Cewek cerdas, kayaknya saat ini lagi laris manis bak kacang goreng. Ungkapan-ungkapan yang terlontar dan sering terdengar �udah keren, cakep, cerdas lagi’. Dan berbagai ungkapan sejenis. Bahkan dalam ajang yang notabene umbar aurat semisal pemilihan model dan Miss Universe yang sudah berlalu, kategori brain juga dimasukkan sebagai faktor kemenangan. Biar keren gitu loh kelihatannya. Meski pada faktanya juga kecerdasan mereka pada nggak bisa dipertanggungwajabkan. Inget kasus Nadine Chandrawinata kan?
Eh, tapi kenapa juga yang sering cerdas dalam nilai akademis, apalagi lomba-lomba sains dan teknologi, seringnya didominasi para cowok? Apa bener sih cewek itu memang makhluk lemot dan hanya punya fisik sebagai andalan? Hmm… untuk menjawab hal beginian emang nggak mudah sih. Yuk kita bahas satu per satu, yuk.
Cewek cerdas, ada nggak sih?
Baru-baru ini banyak banget diselenggarakan ajang olimpiade sains tingkat nasional dan internasional. Tapi kalo kita amati, sepertinya nama-nama yang muncul mayoritas dari makhluk berjenis cowok. Andhika Putra, Ali Sucipto, Purnawirman, Michael Andrian dan Ario Prabowo. Kemana nih para cewek-ceweknya? Apa iya mitos tentang cewek tuh makhluk kelas dua jadi terbukti hanya gara-gara cowok selalu lebih unggul dari cewek?
Sebetulnya juga nggak gitu-gitu banget kok. Ada juga cewek cerdas seperti Aulia Tirtamarina dan Thina Ardhiana Mewakili ITS ke Pontianak. Mau ngapain? Masa’ mau transmigrasi. Ya nggaklah. Mereka inilah yang akan mengikuti Presentasi Pemikiran Kritis Mahasiswa Tingkat Nasional di Pontianak. Lalu masih banyak nama-nama cewek lainnya yang berada pada deretan perwakilan lomba karya ilmiah semisal Dewi Chasanah dan Linda Puspitasari. Di antara mereka ada juga para muslimah dan berjilbab lagi. Pasti bangga dong.
Kaum Hawa juga punya Ibu Ratna Megawangi (itu lho, istrinya Menkominfo Sofyan Djalil) yang mengantongi gelar doktor dan post doktoral. Lalu ada juga ibu Dr. Ing. Gina Puspita, DEA yang lulusan Ecole National Superieure de I’Euronatique et de; �Espace (ENSAE) Toulouse France. Wanita kelahiran Bogor 8 September 1963 ini pernah menjadi Kepala Departemen Structure Optimization Divisi Riset & Development IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara). Oya, Ibu Gina pernah juga �menggegerkan’ dunia kampus dengan kecerdasannya dan memakai cadar ketika mengajar mahasiswa di ITB.
Bahkan saking nggak umumnya cewek cerdas, di Universitas Stanford, California ada seorang profesor yang ganti jenis kelamin dari perempuan menjadi laki-laki. Nama aslinya Barbara Barres diganti menjadi Ben Barres. Sedari lahir hingga gede, ia memang seorang perempuan tulen. Tapi pengalaman hidup dan diskriminasi membuatnya merasa tak nyaman menjadi perempuan. Apalagi dengan kecerdasannya yang di atas rata-rata.
Ketika masih kuliah, kelasnya dipenuhi makhluk yang berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Ketika ada soal matematika sulit, ia adalah satu-satunya perempuan yang bisa mengerjakan soal itu. Apa tanggapan sang dosen? Si dosen malah mengejek dengan mengatakan soal sulit itu pastilah dikerjakan pacar si mahasiswi.
Lalu di kota Wellington, ada hakim di sana yang sehari-harinya memakai pakaian cewek padahal ia adalah laki-laki tulen. Ia bukan banci, wadam ataupun waria. Ia adalah seorang suami dan bapak dari beberapa anaknya. Bahkan sikapnya ini didukung oleh istri dan anggota keluarga yang lain. Usut punya usut ternyata bapak hakim ini memprotes sistem peradilan Wellington yang tak memberi kesempatan pada kaum perempuan untuk berprestasi utamanya di bidang peradilan.
See, sebetulnya bukannya nggak ada perempuan cerdas itu. Tapi ada sesuatu dan lain hal yang menghalangi perempuan untuk menjadi cerdas. Nah, apakah sesuatu itu?
Kenapa cewek cerdas langka?
Wah… pertanyaan apa pula ini? Pernah nggak sih pertanyaan seperti ini terbersit di benakmu? Kenapa jarang banget kita mendapati cewek cerdas di tengah masyarakat? Umumnya yang muncul selalu laki-laki. Sistem hidup yang mendiskriminasikan perempuan, jawabnya. Lihatlah sistem hidup yang ada saat ini dengan falsafah sekuler plus kapitalis yang katanya membela kesetaraan gender. Lihat pula negara yang mengaku kampium demokrasi alias si congkak Amerika.
Apa yang dilakukan oleh sistem dan negara ini? Ternyata mereka sangat meminggirkan perempuan dengan segenap potensinya. Kamu tahu mengapa ada isu kesetaraan gender? Karena memang pada dasarnya gender perempuan tak pernah benar-benar diakui dan dihormati dalam sistem Kapitalisme-sekularisme itu.
Coba bandingkan dengan Islam yang sudah sejak awal konsepnya laki-laki dan perempuan diperlakukan sama di depan hukum syariat. Bila laki-laki ada kewajiban sholat, puasa, zakat hingga menunaikan ibadah haji, maka perempuan mempunyai kewajiban yang sama pula. Bila laki-laki wajib untuk menuntut ilmu, berdakwah dan berjihad, maka perempuan mempunyai hak yang sama pula.
Karena syariat Islam berasal dari yang menciptakan manusia, Ia pula yang tahu ukurannya. Sehingga Ia pula yang berhak membuat hukumNya. Meski laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban sama, tapi nggak semuanya dipukul rata agar sama semua.
Contoh sederhana adalah jatah untuk kamu dan temanmu. Kamu yang biasanya makan cukup sepiring diberi jatah dua piring hanya gara-gara kepingin sama porsinya dengan temanmu yang olahragawan, misalnya. Atau temanmu yang biasanya jatah makan dua piring cuma diberi satu piring karena biar sama dengan dirimu. Apakah ini bisa dibilang adil?
Sama juga dengan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam Islam. Adil adalah ketika porsi masing-masing diberikan secara tepat guna. Perempuan cerdas itu tidak diukur dari seberapa tinggi nilai IP-nya. Tapi perempuan cerdas adalah perempuan yang mampu menyelesaikan seluruh permasalahan dalam hidupnya dengan satu tolok ukur tertentu yang bertanggung jawab.
Apakah itu? Hukum syara’. Karena seperti kata Om Daniel Goleman bahwa kecerdasan otak saja tidak akan membawa seseorang kepada kesuksesan. Harus ada cerdas secara emosi. Bahkan akhir-akhir ini muncul istilah kecerdasan secara spiritual. Kenapa harus dibagi-bagi seperti itu? Kenapa tidak kita pilih saja kecerdasan yang memberi paket all in dalam satu kemasan?
Tapi, cerdas seperti apa sih yang emang top banget? Soalnya kalo cuma cerdas sebatas nilai kimia, matematika dan fisika hampir sempurna, itu mah udah biasa. Yang nggak biasa adalah yang cerdas tapi sesuai syariat. Emang ada? Makanya terus baca aja tulisan ini yee. Jangan bengong aja. Hehehe…
Cerdas sesuai syariat
Cerdas sesuai syariat adalah seseorang yang dengan kecerdasannya akan semakin menambah keimanannya pada Allah Swt. Bukan sebaliknya. Banyak juga kok pemuda-pemudi muslim yang karena kecerdasannya sampe dikirim ke luar negeri. Di sana mereka menuntut ilmu dan diharapkan sekembalinya ke Indonesia menjadi sarjana yang bisa mengaplikasikan ilmunya. Lebih luas lagi, mereka diharapkan memberi kontribusi bagi kemjuan umat ini. Tapi apa yang terjadi?
Dengan bertambahnya ilmu dan gelar yang dimilikinya, bukannya semakin menambah baik iman dan amalnya,eh mereka malah menjadi antek-antek Barat untuk menghancurkan Islam dari dalam. Ketika berangkat ke negeri Barat, mereka adalah seseorang yang meyakini bahwa Allah adalah al-Khaliq dan al-Mudabbir, pencipta dan pengatur.
Keimanan dan keyakinannya tentang betapa lemahnya manusia tanpa aturan dariNya begitu membubung. Sehingga dia rindu dunia ini diatur dengan aturan dari Yang Maha Pengatur. Tapi, apa yang terjadi ketika ia ada di negeri Barat dan bersentuhan dengan ide-ide Barat? Makmur dan sejahteranya negeri-negeri Barat telah menyilaukannya. Karena silau, ia malu dengan kondisi negerinya dan mayoritas umat Islam yang dianggapnya masih terbelakang dan bodoh.
Sehingga ide-ide rusak semacam demokrasi, kesetaraan gender dan feminisme, hingga ke tataran gaya hidup dengan pola permisif dan hedonis dianutnya. Ia menganggap bahwa ide-ide itulah yang telah membuat dunia Barat maju. Sehingga bila kaum Muslimin ingin maju, maka ide-ide itulah yang seharusnya diambil. Waduh. Parah tenan iki.
Bila cerdas seperti ini yang dimaksudkan, sungguh ini adalah cerdas yang sangat tidak mencerdaskan. Bahkan cerdas yang kampungan. Cerdas yangmerusak alias destruktif. Karena ternyata cerdasnya cuma dalam tataran angka di atas kertas yang bernama IP, tapi secara nyata ia merusak pemahaman dan akidah umat dengan ide-ide kufurnya.
Padahal cerdas yang sesuangguhnya adalah cerdas yang sesuai syariat. Cerdas ketika ilmu yang didapatnya semakin manambah kecintaan ia pada Allah dan berjuang menegakkan kalimatNya. Cerdas ketika beasiswa yang didapat digunakannya dengan sebaik-sebaiknya kemakmuran umat.
Beasiswa? Jangan salah. Istilah ini pun sebetulnya masih rancu. Bagaimana mungkin disebut beasiswa ketika uang yang diterimanya untuk membiayai kuliah adalah uang yang didapat para sponsor semisal bank dunia dari merampok harta kaum Muslimin. Jadi, sudah sewajarnyalah kalo harta itu memang kembali lagi pada yang empunya.
Back to cerdas. Kecerdasan dalam Islam melingkupi semuanya. Ketika kita melihat alam semesta dan berfikir tentang penciptaannya, pastilah akan muncul sebuah stimulus dalam serat otak kita untuk mencari jawabannya secara ilmiah. Tidak berhenti sampai di situ saja. Pengamatan terhadap alam semesta dan alam sekitar membuat kita semakin yakin akan keberadaan dan kemahabesaran Allah, sang pencipta sekaligus pengaturnya. Iman—bagi sebagian kalangan dimasukkan kepada kecerdasan spiritual—kita akan semakin cerdas.
Iman bukan hanya sekadar diyakini tapi juga ada amal nyata dalam kehidupan sehai-hari. Karena sudah dibekali kecerdasan spiritual yang oke, maka dalam bermuamalah dan berhubungan dengan orang-orang juga pasti terlahir sikap dan perilaku yang cerdas. Inilah yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan ini berlaku untuk semua, baik laki-laki dan perempuan yang beriman.
Hanya saja karena mereka ini memang berjenis kelamin yang berbeda, maka porsi yang diberikan Allah juga berbeda. Kecerdasan yang dimiliki kaum perempuan lebih maksimal digunakan dalam ranah rumah tangga. Karena itulah ia dibekali kemampuan alami untuk melahirkan, menyusui dan sebagai pendidik utama anak-anak usia dini. Bukan karena bias gender dan diskriminasi semua ini diatur, tapi demi saling melengkapi dan untuk kesejahteraan bersama.
Dengan karakter laki-laki yang umumnya seperti kita tahu gagah dan perkasa, bayangkan bila ia yang diberi kemampuan untuk melahirkan dan menyusui bayi mungil yang masih lemah dan lembut itu. Maha Besar Allah Yang Maha Tahu bahwa tugas ini memang spesialisasinya perempuan yang difitrahkan dengan sifat-sifat kelembutan dan keibuan.
Seperti inilah seharusnya cewek itu, cerdas yang multifungsi. Ya cerdas otaknya, cerdas emosionalnya dan yang pasti cerdas juga spiritualnya. Jangan sampe terjadi sebaliknya. Apalagi salah kaprah. Apa gunanya cerdas secara IQ tapi lupa pada yang memberi kecerdasan itu sendiri? Apa gunanya punya gelar berderet tapi ternyata kufur nikmat?
Ah, ternyata itu semua memang tak ada gunanya bila kecerdasan yang ada ternyata tak mampu untuk mengenal Rabbnya. Jadi, kamu jangan mau jadi cerdas yang bablas alias nggak tahu diri. Cerdas itu kudu taat syariat. So, cewek cerdas? Kudu lagi! Apakah ada di antara kamu? Semoga semuanya cerdas.[ria]
(Buletin STUDIA – Edisi 306/Tahun ke-7/14 Agustus 2006)
assalamu’alaikum
gini lho mas abu…
aq seorang mahasiswi di malang. aq kmrn membaca buku yg isinya ttg kecerdasan, g dijelasin secara spesial sih tp pd intinya penulisnya menyatakan bahwa org2 yg cerdas itu sebenarnya hidup dlm perkucilan. org2 yg bnr2 cerdas umumnya kurang pergaulan dan sulit buat dipahami orang lain. aq jd bertanya2, apa mang gt?
berarti org g bisa disebut cerdas klo punya l\ruang lingkup pergaulan yg luas coz mereka lebih mudah dipahami ma org2 sekitarnya yg notabene jg g cerdas2 amat?
terima kasih atas jawabannya.wassalamu’alaikum..