Wednesday, 4 December 2024, 00:37

gaulislam edisi 517/tahun ke-10 (27 Dzulhijjah 1438 H/ 18 September 2017)

   

Sobat gaulislam, pernahkah kamu mendengar kata ukhuwah islamiyah? Bagi yang belum, ukhuwah islamiyah itu artinya persaudaraan Islam. Kata dasarnya diambil dari Bahasa Arab, akh, yang artinya saudara.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudara kalian, dan bertaqwalah kepada Allah supaya kalian mendapat rahmat.” (QS al-Hujurat [49]:10)

Jadi jelas sekali, Bro en Sis, bahwa sesama muslim itu bersaudara. Etnis apa pun dia, di belahan bumi mana pun dia tinggal, suku apa pun dia, bermacam warna kulitnya, jika dia muslim, mengakui bahwa Allah Ta’ala itu satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, serta Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam adalah utusan-Nya, maka dia adalah saudara kita.

Oya, yang terpenting adalah makna kata ‘saudara’ itu sendiri. Indah sekali. Ia bahkan diumpamakan layaknya satu jasad. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, yang artinya: “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi adalah bagaikan satu jasad, jika salah satu anggotanya menderita sakit, maka seluruh jasad juga merasakan (penderitaannya) dengan tidak bisa tidur dan merasa panas.” (HR Bukhari dan Muslim)

Coba deh kamu bayangkan kaki kamu tersandung batu hingga berdarah. Apa yang akan diucapkan oleh mulutmu? Apakah mulutmu akan berkata, “Rasain, dasar kaki nggak punya mata, pake kesandung pula. Syukurin!”

Kalau sampai mulutmu berkata begitu, berarti mulutmu itu sedang error. Saraf kepekaannya sudah korslet. Sudah keluar jalur, nggak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Jika ia normal, maka akan reflek berkata “aduh!”. Bersamaan dengan itu, wajahmu akan meringis, tanganmu reflek memegang bagian kaki yang tersandung, kepala jadi nyut-nyutan, dan seluruh tubuhmu, tiba-tiba, akan merasa kurang nyaman.

Itulah idealnya sebuah persaudaraan. Jika ada sudara kita merasakan sakit, maka seharusnya, kita juga ikut merasakan kepedihannya. Bukan malah tidak peduli. Atau bahkan yang lebih parah, bergembira ria atas sakit yang dideritanya.

Sobat gaulislam, seorang muslim, seharusnya juga pantang menyakiti saudaranya yang lain. Sebagaimana tangan yang pantang untuk mengambil pisau, guna memotong hidung sendiri. Tidak mungkin anggota tubuh yang satu, menyakiti, atau bahkan menghabisi anggota tubuh yang lain. Sekali lagi, ini dalam keadaan normal, lho. Jika nggak normal, lain pula kejadiannya, karena ada lho faktanya, orang yang tega menusuk dirinya sendiri hingga mampus. Ngeri!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, yang artinya: “Orang muslim adalah saudara muslim yang lainnya, ia tidak akan menganiayanya dan tidak akan menyerahkannya (kepada musuh). Barangsiapa ada di dalam keperluan saudaranya, maka Allah ada di dalam keperluannya. Barangsiapa menghilangkan suatu kesukaran dari seorang muslim, maka Allah akan menghilangkan satu kesukaran yang ada pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim)

 

Ukhuwah, kok gitu?

Nah, itulah idealnya ukhuwah islamiyah jika diterapkan dengan sebaik-baiknya. Sekarang, mari kita coba lihat di zaman di mana kita hidup saat ini. Apakah perumpamaan satu tubuh masih berjalan normal atau sebaliknya?

Dulu, ketika Islam masih berjaya, selama berabad-abad lamanya, kaum muslimin nggak pernah mengenal yang namanya batas wilayah antar negeri-negeri muslim. Mereka menjadi satu kesatuan, nggak ada ceritanya terkotak-kotakkan hanya karena batas teritorial yang memisahkan satu dengan yang lain.

Kini, kaum muslimin malah nggak mengenal, atau setidaknya, nggak bisa melihat langsung kondisi seperti itu. Hmm… yang mereka kenal dan lihat langsung sekarang adalah, mereka terpecah ke dalam banyak negara. Dipisahkan oleh sekat-sekat nasionalime. Cekcok antara satu dengan yang lainnya hanya karena masalah sepele. Saling mengerahkan kekuatan militer hanya karena meributkan tapal batas teritorial.

Ketika kaum muslimin di belahan bumi lain mengalami kesusahan, tertindas, kaum muslimin yang lain jadi lebih sulit mengulurkan bantuan. Contoh nyatanya, yang sekarang lagi rame adalah, tertindasnya kaum muslimin di Rohingya. Negara mayoritas muslim lainnya jadi nggak bisa mengirimkan tentara mereka untuk membantu. Jika ini dilakukan, pasti negara yang mengirimnya akan dianggap mencampuri terlalu dalam urusan negara lain.

Jadilah muncul anggapan, bahwa persoalan kaum muslimin di sebuah negara, adalah persoalan negara yang bersangkutan. Kaum muslimin yang lain nggak boleh ikut campur. Ini mirip perumpamaan, ketika jempol kaki tersandung batu sampai berdarah-darah, anggota tubuh yang lain hanya menganggap itu urusan kaki.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Itu yang terjadi pada tataran global. Dalam tataran lokal, ternyata ukhuwah islamiyah juga nggak berjalan sebagaimana mestinya. Ibarat pewarna pada sebuah kain, semakin lama, warna itu semakin memudar.

Boleh jadi mulut seorang muslim buncah dengan seruan perkuat ukhuwah islamiyah, tapi dalam tataran praktek, ia malah membanggakan kelompok, organisasi, atau harokahnya saja. Prinsip ukhuwah hanya ia terapkan hanya pada mereka yang seharokah atau sekelompok atau seorganisasi dengannya. Mereka yang tidak seharokah, nggak dirangkul, dijauhi. Bahkan diperlakukan layaknya saingan.

Ada juga yang berbusa-busa, bicara tentang pentingnya persatuan kaum muslimin seluruh dunia. Jangan ragukan isi perkataannya, karena itu memang benar. Tapi lihat kesehariannya. Memang benar bahwa persatuan kaum muslimin seluruh dunia itu penting, namun bagaimana itu bisa terjadi jika ke tetangga muslim sebelah rumah saja nggak akur, meremehkan muslim lain yang dirasa lebih rendah ilmunya, membuka aib muslim lainnya, dan seabrek perbuatan lain yang bukannya memperkuat persatuan, malah mengobrak-abriknya.

Belum lagi potret keseharian dari kaum muslimin saat ini, yang memperlihatkan fakta bahwa satu sama lain di antara mereka sudah nggak sungkan lagi untuk saling menghabisi satu sama lain. Saling menyakiti demi mendapatkan materi.

Contoh kasus paling ramai saat ini adalah kasus bos First Travel yang tega menggunakan uang calon jamaah umrah untuk kepentingan pribadi, sehingga banyak calon jamaah yang batal berangkat umrah ke tanah suci.

Ini sudah tak ada bedanya dengan perumpamaan tangan yang tega nyolokin mata sendiri. Harusnya, seorang muslim akan berpikir seribukali untuk menipu muslim yang lainnya, apalagi dalam hal ini, menyangkut kepentingan ibadah banyak kaum muslimin lainnya. Ini hanya salah satu contoh kasus penipuan muslim terhadap muslim yang lainnya. Kasus yang lain, banyak sekali, baik yang sudah terungkap, maupun yang belum. Ngerinya nih, tren begituan semakin lama malah semakin meningkat jumlahnya. Ini benar-benar menandakan bahwa ukhuwah islamiyah di kalangan kaum muslimin sudah semakin memudar, atau bisa dikatakan hilang.

 

Menganyam kebersamaan

Sobat gaulislam, persaudaraan yang erat itu akan menciptakan persatuan. Dari persatuan yang kokoh, nantinya akan muncul kekuatan lebih besar lagi. Kekuatan inilah yang tentunya akan membuat gentar musuh-musuh Islam. Mereka akan berpikir seribu kali jika hendak menyakiti kaum muslimin. Karena jika mereka berani, semisal menyakiti kaum muslimin di Palestina, maka mereka nggak hanya akan menghadapi kaum muslimin Palestina saja, tetapi juga kemarahan dan gelombang kekuatan dari keum muslimin seluruh dunia yang akan menggilas dan menghancurkan mereka.

Lihatlah sebatang lidi. Manakala ia sendiri, benar, ia memang rapuh dan mudah sekali dipatahkan. Keberadaannya juga kurang dihargai. Namun jika ia bersatu dengan banyak lidi lainnya, ia bahkan bisa digunakan untuk menghilangkan sampah-sampah yang mengganggu di halaman rumah.

Lihatlah pula sebuah batu bata. Manakala dia sendiri, minim sekali manfaat yang bisa ia berikan. Karena sejatinya, ia memang diciptakan tidak untuk sendirian. Tapi manakala ia mau bersatu dengan batu bata lain, dengan semen, dengan pasir, dengan pintu dan jendela, maka, bisa kamu lihat sebuah bangunan yang indah. Bangunan yang nggak hanya meberikan perlindungan, tapi juga ketentraman bagi seluruh penghuninya.

Sekarang, pertanyaannya adalah, apakah semua ini sudah terlambat untuk diperbaiki? Bro en Sis, di dunia ini, sungguh, tak akan pernah ada kata terlambat. Kecuali, bagi mereka yang sudah mati dan ingin mati. Bagi mereka yang hidup, dan ingin hidup, ingin bangkit dari keterpurukan, sungguh, kata terlambat itu nggak akan pernah tertulis dalam kamus kehidupannya. Oya, yang diperlukan sebenarnya simpel, yakni keyakinan dan tindakan, yang berlandaskan pada keimanan dan ilmu serta untaian doa-doa terbaik.

Bagi kamu yang masih remaja, kamu bisa memulainya dengan ikutan dalam keanggotaan dan kegiatan rohis. Kegiatan-kegiatan di dalamnya bisa memberikan kontribusi untuk kemaslahatan remaja di lingkungan sekolah, sekaligus memupuk ikatan ukhuwah islamiyah di dalamnya.

Nah, yang terpenting adalah, meskipun kamu remaja, jangan ragu untuk berpikir ukhuwah islamiyah dalam skala global. Namun, jangan ragu pula untuk mengimbangi itu semua dengan aksi atau perbuatan-perbuatan yang bersinggungan langsung dengan keseharianmu (lokal).

Jangan timpang atau berat sebelah. Berpikir global, namun gagal dalam tataran lokal. Atau sebaliknya, berpikiran lokal saja, namun menolak ide ukhuwah islamiyah global. Boleh juga begini: berpikir global, bertindak lokal. [Farid Ab | Twitter @badiraf]