gaulislam edisi 635/tahun ke-13 (26 Rabiul Akhir 1441 H/ 23 Desember 2019)
Sobat gaulislam, semoga kabar kamu baik-baik saja. Tetap beriman kepada Allah Ta’ala tanpa gangguan dari siapa pun, tetap bisa nyaman tinggal di rumah, tetap semangat belajar karena tak pernah ada gangguan, tetap bisa beribadah dengan khusyuk karena tak ada yang melarang, tetap bisa menikmati makan dan minum serta berkumpul dengan keluarga. Insya Allah. Itu sebabnya, bersyukurlah atas segala karunia yang Allah Ta’ala berikan kepada kita.
Namun, segala kemudahan dan kenyamanan serta keamanan yang kita miliki, tidak menjadikan kita buta tuli terhadap nasib saudara di sekitar kita, di lingkungan tempat tinggal kita, di pelosok negeri kita, dan bahkan di belahan dunia lainnya di bumi Allah Ta’ala yang luas ini. Sebaliknya, kita wajib peduli dengan kondisi saudara kita seiman di mana pun mereka berada. Kenal maupun tidak, pernah bertemu atau yang sama sekali tak pernah kita bersua, dekat atau jauh, semua tetap saudara seiman selama mereka sama-sama muslim.
Saudara kita banyak
Betul. Saudara kita banyak, Bro en Sis. Di seluruh dunia. Jika penduduk dunia saat ini ada 7 miliar orang, kaum muslimin ada sekira 1,8 miliar orang. Menurut data di id.wikipedia.org, pengikut agama Islam merupakan kelompok keagamaan terbesar di dunia. Menurut sebuah penelitian pada tahun 2015, Islam memiliki 1,8 miliar penganut, yang membentuk sekitar 24% populasi dunia. Islam adalah agama yang dominan di Asia Tengah, Indonesia, Timur Tengah, Afrika Utara, dan beberapa bagian lain di Asia.
Sekitar 31% dari semua Muslim berasal dari Asia Selatan (Pakistan, Bangladesh, Afghanistan dan India). Sub-benua India secara keseluruhan, oleh karena itu, menjadi tuan rumah populasi Muslim terbesar di dunia. Di wilayah ini, bagaimana pun, Muslim berada di urutan kedua dalam jumlah penganut Hindu, karena Muslim adalah mayoritas di Pakistan dan Bangladesh, tapi bukan India.
Sekitar 15% Muslim tinggal di Afrika Sub-Sahara, dan komunitas Muslim yang cukup besar juga ditemukan di Amerika, Kaukasus, China, Eropa, Tanduk Afrika, Daratan Asia Tenggara, Filipina, Rusia dan Swahili pantai.
Bagaimana dengan saudara kita di negeri China? Ya, Islam telah dipraktikkan dalam masyarakat China selama 1.400 tahun. Muslim adalah kelompok minoritas di Cina, mewakili antara 0,45% hingga 2,85% dari total populasi menurut perkiraan terbaru. Meskipun Hui Muslim adalah kelompok yang paling banyak, konsentrasi umat Islam terbesar adalah di Xinjiang, dengan populasi Uighur yang signifikan. Populasi yang lebih kecil tetapi signifikan tinggal di daerah Ningxia, Gansu dan Qinghai.
Pemetaan Islam di beberapa provinsi di China menurut sebuah survei yang dilaporkan pada tahun 2010, ada sekitar 23 juta Muslim atau 1,7% dari total penduduk. (Yang Zongde, Study on Current Muslim Population in China, Jinan Muslim, 2, 2010, yang dikutip wikipedia.org)
Di data resmi yang dikeluarkan pemerintah China, data.stats.gov.cn/english/ jumlah penduduk China pada 19 Desember 2019, ada 1,400,480,000 alias lebih dari 1,4 milar orang. Seandainya jumlah penduduk muslim prosentasenya tetap di angka rata-rata 2 % saja, maka jumlah kaum muslimin, saudara kita, di sana adalah 28,009,600.00 alias lebih dari 28 juta jiwa. Luar biasa. Jumlah ini, hampir menyampai jumlah penduduk satu negara Afghanistan yang pada data 1 Juli 2017 berjumlah sekira 29 juta jiwa. Atau hampir setara dengan jumlah penduduk negara Yaman berdasarkan data 1 Juli 2017 sekira 28 juta.
Sobat gaulislam, jika mau rajin ngitungin satu per satu, jumlahnya pasti banyak. Alhamdulillah. Namun, sayangnya jumlah sebesar itu terpecah belah dalam sekat-sekat negara dan juga bingkai nasionalisme. Sehingga, kepedulian dengan nasib saudara seiman di belahan negara lain jadi menipis, bahkan nyaris hilang. Masih mending ada yang berdoa untuk kebaikan saudaranya di berbagai wilayah di seluruh dunia. Minimal sebatas itu, karena saat ini pengerahan kekuatan militer sulit dilakukan para pemimpin negeri muslim untuk membela nasib saudara sesama muslim yang tertindas di belahan bumi lain. Menyedihkan.
Bagai buih di lautan
Ya, jumlah kita banyak, namun untuk membela kehormatan muslim di negara lain tak mampu kita lakukan karena dihadang batas negara dan nasionalisme. Bila berani membela, dianggap sebagai “merecoki urusan negara lain”. Mengenaskan.
Contohnya nasib muslim Uighur di negeri China. Situs wartapilihan.com mengabarkan sebuah fakta dari acara Diskusi Media (Mengungkap Pelanggaran HAM Terhadap Uighur) yang digelar di Jakarta pada 20 Desember 2019 lalu.
Saya kutipkan beritanya saja dari situs tersebut walau tidak seluruhnya. Jadi intinya, pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur itu nyata, bukan hoax. Bahkan pelanggaran HAM ini terkategori parah.
Peneliti Amnesti Internasional Indonesia, Papang Hidayat, menyebut pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan pemerintah China (Tiongkok) atas Muslim Uighur di Xinjiang dilakukan secara sistematis. Menurut Papang, dari hasil investigasi lembaganya, perundungan HAM itu termasuk ‘’papan atas’’.
“Pelanggaran HAM atas Uighur ini masuk papan atas. Di level atasnya persekusi sistematik terhadap Palestina yang diokupasi Israel, kemudian praktik apartheid Muslim Rohingya di Rakhine,” ungkap Papang dalam diskusi “Mengungkap Pelanggaran HAM terhadap Uighur” yang digelar Forum Jurnalis Muslim (FORJIM) di Jakarta, Jumat, 20 Desember 2019.
Karena masuk kategori pelanggaran papan atas, lanjut Papang, kasus Uighur ini masuk dalam kampanye Global Amnesty untuk persekusi minoritas paling parah.
Papang yang mengakui dirinya keturunan China dan non-Muslim, percaya pada hasil penelitian Amnesti itu. Ia bahkan membagikan copy hasil penelitian profesional lembaga tersebut.
Data tersebut, menurut Papang, bersumber dari tim Amnesti Internasional yang menangani isu Uighur. “Tim ini saya kenal dekat dan mereka bisa dipercaya,” tuturnya.
Papang mengungkap, sejuta orang dari kelompok minoritas yang ditahan di kamp-kamp itu memang sebagian besar adalah Uighur. Namun ada juga dari jumlah itu berasal dari Kazakhstan dan Tajikistan. Mereka ditahan di kamp-kamp rahasia dan tak bisa diakses oleh keluarga.
Angka sejuta itu, lanjut pria yang juga peneliti KontraS itu, bagi China yang penduduknya 1,4 miliar jiwa mungkin dianggap tidak seberapa. Tetapi tidak bagi negara-negara lain. Lebih dari 20 negara di dunia mengecam kelakuan rezim China atas Uighur.
Mengenai istilah re-edukasi yang diklaim oleh China, hal itu disebut Papang sebagai cuci otak (brainwashing). “Kalau saya bilang itu dicuci otak dengan cara penyiksaan dan perlakuan buruk menurut hukum internasional,” kata dia.
Bahkan, China juga berpengaruh terhadap negara-negara Muslim. Buktinya, kata Papang, belum ada negara Muslim yang menyoal Uighur. Padahal lembaganya sudah memberikan berbagai laporan secara konsisten bila ada diskriminasi sistematik. Amnesty bahkan menyebut apartheid seperti Rohingya di Rakhine.
Selain Papang, diskusi juga menghadirkan sejumlah narasumber penting. Di antaranya Wakil Ketua BKSAP DPR Mardani Ali Sera, Ketua Lembaga Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah KH Muhyiddin Junaidi dan Senior Vice President Global Humanity and Philantropy ACT-GIP Syuhelmaidi Syukur.
Kita semua sedih dan juga kesal, kenapa para pemimpin negeri Muslim tak satu pun bersuara mengecam pemerintah China atas perlakuan kejamnya terhadap musim Uighur. Benarlah apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam sampaikan belasan abad lalu, bahwa umat Islam akhir zaman bagai buih di lautan. Banyak tapi tak berarti.
Rasulullah bersabda (yang artinya), “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati,” (HR Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)
Siapa akan membela Muslim Uighur?
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Di masa kejayaan Islam dulu, pembelaan terhadap nasib kaum muslimin begitu nyata. Masih ingat kasus pengusiran kaum Yahudi Bani Qainuqa dari Madinah? Ini awalnya karena ada sekelompok pemuda Yahudi yang ‘ngerjain’ seorang muslimah yang sedang berusan dengan pengrajin perhiasan hingga aurat muslimah itu terbuka.
Muslimah ini spontan berteriak dan seorang laki-laki Muslim yang berada di dekatnya melompat ke pengrajin perhiasan itu dan membunuhnya. Orang-orang Yahudi kemudian membalas dengan mengikat laki-laki Muslim tersebut lalu membunuhnya.
Intinya muslimah ini dipermalukan dan pemuda Muslim yang membelanya dibunuh orang-orang Yahudi. Kabar itu sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Singkat cerita, hampir saja semua kaum laki-laki Bani Qainuqa ini dihukum mati oleh Rasulullaah shallallahu ’alaihi wassallam. Namun keputusan itu berubah ketika dedengkot kaum munafik, Abdullah bin Ubay mendesak Rasulullaah shallallahu ’alaihi wassallam untuk memaafkan mereka. Akhirnya, Rasulullaah shallallahu ’alaihi wassallam bermurah hati dan memerintahkan Bani Qainuqa ini untuk pergi sejauh-jauhnya dan tak boleh lagi tinggal di Madinah.
Ada juga kisah pembelaan terhadap muslimah di masa Khalifah al-Mu’tashim Billah, khalifah kedelapan dinasti Abbasiyah. Sejarah ini terdokumentasikan dalam kitab al-Kamil fi al-Tarikh karya Ibn Al-Athir.
Pada tahun 837 M, al-Mu’tasim Billah menyahut seruan seorang budak muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar yang meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi.
Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya.
Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu’tashim Billah dengan lafadz yang legendaris: “waa Mu’tashimaah!” yang juga berarti “di mana kau Mutashim…tolonglah aku!”
Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan ini, maka sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki).
Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki), karena besarnya pasukan.
Catatan sejarah menyatakan bahwa ribuan tentara Muslim bergerak di bulan April, 837 Masehi dari Baghdad menuju Ammuriah.
Kota Ammuriah dikepung oleh tentara Muslim selama kurang lebih lima bulan hingga akhirnya takluk di tangan Khalifah al-Mu’tasim pada tanggal 13 Agustus 837 Masehi.
Sebanyak 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lainnya ditawan. Pembelaan kepada muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh khalifah sebagai pembebasan Ammuriah dari jajahan Romawi.
Setelah menduduki kota tersebut, khalifah memanggil sang pelapor untuk ditunjukkan di mana rumah wanita tersebut, saat berjumpa dengannya ia mengucapkan “Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?”
Pembelaan negara terhadap muslimah di episode berikutnya terjadi pada masa Sultan al-Hajib al-Manshur, salah seorang pemimpin Daulah Amiriyah di Andalusia yang menggerakkan pasukan utuh dan lengkap untuk menyelamatkan tiga wanita Muslimah yang menjadi tawanan di sebuah gereja di kerajaan Navarre. Kisah lengkapnya silakan bisa dicari internet ya. Saya dapetin di hidayatullah.com (artikel dengan judul “Beginilah Islam Membela Para Muslimah”)
Bukti kepedulian pemimpin muslim di masa kejayaan Islam kepada rakyatnya sangatlah besar. Bukan hanya persoalan keamanan, tetapi juga sandang, pangan, papan, dan rasa nyaman beragama. Saya alhamdulillah sudah menuliskan dalam versi yang insya Allah mudah dipahami untuk pembaca remaja dalam buku saya yang terbit tahun 2007 silam, judulnya “Yes! I am Muslim”. Silakan cari di toko buku, ya. Kalo mau beli juga ada beberapa puluh lagi di saya. Hehehe.. (ujung-ujungnya promo).
Namun, bagaimana dengan kondisi sekarang? Menyedihkan. Pembelaan terhadap Muslim Uighur hanya riuh di kalangan rakyat biasa macam kita-kita. Alhamdulillah meski sekadar menulis dan berdoa, tapi semoga dicatat sebagai amal shalih. Tentu, langkah nyata adalah melakukan perlawanan terhadap rezim China saat ini, juga memaksa pemimpin negeri-negeri Muslim yang bungkam karena dijejali investasi China di negaranya untuk melakukan perlawanan, minimal memutus kerjasama dengan negeri Tirai Bambu itu. Syukur-syukur bisa memaksa rezim komunis China agar tak menyiksa muslim Uighur.
Tragedi Muslim Uighur adalah duka umat Islam. Duka kita semua. Padahal saat ini masih ada derita muslim lainnya. Nestapa Muslim Rohingya belum kelar, Muslim Palestina terus-menerus dipersekusi dan dirampas hak-haknya, di berbagai belahan bumi lainnya, termasuk di negeri kita. Kita jumlahnya mayoritas di negeri ini, tapi sering dipersekusi oleh pemimpinnya sendiri, meski mereka muslim tapi zalim karena lebih membela minoritas dan pelaku maksiat atas nama jualan NKRI harga mati, Pancasila, dan radikalisme. Muslim di sini dinggap radikal dan membahayakan. Aneh.
Jadi siapa yang akan membela Muslim Uighur dan lainnya? Kita. Ya, kita sebagai muslim. Suarakan terus tekanan agar para pemimpin negeri-negeri muslim tergerak hatinya untuk membela. Terus gelorakan dakwah untuk menyapa pikiran dan hati kaum muslimin lainnya di berbagai negara agar mau peduli terhadap nasib saudaranya di berbagai negara, khususnya saat ini yang menimpa Muslim Uighur.
Selain itu, tentu perlu didakwahkan bahwa kita, kaum muslimin, wajib memiliki super state, Daulah Khilafah, negara Islam, super power, yang akan melindungi seluruh kaum muslimin. Gelorakan terus agar kaum muslimin, termasuk kamu yang masih remaja agar semangat belajar Islam, lalu berjuang demi tegaknya Islam sebagai ideologi negara untuk menyelamatkan Muslim Uighur dan seluruh muslim lainnya di dunia ini. Tetap semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]