gaulislam edisi 143/tahun ke-3 (7 Sya’ban 1431 H/ 19 Juli 2010)
Buat new comer seperti kamu alias siswa anyar pasti baru aja bisa bernapas lega setelah ’disambut’ serangkaian acara MOS di sekolah baru. Mudah-mudahan udah nggak ada lagi perploncoan yang keterlaluan. Kalo masih ada praktiknya di sekolah baru kamu, wajib tuh dilaporin ke Disdik di daerahmu. Coz, udah nggak musim yang kayak gitu. Lagian nggak mendidik. Alhamdulillah, saya liat di beberapa sekolah konten acara MOSnya tahun ini mulai terkemas baik dan lebih bermakna. Salah satunya ada sesi training motivasi The Spirit of Soul dari saya dan temen-temen Segi3 Learning Centre, lho (wew, iklan niye). Tema training motivasi yang diangkat pun sama persis dengan judul di atas.
Sobat muda, kalo ngomongin sekolah saya jadi inget film India yang baru saya tonton sekitar dua minggu yang lalu. File filmnya dikasih sama temen yang dia copyin ke USB saya. Saking banyaknya temen yang merekomendasikan buat nonton film ini, akhirnya terpaksa saya tonton (padahal hobi) dan kemudian dapet beberapa pelajaran berharga dari film yang berjudul “3 Idiots” ini.
Btw, kamu udah nonton belum, pren? Kalo belum, hitung-hitung refreshing ba’da MOS saya ceritain deh sedikit. Buat kamu yang ngerasa kakak kelasnya boleh juga kok ikutan baca. Pengen tahu apa pelajaran dari film tersebut? Klik…
All iz well…
“3 Idiots” adalah film yang mengisahkan 3 orang mahasiswa yang kuliah di jurusan teknik dengan motivasi yang berbeda. Adalah Rancho alias Phunshuk Wangdu yang diperankan aktor muda India Aamir Khan (yang sepintas mirip ex-pemeran film Spiderman 1-3) dan kedua temannya, Farhan dan Raju (dibintangi R. Madhavan dan Sharman Joshi), 3 sekawan yang banyak mengajarkan kepada penonton tentang hakikat persahabatan, belajar, dunia pendidikan, cita-cita, pilihan hidup, dan cinta. Tak ketinggalan Kareena Kapoor yang memerankan tokoh Pia, putri rektor, ikut melengkapi jalan ceritanya yang di akhir film ternyata berjodoh dengan Rancho. Prikitiw.
Meski film produksi Vinod Chopra ini sarat nilai, tapi tetap saya punya catatan minus buat film ini. Beberapa bagian memang perlu diedit karena nggak pantas dilakukan sebagai seorang terpelajar. Apalagi kalo kita muslim. Jadi kudu pinter pilah-pilih yang tepat.
Ok. Semua berawal dari Rancho, mahasiswa yang sebenarnya jenius walau kadang kelewat keblinger sampe disangka idiot oleh para dosen dan teman-temannya. Ia adalah sosok manusia pembelajar sejati yang sangat menikmati proses pendidikan yang dilakoninya. Semenjak kecil ia memang sangat bersemangat belajar. Ia bahkan mampu menuntaskan soal-soal kelas 10 saat masih duduk di kelas 6. Kepandaiannya itulah yang mengantarkannya diterima di kampus favorit yang ia cita-citakan sejak dulu. Nggak aneh kalo akhirnya ia selalu jadi peringkat 1 dan setelah lulus kuliah berhasil menjadi ilmuwan besar dengan nama asli Phunshuk Wangdu yang memiliki 400 paten karya ilmiah plus memiliki sekolah keren yang menerapkan teknologi terpadu dalam pembelajaran.
Sementara kedua rekannya, adalah mahasiswa yang terpaksa harus kuliah di jurusan teknik karena tuntutan keluarga. Farhan kuliah disitu karena tuntutan sang ayah yang menginginkannya menjadi seorang insinyur. Padahal ia tidak menyukai bidang itu, dan lebih tertarik pada fotografi. Jadilah ia selama kuliah mendapatkan posisi dan nilai terbawah. Tapi karena keberanian yang diajarkan Rancho, nyaris di akhir studinya, ia memberanikan diri untuk meyakinkan, menyampaikan keinginannya menjadi fotografer wild animal plus berhenti kuliah kepada ayahnya yang sangat berharap ia menjadi insinyur. Keyakinan dan doa restu orangtuanya itulah yang kemudian membawa ia menjadi fotografer handal.
Setali tiga uang, nasib Raju juga nggak jauh beda dengan Farhan. Ia terpaksa kuliah di jurusan teknik karena tuntutan ekonomi keluarga. Ia berasal dari keluarga sangat miskin. Kalo ia berhasil menjadi insinyur, terus bekerja, pasti dapet gaji besar sekaligus bisa ngangkat ekonomi dan martabat keluarga. Itu yang jadi harapan besar orang tuanya. Makanya selama kuliah ia merasa terbebani dan selalu dilanda ketakutan bilamana gagal mewujudkan impian dan harapan dari orang-orang tercinta. Nggak usah tanya gimana prestasi akademisnya. Ya agak lumayan lah dibanding temennya yang tadi. Persis 1 tingkat di atas Farhan. Mereka berdua memang terkenal ’istiqomah’ dalam mempertahankan prestasi dan posisi terbawah selama kuliah. Don’t try this at school ya.
Raju sebenarnya terancam DO gara-gara bikin onar di rumah rektornya dalam keadaan mabuk bersama Rancho dan Farhan, yang mengantarkannya lumpuh sementara setelah loncat dari lantai 3 rektorat. Tapi peristiwa itu ternyata merubah hidup Raju secara drastis. Ia sadar, sembuh kembali normal, menjadi lebih baik dan optimis sehingga berhasil diterima bekerja di sebuah perusahaan besar meski kalo diliat dari nilai akademisnya mustahil terjadi. Lagi-lagi, semua berkat advice Rancho, sahabat sejati mereka.
Sobat muda, menurut saya banyak yang menarik dari sosok Rancho dalam film tersebut. Nilai persahabatan yang diangkat lumayan mantap. Ia pun mengajarkan bahwa kesuksesan diawali oleh motivasi belajar yang luar biasa. Ia begitu mencintai ilmu. Hingga menganggap bahwa belajar lebih dari sekedar kewajiban. Ya, belajar adalah sebuah bentuk pertanggungjawaban hamba kepada Robbnya untuk terus memperbaiki diri dan bermanfaat bagi sekitar tanpa ada batasan ruang dan waktu selama hayat masih dikandung badan. Inilah yang saya istilahkan dengan Unlimited Liability. Kalo di dunia pendidikan dikenal dengan istilah Long Life Education (pendidikan sepanjang hayat). Kesimpulannya hidup adalah belajar, dan belajar untuk hidup. Kesadaran inilah yang sejatinya mutlak ada serta dimiliki oleh setiap kita sebagai manusia pembelajar. Termasuk juga kamu yang baru aja mulai start lagi untuk mengitari ‘sirkuit’ pendidikan sampe nanti kamu jadi orang besar dan dipanggil Yang Mahakuasa. Bukankah kata nabi menuntut ilmu itu dari sejak buaian ibu hingga ke liang lahat?
Rancho juga mengajarkan agar kita kritis terhadap metode dan sistem pendidikan yang berlaku saat ini yang lebih membentuk pelajar menjadi tak ubahnya seperti mesin dan kehilangan kemanusiaannya. Siswa terkesan ’dipaksa’ untuk mengikuti kemauan orang tua dan sekolah tanpa mempedulikan potensi yang dimiliki sebenarnya oleh sang anak. Jadilah produk pendidikan itu seperti robot, cerdas intelektualnya namun tidak berhati. Orientasi pendidikan hanya tertuju pada sesuatu yang bernilai material. Ya, apalagi kalo bukan harta, tahta, dan manusia. Cukup hanya bisa bekerja dengan posisi terpandang dan berkelimpahan kekayaan. Padahal pendidikan itu bukan hanya untuk hidup kita saat ini di dunia, melainkan juga untuk hidup kita yang kedua dan abadi kelak di akhirat. Berarti, ada yang salah dalam kurikulum pendidikannya. Nah, lho.
Yang menarik, Rancho mengajarkan mengenai manajemen konflik kepada kita. Kalimat sugesti yang nyaris mirip mantra dan selalu ia ajarkan kepada banyak orang manakala berhadapan dengan masalah adalah all iz well yang maksudnya semua akan baik-baik saja. Dalam Islam, kita juga telah diajarkan lho. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS al-Baqarah [2]: 286)
Jadi, nggak usah takut menghadapi hidup dan masalah. Karena pada hakikatnya hidup adalah masalah. Dan yang perlu kita syukuri adalah karena masalah itulah kita bisa hidup dengan tegar. Bukankah selama kita tetap berada di jalan yang benar, semua akan baik-baik saja?
Mau dibawa ke mana?
Bukan maksud nulisin judul lagunya Armada yang lagi kamu suka. Kali ini saya agak serius neh. Sebait pertanyaan itu saya ingin sodorkan pada pembaca dan sobat muda sekalian. Kita harus mengakui kalo selama ini tanpa sadar kita udah ngelakuin kesalahan dalam proses pendidikan. Betapa sering kita meniatkan proses belajar hanya untuk keuntungan duniawi saja. Betapa sering kita punya motivasi dalam belajar yang keliru dan kadang untuk mengejar prestise (strata sosial) semata. Dan betapa sering kita belajar dengan tujuan yang nggak jelas juntrungannya. Lalu, hendak dibawa ke manakah diri dan hidup kita?
Niat, motivasi, dan tujuan yang salah sudah pasti akan menghasilkan suatu kesalahan. Begitu pun bila sebaliknya. Hati-hatilah terhadap ketiga hal ini. Karena Nabi Saw. mengingatkan: “Segala sesuatu tergantung dari niat. Dan tiap-tiap orang akan mendapatkan sesuatu dari apa yang diniatkan…” (HR Bukhari dan Muslim)
Idealnya sebagai muslim dalam mengenyam pendidikan selalu bermuara pada ridho Allah semata. Niat, motivasi, dan tujuan belajar hanya untukNya. Di sinilah konsep Islam mengenai iman-ilmu-amal harus kita aplikasikan secara nyata. Seorang bijak pernah berkata, jangan belajar untuk mencapai sukses tapi belajarlah untuk membesarkan jiwa. Ya, sekolah adalah tempat untuk kita dapat menemukan jati diri kemanusiaan agar memiliki jiwa besar dengan keyakinan penuh kepada Allah Rabbul ‘Izzati dengan proses pembelajaran yang bermakna. Lalu kedewasaan pun akan menghampiri kita.
Sekarang saatnya menata diri, hati, dan hari dengan rencana dan aktivitas bermanfaat dan terarah. Nikmati perjalanan pencarian makna hidup kita dengan Islam sebagai guide-nya. Jangan lewatkan setiap momen hidup kita untuk terus dicari plus ditemukan hikmahnya. Dan songsong keberhasilanmu dalam naungan rahmat, berkah, dan ridhoNya selalu. Salam Mumtaz! [anto apriyanto, the spirit of soul | anto.mumtaz@gmail.com]
iyup setuju… kebanyakan mahasiswa/siswa(sebut saja saya) sekarang sudah sering mengesampingkan niat bahwa tujuan mereka sekolah selain untuk menimba ilmu juga mencari ridho allah bukan hanya “kertas” dan “nilai” semata ^^ semoga saya dan anda mendapatkan kesadaran penuh untuk kembali ke kejalanNya.. amiin
aslm.
tadi saya googling, nemuin situs ini.
waktu saya mau buka, eh ada tulisan:
Warning: This site is rated as dangerous.
aneh, pdhl isinya bagus2 kok.
semangat utk terus berbagi ilmu aja deh.
nuwun.