Friday, 22 November 2024, 03:08

gaulislam edisi 752/tahun ke-15 (18 Sya’ban 1443 H/ 21 Maret 2022)

Semua pilihan ada di tangan kita. Namun, harus diingat bahwa pilihan tersebut ada konsekuensinya. Pilih terang atau gelap? Eh, ini pertanyaannya untuk apa sih, konteksnya apa? O iya. Belum jelas, ya. Ini konteksnya tentang kehidupan, bisa juga tentang ilmu. Hidup di zaman kegelapan (jahiliyah), jelas berbeda dengan hidup di zaman terang (hidayah). Terang juga artinya tercerahkan dengan ilmu, gelap itu kebodohan karena nggak punya ilmu. Nggak bisa ngapa-ngapain. Nggak punya ilmunya. Jadi, ini konteksnya, ya. Kalo konteksnya seperti ini, pastinya kita pilih yang terang, dong? Nggak mungkin pilih yang gelap.

Sobat gaulislam, kemarin di gelaran MotoGP di Sirkuit Mandalika, sempat diguyur hujan deras. Ketika dirasa kok lama nggak reda, padahal sudah masuk waktu untuk dimulai, maka panitia konon kabarnya sudah menyewa pawang hujan (baca: dukun) untuk meredakan hujan deras tersebut. Aksinya dilihat ratusan juta pasang mata di seluruh dunia, karena acara ini memang ditayangkan langsung ke seluruh dunia. Aduh, zaman sudah canggih, tetapi masih percaya tahayul. Islam datang membawa terang, ternyata masih ada yang menghidupkan kegelapan (budaya jahiliyah). Ada info, dukun tersebut udah kerja sejak beberapa hari sebelumnya. Eh, ternyata hujan juga. Emang bisa melawan kehendak Allah Ta’ala?

Belum lama juga prosesi penyatuan tanah dan air dari 34 provinsi di Titik Nol IKN, yang juga bernuansa ritual kegelapan (jahiliyah). Konon kabarnya juga melibatkan dukun untuk urusan ini. Aneh, ya? Zaman udah modern, tetapi ritual semacam ini masih dipelihara. Katanya mau masuk zaman metaverse, yang terjadi malah metafisik bin klenik. Bahaya, Bro en Sis. Bahaya bagi akidah kita. Itu bukan ajaran Islam. Islam udah membawa jalan terang hidayah, bahwa memohon pertolongan itu hanya kepada Allah Ta’ala, bukan kepada yang lain. Ini wajib menjadi prinsip seorang muslim. Tancapkan dalam pikiran dan hati agar kuat tak tergoyahkan. Berdoa kepada Allah Ta’ala agar dimudahkan menjadi muslim dan diwafatkan juga sebagai muslim, tanpa kesyirikan.

Syirik itu kezaliman terbesar

Imam adz-Dzahabi, dalam kitab al-Kabaair (dosa-dosa besar), menempatkan syirik (menyekutukan Allah) pada urutan pertama. Ini dosa paling besar. Syirik adalah kamu menjadikan suatu tandingan (sekutu) bagi Allah, padahal Dia-lah yang menciptakan kamu, dan kamu menyembah selain-Nya berupa batu, pohon, bulan, nabi, syaikh, jin, bintang, malaikat, atau semacam itu.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS an-Nisa’ [4]: 48)

Di ayat lain (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS al-Maidah [5]: 72)

Juga dalam firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya mempersukutkan Allah (syirik) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS Luqman [31]: 13)

Itu sebabnya, siapa aja yang menyekutukan Allah, kemudian dia mati dalam keadaan sebagai seorang musyrik, maka dia termasuk penduduk neraka, secara qath’i (tidak bisa dibantah). Sebagaimana halnya orang yang beriman kepada Allah, lalu mati dalam keadaan sebagai seorang mukmin, maka dia termasuk penduduk surga, sekalipun dia (mungkin akan terlebih dahulu) diazab di neraka (karena dosa-dosa selain syirik yang pernah dilakukannya). So, waspadalah!

Oya, khusus di kalangan remaja perlu juga diwaspadai bahwa kamu jangan sampe percaya dengan ramalam zodiak. Itu juga bagian dari syirik, lho. Hati-hati. Saya dulu pernah nulis buku khusus seputar itu. Coba kamu cari deh bukunya. Judulnya: “Percaya Zodiak? Nggak Deh!”. Mengapa nggak boleh dipercaya? Saya jelaskan dengan ambil sebagian kecil dari buku tersebut.

Jadi, untuk memenuhi rasa penasaran manusia dalam hal yang supranatural dan serba ganjil, sering juga diciptakan mitos yang berkaitan dengan kejadian sehari-hari yang dialami dan ada di sekitar manusia itu sendiri. Lalu dihubung-hubungkan dengan kehidupan yang telah, sedang, atau akan dijalani oleh manusia itu sendiri. Intinya, segala sesuatu yang aneh atau dianggap aneh akan dihubungkan dengan nasib manusia di masa depan.

Meski sering tak masuk akal, banyak di antara kita yang tetep aja percaya dan mungkin ada yang setengah percaya terhadap ramalan tersebut. Maka, jangan heran jika para dukun, tukang ramal, tukang tenung tumbuh subur sesuai kaidah supply and demand. Jika permintaan tinggi maka penawaran juga tinggi, gitu lho. Kalo animo masyarakat kita yang percaya pada ramalan tinggi, maka tukang ramal dan dukun juga banyak. Malah ada yang mungkin saja pura-pura jadi dukun atau tukang ramal.

Itu sebabnya, di masyarakat kita berkembang juga mitos tentang ramalan nasib yang dihubungkan dengan kejadian di sekitarnya atau ada yang memvonis nasib seseorang dari tanda-tanda di tubuh, berdasarkan mimpi, bentuk wajah, garis tangan dan lain sebagainya. Maka, untuk menguatkan argumentasi asal-asalannya dibuat dalam bentuk buku. Sekadar tahu aja, di masyarakat Jawa abangan misalnya, ada kitab yang sangat boleh jadi lebih sering dibaca ketimbang al-Quran, yakni kitab Primbon.

Jadi, jangan percaya begituan, ya. Itu namanya syirik. Percaya dukun atau peramal terkategori syirik. Menyekutukan Allah Ta’ala. Kalo sikap kita kepada ramalan zodiak seperti itu juga, berarti kita pun nggak ada bedanya dengan orang-orang yang telah lebih dulu percaya sama dukun alias tukang ramal. Pokoknya nggak usah melibatkan dirimu dalam kancah ramal-meramal; kamu nggak boleh percaya bualan mereka yang membuat ramalan di zodiak atau malah mendatangi dukun secara langsung. Hih, amit-amit deh.

Terus terang, bahwa manusia—siapa pun ia—nggak tahu dan nggak bakal dikasih tahu sama Allah tentang masa depan kehidupan dunianya; rizki, bahagia, sengsara, jodoh, usaha, dan juga kematian. Nggak ada yang tahu kecuali Allah. Kenapa? Karena  masalah ini termasuk ke dalam ‘wilayah’ ghaib. Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS al-An’am [6]: 59)

Dalam ayat lain diterangkan bahwa Allah tidak akan memberi semacam ‘bocoran’ kepada manusia tentang masa depan kehidupannya, kecuali hanya kepada Rasul yang diridhai-Nya. Firman Allah (yang artinya), “(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS al-Jin [72]: 26-27)

Imam al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan—ketika menafsirkan ayat tersebut—bahwa ramalan bintang tak ada faedahnya sama sekali, dan tidak menunjukkan celaka atau bahagia (seseorang). Ramalan tersebut tiada lain adalah penentangan terhadap al-Quran yang agung. Sikap penentangan terhadap al-Quran ini berarti telah menghalalkan darah orang yang melakukan ramalan perbintangan itu. Tuh, catet! Ngeri banget!

Terus terang, Islam terang terus

Sobat gaulislam, Islam datang membawa kebaikan, memberi terang di saat manusia berada dalam gelapnya kejahiliyahan. Cahaya Islam akan terus terang, sepanjang masa. Meski banyak manusia tak suka dengan Islam, bahkan untuk meredupkan cahaya Islam, ada di antara mereka yang mencoba menghidupkan keyakinan nenek moyangnya yang emang jauh dari Islam, seperti kesyirikan dan perdukunan. Namun, cahaya Islam nggak akan bisa redup. Cahaya agama Islam akan terus benderang.

Allah Ta’ala menyebutkan di dalam ayat-Nya (yang artinya), “Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (QS ash-Shaff [61]: 8)

Menukil (beberapa paragraf) dari laman minanews.net (2/12/2018) dijelaskan bahwa, mereka bermaksud dengan perbuatan dosa dan ucapan mengada-ada untuk memadamkan cahaya agama Islam yang menerangi manusia yang sedang berada dalam kegelapan.

Perbuatan mereka itu tak ubahnya seperti orang yang ingin memadamkan cahaya matahari yang menyilaukan pemandangan dengan hembusan mulutnya yang tidak berarti itu.

Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa Allah akan tetap memancarkan cahaya agama-Nya ke seluruh penjuru dunia dengan menolong Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya.

Pada ayat lain Allah menyebutkan (yang artinya), “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS at-Taubah [9] : 32)

Imam ash-Shabuni rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini, bahwa mereka, yakni orang-orang kafir dari kalangan orang-orang musyrik dan ahli kitab, menginginkan untuk memadamkan cahaya Islam dan syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan mulut-mulut mereka yang hina. Dengan sekadar perdebatan yang mereka buat dan perkara-perkara yang mereka buat-buat. Di zaman sekarang pun ada yang begitu. Kamu bisa cek deh di media sosial, orang-orang banyak yang nyinyir dan melecehkan Islam dan kaum muslimin.

Padahal Islam adalah cahaya yang telah Allah Ta’ala ciptakan untuk makhluk-Nya sebagai cahaya penerang. Maka, perumpamaan mereka bagaikan orang yang ingin memadamkan cahaya bulan dan matahari dengan tiupan mulut mereka. Tentu tidak akan kesampaian.

Imam al-Qurthubi rahimahullah menegaskan bahwa yang dimaksud cahaya Allah yang hendak ditutup oleh mulut-mulut orang kafir itu dalam ayat adalah berbagai bukti nyata serta argumentasi yang menunjukkan ketauhidan. Sedangkan Allah tidak menghendaki segala sesuatu kecuali hanya menyempurnakan agama-Nya saja.

Begitulah, orang-orang kafir yang telah jelas kekafirannya dan tetap dalam kekafirannya, maka membungkam kebencian mulut mereka dengan argumentasi yang benar pun tidak akan meredam apa yang ada di hati mereka.

Itu sebabnya, Allah mengajarkan orang-orang beriman agar tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai teman kepercayaan, karena mereka tidak henti-hentinya hendak memadamkan syarat Islam dan menimbulkan kemudharatan bagi orang beriman.

Bro en Sis rahimahukullah, kita udah berada dalam terang, ngapain balik lagi ke gelap? Dunia ini sudah benderang dengan Islam, jangan coba-coba ingin kembali ke dalam kegelapan (masa jahiliyah). Banyak ulama, mubaligh, dan ustaz bekerja keras untuk menyelamatkan kita yang udah berada di jalan yang terang agar tetap di jalan ini, tetapi mengapa masih ada di antara kita yang mencoba-coba ingin keluar dari terang menuju gelap?

Semoga kita senantiasa diberikan hidayah dan taufiq dari Allah Ta’ala. Oya, perlu kamu tahu, bahwa taufiq adalah kemampuan untuk melaksanakan hidayah sesuai kehendak Allah. Taufiq adalah bimbingan Allah yang mengantarkan seorang hamba langsung kepada hakikat kebaikan. Saat seorang hamba menerima hidayah, taufiq adalah bimbingan yang akan memudahkan seseorang melakukan petunjuk tersebut. Jadi, tetaplah memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala agar dimudahkan tetap berada di jalan hidayah-Nya dan diberikan kemampuan untuk mudah melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Berdoa juga agar tetap dalam benderangnya cahaya Islam, dan dijauhkan dari gelapnya kehidupan jahiliyah. Jadi, pilih terang, ya. [O. Solihin | IG @osolihin]