gaulislam edisi 674/tahun ke-13 (3 Shafar 1442 H/ 21 September 2020)
Kamu pernah mendengar istilah syirik, kan? Mestinya sudah ya. Sejak kecil malah, seharusnya. Why? Sebab, pembahasan ini masuk kategori akidah dan itu sudah dipelajari lebih awal. Akidah bisa cacat lho gara-gara berbuat syirik. Jadi, emang kudu ati-ati. Kenapa sekarang dibahas di buletin ini? Dulu, pernah sih dibahas. Namun nggak ada salahnya kan kalo dibahas lagi, dengan fakta dan wawasan yang baru.
Jadi gini, Bro en Sis. Akhir-akhir ini, khusus di masa pandemi, ucapan dan keyakinan kita tanpa sadar bisa menjerumuskan kepada syirik. Lho, kok bisa? Ada kasus, misalnya seseorang bilang, “Orang yang nggak mau divaksin, kesehatan dan hidupnya bergantung kepada orang yang divaksin.” Sekilas nampak biasa aja. But, kalo direnungkan dari rangkaian kata tersebut, semacam ada pernyataan bahwa seolah-olah vaksin menjadi penolong. Dia melupakan Allah Ta’ala sebagai Maha Penolong. Coba, pikir ulang, deh!
Sama halnya dengan orang yang yakin betul bahwa obat dan dokter bisa menyembuhkan penyakit, sehingga dia merasa wajib berobat dan memilih dokter sesuai keyakinannya tersebut. Padahal, hanya Allah Ta’ala yang meberikan kesembuhan kepada hamba-Nya. Ini juga tanpa sadar bisa terjerumus kepada syirik. So, waspadalah!
Bagaimana dengan orang yang bilang bahwa doa, dzikir, baca al-Quran itu senjata biasa untuk mengusir wabah Covid19 (karena ia terlanjur meyakini ilmu pengetahuan segalanya saat ini), dan mengatakan bahwa senjata utama adalah vaksin? Waduh, perlu lagi belajar akidah Islam dengan benar dan baik tuh orang. Why? Sebab, bagi seorang muslim, semestinya paham dong kalo doa, dzikir dan membaca al-Quran juga adalah bagian dari usaha untuk penyembuhan. Dan, di situ jelas memintanya langsung kepada Allah Ta’ala. Sementara vaksin buatan manusia, udah gitu sampai saat ini belum ada vaksin untuk Covid19. Jadi, jelas pernyataannya itu menihilkan peran Allah Ta’ala sebagai penolong. Waspada dengan pernyataan yang ngawur seperti itu, karena bila diyakini betul maka akan menjerumuskannya kepada syirik.
Jadi intinya, harus diyakini bahwa bergantungnya hati atau tawakkal adalah ibadah, sehingga jika seseorang menggantungkan hati pada jimat, penglaris, rajah, wafaq, susuk, pelet dengan tujuan untuk kesaktian, membuat laris dagangan, atau menarik cinta, percaya pada dokter sebagai penyembuh, obat sebagai penyembuh, vaksin sebagai tameng dari virus, dan sejenisnya, ini pun termasuk kesyirikan. So, ibadah itu hanya boleh ditujukan pada Allah semata. Catet, ya!
Bahaya syirik
Sobat gaulislam, syirik itu membahayakan. Jadi waspada banget ya, jangan sampe jadi musyrik (orang yang berbuat syirik). Orang yang berbuat syirik, pastinya dia bakalan ngerasa khawatir, cemas, dan terlepasnya rasa aman di dunia dan di akhirat. Jadi, semacam ‘nagih’. Ketika tergantung pada jimat, pada obat, pada seseorang atau pada sesuatu yang diyakini bisa menolongnya, maka dia akan terus harus bergantung karena merasa takut kalo nggak menggantungkan kepada sesuatu tersebut.
Gimana contoh kasusnya? Misalnya aja pedagang yang menggunakan bantuan dukun untuk melariskan dagangannya. Sang dukun, namanya juga bukan ulama, ya dia minta juga bantuan kepada kekasihnya, yakni dari bangsa jin. Ada timbal-balik. Saling menolong, jadilah berbuat syirik. Merasa nggak cukup dengan batuan dukun untuk melariskan dagangannya, dia juga minta bantuan dukun lain untuk menghambat rezeki pedagang lain, yang diyakininya bisa hancur jika sudah minta tolong ke dukun dan kekasihnya, yakni kaum jin. Tuh, bahaya bener, kan. Sudah mah khawatir terus, dosa pula.
Maka, benar firman Allah Ta’ala yang menjamin orang-orang yang beriman dan tidak melakukan kesyirikan akan aman di dunia dan di akhirat, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS al-An’am [6]: 82)
Ruginya lagi nih, orang yang berbuat syirik adalah orang yang sesat di dunia dan di akhirat. Rugi kuadrat itu mah. Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (QS an-Nisa’: 116)
So, jangan main-main dengan syirik ini. Meski kamu cuma percaya ramalan atau zodiak. Kalo kamu mempercayai isinya, bisa menjadi awal terjerumus makin dalam. Jadi, waspada, ya! Jangan sampe kamu berbuat syirik tanpa sadar lalu wafat sebelum bertaubat, nggak akan diampuni dosanya. Naudzubillahi min dzalik.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS an-Nisa’: 48)
Bahaya lainnya dari syirik adalah amalan shalih bisa ter-delete tak bersisa, ibaratnya kalo file kita terhapus di komputer, sekaligus nggak ada tersisa di folder recycle bin atau folder trash. Jadi nggak bisa di kembalikan alias hangus. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS al-An’am [6]: 88)
Bro en Sis, rahimakumullah. Bahayanya lagi nih, orang yang berbuat syirik, dan tak sempat bertaubat sampai akhir hayatnya, maka dia diharamkan masuk surga. Berarti dia di neraka. Naudzubillahi min dzalik.
Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS al-Maaidah [5]: 72)
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak berbuat syirik pada Allah dengan sesuatu apa pun, maka ia akan masuk surga. Barang siapa yang mati dalam keadaan berbuat syirik pada Allah, maka ia akan masuk neraka” (HR Muslim no. 93)
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman bahwa orang yang melakukan syirik akan dimasukkan ke dalam neraka dan kekal di dalamnya, dikelompokkan bersama orang-orang kafir, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk” (QS al-Bayyinah [98]: 6)
Oya, ini semuanya pelaku syirik akbar alias syirik besar, yakni menyekutukan Allah Ta’ala dengan sesuatu yang lain. Hati-hati dan waspada!
Syirik besar dan syirik kecil
Sobat gaulislam, kamu perlu tahu juga nih perbedaan syirik besar dan syirik kecil, ya. Supaya bisa tahu. Selain itu, jangan sampe terjerumus di kedua jenis syirik tersebut.
Baik, saya coba jelaskan secara ringkas, ya. Ini saya kutip penjelasannya dari website almanhaj.or.id dengan editing seperlunya sesuai kebutuhan.
Jadi, pengertian syirik besar adalah memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdoa kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaithan, dan lainnya. Atau seseorang takut kepada orang mati (mayit) yang (dia menurut perkiraannya) akan membahayakan dirinya, atau mengharapkan sesuatu kepada selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat, atau seseorang yang meminta sesuatu kepada selain Allah, dimana tidak ada manusia pun yang mampu memberikannya selain Allah, seperti memenuhi hajat, menghilangkan kesulitan dan selain itu dari berbagai macam bentuk ibadah yang tidak boleh dilakukan melainkan ditujukan kepada Allah saja.
Apa aja sih contoh syirik besar? Pertama, syirik dalam doa, yaitu di samping ia berdoa kepada Allah Ta’ala, ia juga berdoa kepada selain-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS al-‘Ankabuut [29]: 65)
Kedua, syirik dalam niat, keinginan dan tujuan, yaitu ia menujukan suatu bentuk ibadah untuk selain Allah Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Huud [11]: 15-16)
Ketiga, syirik dalam ketaatan, yaitu mentaati selain Allah dalam hal maksiat kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan rabb) al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh beribadah kepada Allah Yang Maha Esa; tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS at-Taubah [9]: 31)
Keempat, syirik mahabbah (kecintaan), yaitu menyamakan Allah Ta’ala dengan selain-Nya dalam hal kecintaan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Dan seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS al-Baqarah [2]: 165)
Oke, keempat contoh tadi terkait syirik besar, yang pelakunya bisa keluar dari Islam. Bagaimana dengan syirik kecil? Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (jalan, perantara) kepada syirik besar. Syirik kecil ada dua macam: Syirik zhahir (nyata), yaitu syirik kecil dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan selain nama Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa bersumpah dengan selain Nama Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.” (HR at-Tirmidzi dan al-Hakim)
Bagaimana dengan syirik dalam perbuatan? Misalnya aja memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau penangkal marabahaya. Seperti menggantungkan jimat (tamimah) karena takut dari ‘ain (mata jahat) atau lainnya. Jika seseorang meyakini bahwa kalung, benang atau jimat itu sebagai penyerta untuk menolak marabahaya dan menghilangkannya, maka perbuatan ini adalah syirik ashghar, karena Allah tidak menjadikan sebab-sebab (hilangnya marabahaya) dengan hal-hal tersebut. Adapun jika ia berkeyakinan bahwa dengan memakai gelang, kalung atau yang lainnya dapat menolak atau mengusir marabahaya, maka perbuatan ini adalah syirik akbar (syirik besar), karena ia menggantungkan diri kepada selain Allah.
Syirik khafi (tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya’ (ingin dipuji orang) dan sum’ah (ingin didengar orang), dan lainnya. Seperti melakukan suatu amal tertentu untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi ia ingin mendapatkan pujian manusia, misalnya dengan memperindah shalatnya (karena dilihat orang) atau bershadaqah agar dipuji dan memperindah suaranya dalam membaca (al-Quran) agar didengar orang lain, sehingga mereka menyanjung atau memujinya. Suatu amal apabila tercampur dengan riya’, maka amal tersebut tertolak, karena itu Allah memperintahkan kita untuk berlaku ikhlas.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka (para Sahabat) bertanya: “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu riya’.” (HR Ahmad)
Termasuk juga dalam syirik, yaitu seseorang yang melakukan amal untuk kepentingan duniawi, seperti orang yang menunaikan ibadah haji atau berjihad untuk mendapatkan harta benda. Sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah, celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR Bukhari)
Oya, khamishah dan khamillah adalah pakaian yang terbuat dari wool atau sutera dengan diberi sulaman atau garis-garis yang menarik dan indah. Maksudnya -wallaahu a’lam- celaka bagi orang yang sangat ambisius dengan kekayaan duniawi, sehingga menjadi hamba harta benda. Mereka itu adalah orang-orang yang celaka dan sengsara.
Sobat gaulislam, semoga kita terhindar dari kesyirikan meski dalam kehidupan sehari-hari amat banyak syirik di sekitar kita. Waspada dengan meningkatkan keimanan kita kepada Allah Ta’ala. Bergaullah dengan orang-orang berilmu, terutama para ulama. Rajinlah belajar ilmu agama dan kuatkan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala dan hanya mengharap keridhaan-Nya. Insya Allah akan jauh dari kesyirikan. [O. Solihin | IG @osolihin]