Mimpi, ya, apa sih mimpi itu? Apakah bunga-bunga tidur yang menghiasi setiap malam ketika kita beristirahat? Mungkin mimpi ketemu doski di sekolah, mimpi ketemu sahabat kita yang lama tak berjumpa, mimpi makan blackforest yang sudah lama kita idam-idamkan ataukah mimpi-mimpi yang lain?
Itu semua memang bisa disebut mimpi. Kerja sel syaraf otak kita ketika tidur bertemu dengan pengalaman-pengalaman masa lalu atau keinginan terpendam yang belum sempat terwujud. Tapi bahasan kita bukan mimpi yang itu, boys en gals. Tapi mimpi yang bermakna cita-cita, keinginan, harapan, ambisi, dan semacam itulah. Mimpi yang berusaha kita raih dan wujudkan nyata dalam kehidupan.
Omong-omong, apa sih mimpi terindah kamu? Jangan-jangan kamu malah nggak punya mimpi. Membiarkan hidup mengalir apa adanya saja. Tanpa mimpi, tanpa cita-cita dan tanpa harapan. Eh, jangan-jangan kamu malas bermimpi lagi karena beranggapan semua mimpi-mimpi kamu adalah sia-sia dan nggak ada yang jadi kenyataan. Wah…jangan pesimis gitu dong.
Semua punya mimpi
Mimpi, siapa sih nggak punya mimpi? Pengen tajir, terkenal, pandai, sukses dan keinginan yang lainnya. Rasa ingin ini lumrah bin wajar banget ada pada diri manusia, termasuk kita-kita ini. Ah, jadi inget Om Chairil Anwar yang dalam salah satu puisinya ingin hidup seribu tahun lagi.
So, siapa sih yang boleh punya mimpi? Ehm, rasa-rasanya bukan cuma pujangga atau orang tertentu aja. Semua berhak dan boleh punya mimpi. Kaya, miskin, tua, muda, cewek, cowok, cakep, jelek, semua boleh punya mimpi. Di jaman apa-apa serba mahal ini, mimpi adalah hal dalam hidup yang gratis. Nggak perlu beli. Kita bisa bermimpi menjadi atau meraih apa pun yang kita mau tanpa takut kena pajak dan disirikkin orang.
Kamu tahu ide menciptakan pesawat terbang? Penemu ide itu, Orvilee Wright dan Wilbur Wright pernah bermimpi untuk bisa terbang. Karena nggak mungkin bagi manusia untuk punya sayap, maka dengan akalnya ia menciptakan teknologi yang memakai prinsip dasar sayap burung untuk pesawat. Bayangkan seandainya para penemu itu nggak punya mimpi dan bersikap �apa adanya’ aja ketika transportasi masih berupa sapi atau kuda yang menarik gerobak. Kamu nggak bakalan tahu asyiknya terbang (padahal sekarang aja saya juga belum tahu tuh rasanya naik pesawat terbang hehehe).
Kamu kenal juga kan dengan Thomas Alfa Edison? Yup, dengan mimpinya untuk menjadikan dunia lebih terang pada malam hari, ia berusaha menciptakan lampu pijar alias bohlam. Kayaknya nih, tanpa dorongan mimpi besarnya itu, mungkin aja kan kita kini masih pake obor dan lampu teplok?
Tapi yang paling hebat dan nggak ada duanya tuh mimpi Rasulullah untuk menyatukan umat dalam naungan satu sistem, Islam. Betapa beliau mengerahkan seluruh daya upaya untuk mewujudkan mimpinya. Nggak peduli dilempari batu, kotoran hewan, dan ancaman dari musuh-musuhnya, beliau maju terus pantang menyerah untuk mendobrak sistem kufur dan menggantinya dengan sistem Islam saja.
So, mimpi tiap orang pastilah tak sama. Ketika kamu mimpi ingin jadi ahli nuklir yang bertakwa tentu tak sama dengan mimpi temanmu yang ingin jadi rocker beriman ala sinetron Kiamat Sudah Dekat, misalnya. Atau kamu yang punya mimpi dapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah sampai tinggi, eh, temanmu yang mendapat kesempatan itu di tangan, malah melepaskannya. Ada loh yang seperti ini. Ternyata ia lebih memilih menikah dan ikut suami ke lain kota daripada mengambil tuh beasiswa. Padahal yang ngiler pingin banget dapetin tuh beasiswa udah ngantri, eh…enak aja dianya melepas.
Hal ini juga sah-sah aja kok. Nggak salah. Itu karena memang mimpi tiap orang sungguh beraneka ragam. Tak sama. Jadi, mimpi itu adalah hal yang manusiawi ada pada diri kita. Bahkan, manusia yang normal mustahil hidup tanpa mimpi, cita-cita or harapan yang ingin diraih. Kamu bisa bermimpi hal-hal yang mubah seperti pingin kaya, punya rumah mewah, harta berlimpah, suami/istri cakep dan tajir dll. Atau yang agak bergengsi dikit, kamu bermimpi jadi dokter, insinyur, ahli nuklir yang bertakwa de el-el. Tapi ada juga yang mimpinya high quality dengan menjadi remaja gaul, syar’i, dan mabda’i (Ehm… ini sih motto Studia dong ya?)
Kenapa harus punya mimpi?
Orang hidup tuh kudu punya mimpi. Karena manusia adalah makhluk yang dinamis. Dengan mimpi yang kita punya, ada �sesuatu’ yang membuat kita berusaha ingin meraihnya. Bo’ong banget kalo kamu bilang punya mimpi jadi ahli komputer tapi tak ada upaya untuk mewujudkannya. Kamu pilih habiskan waktu untuk bermalas-malasan, hura-hura menghabiskan waktu untuk nonton film, dugem, dan segala hal yang tak ada kaitannya dengan mimpimu.
Lebih lucu lagi kalau bermimpi masuk surga tapi asyik mojok berduaan dengan pacar dan tiap hari melakukan maksiat. Udah sholat cuma dua kali setahun, pas waktunya sholat Idul Fitri dan Idul Adha aja, puasa Ramadhan juga banyak batalnya. Kalo itu dilakukan sampe kamu out dari dunia ini tanpa sempet tobat, wah itu bukan mimpi masuk surga, tapi isyarat dapat tiket ke neraka secara express. Naudzubillah.
So, gimana dong supaya antara mimpi matching dengan kenyataan? Jika kamu ingin jadi ahli komputer, kamu harus menciptakan jalan ke arah sana untuk mempermudah mewujudkan mimpimu. Mulai rajin-rajin aja pegang komputer meski pinjam teman or jadi penjaga warnet misalnya. Kamu kudu cinta dan sering bergaul akrab dengan segala sesuatu yang berbau komputer. Jangan sampe kamu nggak bisa bedain yang namanya monitor dan CPU. Walah?
Begitu juga jika kamu pingin masuk surga. Tempuh semua jalan yang bisa mengantarkan kamu ke surga. Gimana caranya? Pertama banget nih: Ngaji. Sebab dengan ngaji or belajar, ibaratnya kamu dapat peta untuk menuju surga lewat jalur yang baik dan benar.
Bahkan aneh banget kalo ada orang hidup tapi tak punya mimpi. Tanpa mimpi, bagaikan sayur tanpa garam. Hambar, man! Tanpa mimpi, kamu nggak bakal punya sesuatu sebagai standar untuk diraih di masa depan. Tanpa mimpi, kamu akan jadi mayat yang hidup. Nggak ada upaya untuk memperbaiki diri dan nasib kamu.
Tanpa mimpi, kamu akan melakoni hidup â€?apa adanya’. Dalam arti yang negatif. Kamu yang sekarang merasa menjalani hidup serba sulit di era kapitalisme ini, jadi pasrah. Sudahlah BBM naik, uang saku dikurangi karena ortu juga pailit, eh…ternyata harga-harga yang lain ikut selangit. Mau beli buku mahal, jajan mahal, semua mahal. Bukan naik sih katanya, hanya menyesuaikan harga dengan kenaikan BBM. Dunia kamu jadi terasa sangat sempit. Kamu â€?pasrah jendral’ dengan kondisi tak ideal ini. Tak ada keinginan untuk mengubahnya meski barang sedikit pun. Bila hidup jadi semakin sulit dan sulit aja, bakalan cepet putus asa bagi kamu yang nggak punya mimpi untuk berubah.
Ini beda banget dengan kamu yang sedari awal sudah punya dan tahu apa mimpi-mimpinya dalam hidup. Dengan mimpi, kamu berusaha meraih yang terbaik dalam hidupmu. Mimpi ingin pintar, kamu ujudkan dengan belajar rajin. Mimpi ingin sukses, kamu ujudkan dengan kerja keras secara cerdas dan disiplin. Mimpi ingin mengubah kondisi masyarakat yang sekarat karena tak melaksanakan syariat, kamu ujudkan dengan rajin ngaji dan memahami kondisi umat sebagai langkah awal untuk perubahan.
See, dengan mimpi kamu jadi punya arah mau kemana dan ngapain dalam hidup ini. Bukan sekadar ikut arus. Kalo angin ke barat ikut ke barat, kalo angin ke timur ikut ke timur.
Dengan mimpi kamu jadi percaya diri. Di saat semua menikmati janji-janji semu demokrasi, kamu tampil cerdas dengan mencampakkannya. Di saat semua berpikir masalah bangsa ini bersumber di akhlaknya, kamu dah paham kalo itu cuma ekses or akibat sampingan dari permasalahan yang lebih mendasar, yakni tak diterapkannya Islam sebagai ideologi negara.
Dengan mimpimu, kamu punya resep yang ces pleng alias jitu untuk menyembuhkan masyarakat kita yang sakit ini. Kamu pun jadi remaja bukan yang biasa-biasa aja, tapi salah satu sosok perubah yang dengan mimpinya jadi punya nilai lebih pada semangat dan aktivitasnya di hadapan Allah. Hmm…ternyata punya mimpi bisa begitu dahsyat kan?
Mimpi yang baik dan bener
Idih…emang ada mimpi yang baik dan bener? Jelas ada dong. Ujian aja kamu ngejawabnya kudu baik dan bener, apalagi menetapkan mimpi kamu. Tanpa jawaban yang baik dan bener, pasti ujian kamu nggak lulus.
Begitu juga mimpi. Tanpa mimpi yang baik dan bener, kehidupan kamu juga pasti nggak baik dan bener. Trus, gimana sih punya mimpi baik dan bener itu?
Mimpi yang baik dan bener itu kalo ia realistis, yaitu antara mimpi-mimpi kamu dan kemampuan harus seimbang. Sesuatu yang tidak mudah dan tidak sukar untuk dicapai. Karena kalo mimpi itu mudah dicapai, kamu bakal nyepelein dan ceroboh, menganggap enteng mimpi or cita-cita kamu dalam hidup. Begitu sebaliknya. Jika kamu mempunyai mimpi yang tinggi tapi kemampuan minim, ini bisa bikin kamu putus asa. Jadi gimana dong? Kalo mimpi kamu tinggi, berarti kamu kudu mengasah kualitas diri kamu juga tinggi. Biar imbang dengan mimpi kamu, gitu loh.
Trus, ada kalanya mimpi itu bisa terwujud saat kita masih hidup. Tapi ada kalanya pula mimpi itu begitu besar sehingga butuh waktu lebih panjang daripada umur kita untuk mewujudkannya. Apalagi bila mimpi itu adalah mimpi kolektif yang dipunya oleh kaum muslimin. Wuih, keren banget kan?
Ketika Rasulullah saw. masih hidup, beliau punya �mimpi’ bisa menaklukkan Persia dan Romawi. Padahal Persia dan Romawi di jaman itu ibaratnya Uni Sovyet dan Amerika, super power, dibandingkan dengan negara Islam yang masih baru berdiri dan kecil.
Tapi mimpi Rasulullah bukan mimpi asal mimpi. Meski beliau tak sempat menyaksikan ditundukkannya kedua negara adidaya itu, tapi Muhammad al-Fatih mewujudkan mimpi Rasulullah menjadi nyata ketika menaklukkan Konstantinopel alias Byzantium yang merupakan pusat kekaisaran Romawi Timur pada 1453 M (857 H).
Sobat, Muhammad al-Fatih, pemimpin para pemuda yang usianya belum genap 23 tahun telah dimuliakan oleh Allah melalui pujian Rasulullah saw. sebagai pembebas Konstantinopel: “Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin (yang membebaskan) Konstatinopel dan sebaik-baik tentara adalah tentaranya.� (HR Ahmad)
Nah, sekarang tinggal Roma (Vatikan), yang belum ditaklukkan. Semoga kita semua bisa membebaskannya dari kekufuran dan menjadikannya wilayah Islam. Siap?
Bila iya, maka kamu pasti punya mimpi (baca: keinginan) yang sama dengan mimpi Rasulullah. Mimpi ingin mengembalikan kehidupan Islam dengan syariah dan Khilafah. Mimpi ini begitu besar dan mulia. Sejak diruntuhkannya institusi kekhilafahan Islam pada 3 Maret 1924 lalu, kaum muslimin yang sadar kewajiban untuk menegakkannya lagi, bermimpi or bercita-cita bisa hidup mulia dalam naungan Khilafah Islam.
Bagi sebagian orang yang tak tahu bagaimana cara menempuhnya secara riil dan gamblang, maka mereka berpikir mimpi ini adalah mimpi yang utopis, sia-sia or cuma khayalan. Tapi bagi yang tahu dengan jelas langkah-langkah apa yang kudu ditempuh, hambatan apa saja yang menghadang, peluang-peluang yang harus diciptakan, tentu merasa yakin sekali bahwa Khilafah Islam hanya tunggu waktu. Apalagi bila pertolongan Allah sudah berbicara, udah deh, siapa yang bakal bisa membendungnya?
So, jangan takut untuk bermimpi yang tinggi. Apalagi kalo mimpi itu sesuai banget dengan mimpi yang dipunya Rasulullah tercinta. Jadi kalo ada yang bertanya “what’s your sweetest dream?� Jawab dengan yakin, “Tegaknya Khilafah Islamiyah�, tentu. Tetap semangat![ria]
(Buletin STUDIA – Edisi 274/Tahun ke-7/2 Januari 2006)