fotonya yang udah bertebaran di mana-mana (namanya juga seleb). Padahal yang bikin bisa aja orang lain, bukan seleb yang bersangkutan. Memang ada beban juga ya jadi seleb, rawan penipuan. Meski tentunya banyak pengguna medsos juga bakalan menelusuri kebenarannya. Minimal bertanya, apa benar dia orang yang dimaksud?
Kalo kasusnya kayak gini, yang repot adalah seleb tersebut. Udahlah namanya dipake untuk akun-akun medsos oleh seseorang, eh melakukan penipuan ke orang lain juga atas nama seleb tersebut. Walhasil, bisa aja timbul fitnah, kan? Meskipun bisa saja hal itu diklarifikasi dan dibuktikan di pengadilan. Tapi, ribet ngurusnya itu, lho. Eh, nggak cuma menimpa seleb kok, bisa aja orang kayak kita-kita juga jadi obyek penipuan oleh mereka yang emang niatnya jahat. Sering kejadian kan ada orang menggunakan nama kita sebagai alat untuk meyakinkan teman-teman di daftar pertemanan akun facebook kita agar bersimpati kepadanya. Ngebusa dengan mengarang cerita lalu mengaku sebagai teman kita dan dia butuh bantuan keuangan atau sejenisnya. Berharap teman-teman kita percaya dengan aksinya, karena jaminannya adalah kita. Waduh, bisa gawat, kan?
Terus, di Facebook atau Twitter dan platform medsos lainnya juga bisa ‘nipu’ or mengelabui orang lain dengan menjadi “apa aja”. Menjadi cowok atau cewek, menjadi benda mati atau makhluk hidup lainnya. Kok bisa? Ya, bisa aja dong. Kan, sekali lagi ini mesin, jadi masih bisa “diakalin”. Hehehe.. Bukan tak mungkin kan jika di dunia nyata dirinya adalah cowok tulen, tapi bikin akun facebook dengan nama yang biasa digunakan wanita? Mungkin saja. Bukan cuma di Facebook, saat bikin e-mail dan bikin blog pun sudah biasa terjadi dan mungkin terjadi. Ini memang salah satu “sisi gelap” teknologi komunikasi, khususnya berbasis internet, lebih khusus lagi akun-akun medsos karena merupakan situs jejaring sosial yang fungsinya berbeda dari sekadar e-mail dan blog.
Maka, yang perlu diperhatikan adalah kita harus waspada dan juga jangan coba-coba ngibulin orang (pletak!). Iya nggak sih? Memangnya kalo kamu dikibulin orang senang? Nggak kan? Begitu juga orang lain. Mereka pasti nggak suka jadi korban penipuan atau dibohongi. Meski, godaan untuk melakukan hal itu terbuka lebar di sosial media. Silakan aja sekarang bisa kamu telusuri akun-akun facebook atau twitter dan media sosial lainnya yang menggunakan nama yang aneh. Ada nama benda mati. Mungkin ada orang iseng menamai akun facebook-nya dengan nama: radio butut. Coba, susah kan melacaknya kecuali secara jujur dia membuka identitas asli dirinya, atau memang itu teman kita yang nggak mau menampilkan jati dirinya ke banyak orang kecuali kepada beberapa orang saja yang menjadi temannya di dunia nyata.
Sobat gaulislam, selain tidak boleh menipu orang dengan membuat akun di sosmed dengan akun yang berpotensi salah paham, juga kudu waspada dengan banyaknya akun yang terkategori anonim atau kalo pun memiliki nama bisa aja nama itu hanya kedok belaka. Kuncinya, jangan mudah percaya dan jangan mudah membagikan informasi rahasia dan pribadi ke banyak orang yang menjadi teman di media sosial. Bijaklah berkomunikasi, jangan mengedepankan narsis dan demi eksistensi diri.
Medsos adalah bagian dari revolusi teknologi komunikasi dan informasi yang digandrungi banyak orang. Namun, kecanggihannya adalah sekaligus kelemahannya. Buktinya banyak orang tertipu di medsos. Pernah ada seorang cowok yang tertipu sebuah penampilan cewek di akun facebook. Apalagi diperkuat dengan ditampilkannya foto-foto yang menunjukkan si cewek di akun facebook tersebut benar-benar cewek. Padahal, bisa jadi itu komplotan penipu. Bukan tak mungkin yang membuat dan mengelola akun tersebut pun sebenarnya para penjahat berjenis kelamin cowok.
Mereka melakukan itu dengan memanfaatkan kecenderungan lelaki pasti tertarik kepada perempuan, dan begitu juga sebaliknya. Maka, celah itulah yang dimanfaatkan. Singkat cerita, sang cowok dikuras isi dompet dan rekeningnya hingga belasan juta. Si cowok baru nyadar kalo dia tertipu ketika uangnya udah kesedot banyak. Hadeuuh, lagian gampang aja tertipu dengan penampilan dan kisah fiktif yang dibuat si pembuat dan pengelola akun dengan penampilan wanita. Waspadalah!
Itu sebabnya, dengan fakta bahwa medsos juga memiliki sisi gelap, kita jangan nekat curhat di medsos. Bagi yang udah terlanjur biasa cuhat atau keceplosan curhat, segera berhenti dan hentikan aktivitas di medsos. Hapus isi curhat, walau nggak ada jaminan bersih sepenuhnya karena bisa jadi udah ada orang yang melakukan tangkapan layar (screenshot). Jejak digital itulah yang bikin rugi. Jadi, hati-hati, ya.
Dengki berjamaah
Waduh, nggak bahaya tah? Ah, jelas bahaya, dong. Hasad alias dengki itu bisa muncul pada orang yang lemah iman. Itu sebabnya, jangan memancing mereka melakukan kedengkian kepada kita dengan cara pamer di medsos. Ada banyak orang di media sosial suka pamer. Foto rumah, foto kendaraan, menampilkan kemesraan dengan pasangan (baik yang pacaran atau yang sudah sah jadi suami-istri dalam ikatan pernikahan). Ingat, itu bisa bikin rugi. Apalagi kalo ada provokator kedengkian. Awalnya dia doang yang sebenarnya dengki, tetapi karena ngoceh terus di medsos tentang kebenciannya kepada seseorang, akhirnya netizen lain banyak yang terpengaruh. Ujung-ujungnya jadi dengki berjamaah. Bahaya banget.
Oya, termasuk dalam hal ini adalah mewaspadai pandangan hasad, yakni ‘ain. ‘Ain adalah pengaruh pandangan hasad (dengki) dari orang yang dengki sehingga bisa membahayakan orang yang dipandang. Misalnya saja anak kecil yang dipandang dengan penuh dengki, maka ia bisa jatuh sakit atau terus-terusan menangis. Bisa juga ‘ain ke kita, jadi kita sering merasa gelisah karena terganggu pikiran dan perasaan kita. Selain dari penglihatan, hasad ternyata bisa terjadi melalui gambar atau hanya sekadar khayalan.
Jadi, nggak usah pamer deh di medsos. Apalagi niatnya memang manas-manasin seseorang. Selain itu nggak usah juga curhat mengumbar segala macam urusan pribadi. Nggak ada jaminan kalo orang-orang yang berteman di facebook (karena nggak semuanya kenal), bakalan suka dengan apa yang kita tampilkan atau peduli dengan curhatan kita. Bisa jadi malah membenci dan muncul rasa dengkinya.
Ada nasihat bagus dari Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah, “Hasad adalah salah satu penyakit jiwa dan penyakit yang mendominasi (ada pada manusia) sehingga tidak ada yang terbebas dari penyakit hasad kecuali segelintir orang saja. Itu sebabnya, dikatakan bahwa tidak ada jasad yang terbebas dari hasad. Hanya saja, orang yang hina akan menampakkannya, sedangkan seorang yang mulia akan menyembunyikannya.” (dalam Majmu’ al-Fatawa, jilid 10, hlm. 125)
Bagimana agar terhindar dari pandangan hasad (‘ain)? Kunci utama agar terjauhkan dari ‘ain adalah mendekatkan diri pada Allah dengan tawakkal pada-Nya, juga selalu rutinkan zikir setiap harinya agar diri dan anak kita selamat dari orang yang hasad (dengki). Hanya kepada Allah tepat berlindung sebagaimana disebutkan dalam surat Al Falaq, kita berlindung dari kejelekan orang yang hasad ketika ia hasad.
Oya, sekalian mengingatkan juga buat yang masih sering hasad. Agar hasad hilang dalam diri kita, Imam Hatim al-Asham rahimahullah memberikan nasihat, “Aku melihat orang-orang saling hasad, maka aku pun merenungi firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Kamilah yang membagi-bagi penghidupan untuk mereka dalam kehidupan dunia..” (QS az-Zukhruf [43]: 32)
Maka, aku pun meninggalkan hasad, karena hasad adalah bentuk protes terhadap pembagian Allah.” (dalam Mukhtashar Minhajil Qashidin, hlm. 28, karya Ibnu Qudamah al-Maqdisi)
Oke deh, supaya nggak muncul hura-hara yang nggak perlu, stop curhat urusan pribadi di medsos dan jangan suka pamer kebahagiaan secara berlebihan, apalagi diniatkan untuk menunjukkan kesombongan. Waspadalah terhadap orang-orang yang dengki bin hasad.
Jadi, lebih baik memanfaatkan media sosial untuk dakwah. Itu keren dan berpahala, selama kita ikhlas dan caranya benar sesuai tuntunan syariat Islam. [O. Solihin | IG @osolihin]