Sunday, 24 November 2024, 14:09

gaulislam edisi 557/tahun ke-11 (11 Syawal 1439 H/ 25 Juni 2018)

 

Sejak malam takbiran kemarin resmi dimulai gelaran syahrul kuroh alias bulan bola di ajang FIFA World Cup 2018 Rusia. Piala Dunia ajang bal-balan (Kurotul Qodami) ini digelar 14 Juni – 15 Juli 2018. Sebulan penuh, Bro en Sis. Ajang pertandingan sepakbola kelas dunia tiap empat tahun sekali itu, tahun ini pas banget digelar setelah kaum muslimin menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Artinya, syahrul shiyam dilanjut syahrul kuroh. Hmm..

Bagi kamu yang doyan nonton sepakbola, pastinya jadi hiburan dong, ya. Pas banget pembukaan ajang ini sekaligus pertandingan pertama, waktunya di sini malam takbiran. Jadinya, ya begadang deh. Tapi sambil takbiran nggak ya? Opps…

Sobat gaulislam, saat tulisan ini dibuat lalu diterbitkan, sudah 32 pertandingan digelar (dari total 64 pertandingan hingga babak final). Sebagian timnas ada yang sudah ngepak koper untuk pulang kampung. Di antaranya Arab Saudi (kalah dari Rusia 5 gol tanpa balas dan kalah dari Uruguay, 1 gol tanpa balas), sehingga di pertandingan ketiga (terakhir) fase penyisihan grup saat melawan Mesir, sudah tidak menentukan lagi. Begitu pula dengan Mesir, harus puas menelan kekalahan dari Uruguay 1-0 dan dari Rusia 3-1. Ini di Grup A.

Di Grup B, saat tulisan ini diterbitkan, yang sudah memastikan pulang kampung lebih awal adalah Maroko. Dua kekalahan dari Iran dan Portugal masing-masing 1-0, sudah tak lagi mengubah nasibnya di pertandingan terakhir fase penyisihan grup melawan Spanyol. Mungkin berharap menang saja, supaya nggak malu-maluin banget kalah melulu.

Setelah melewati babak penyisihan grup, 2 timnas posisi teratas di masing-masing grup berhak melaju ke babak 16 besar. Mereka akan beradu di petandingan ‘hidup-mati’. Kalah berarti pulang. Nantinya, 8 timnas yang mengalahkan 8 timnas lainnya lanjut ke babak 8 besar. Ini pun berlaku aturan menang lanjut, kalah pulang. Sehingga terperas jadi 4 timnas saja. Keempat timnas yang berlaga di semifinal ini, 2 timnas yang kalah akan saling berhadapan untuk mendapatkan posisi ketiga dan keempat. Dua timnas yang menang saat semifinal akan berlaga di final memperebutkan duit 38 juta Dolar AS atau sekira 532 miliar rupiah (dengan kurs 1 Dolar AS, Rp 14.000). Gede juga ya?

Ya, semua tim yang ikut gelaran ini dapet duit juga, tapi tentu beda-beda jumlahnya. Nanti di akhir turnamen diurut dari 1-32. Masing-masing dapat uang. Sebagai gambaran, yang kalah saja di  fase penyisihan grup, berarti urutan 17-32 masing-masing timnas dapet jatah duit 8 juta Dolar AS, atau sekira 112 miliar rupiah. Lumayan, kan? Hehe… ijo aja matanya kalo urusan fulus mah.

Itu baru dari segi duit. Belum lagi urusan pribadi para pemainnya. Berlaga di World Cup, adalah impian banyak pemain sepakbola untuk meningkatkan popularitas yang berdampak pada karirnya. Siapa tahu, aksi di lapangan hijau bersama timnas bisa menarik minat bos-bos klub top dan kaya dunia untuk merekrut jadi pemain klubnya.

Nama-nama beken macam Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Romelu Lukaku, Harry Kane, Sergio Aguero, Diego Costa, Neymar, Luca Modric, Mohamed Salah, dan nama beken lainnya ikut meramaikan ajang ini. Bagi yang udah dikenal sebagai pemain top dunia, tentu bayarannya meningkat. Bagi yang baru dikenal, setidaknya bayarannya sedikit naek level juga. Urusannya, kembali soal duit sih. Hehe…

Duit yang digelontorkan sebagai hadiah saja mencapai 400 juta Dolar AS atau sekira 5,2 triliun rupiah. Belum lagi perputaran uang di Rusia sebagai tuan rumah. Hotel, transportasi, tiket pertandingan, sektor pariwisata dan sejenisnya selama gelaran akan menggeliatkan perekonian negeri Beruang Merah. Eh, belum lagi yang gokil juga ikut menghamburkan duitnya untuk judi (taruhan) di setiap pertandingan yang digelar. Ini sih ada di setiap negara tuh. Tentu saja yang nonton dan hobi judi. Waduh!

 

Gila bola, lupa diri

Sobat gaulislam, kalo dipikir-pikir, benar juga bahwa sepakbola adalah cabang olahraga yang paling populer di dunia. Digemari banyak masyarakat dunia. Terbukti, pada event empat tahunan ini, miliaran pasang mata penggila bola di seluruh dunia, tertuju pada satu titik: Rusia. Ya, menikmati pertandingannya. Meski dari 195 negara berdaulat (sovereign states) menurut versi PBB, hanya 32 yang bertanding di ajang Piala Dunia, tapi gaungnya di seantero dunia, sampai hampir semua orang ngobrolin soal bola. Bahkan konon warga Cina membanjiri Rusia dan menghamburkan 6 triliun rupiah lebih, padahal negaranya tak masuk dalam 32 negara peserta Piala Dunia. Wow!

Gila bola ini sebenarnya sekadar istilah saja untuk menggambarkan para penyuka dan pencinta pertandingan sepakbola yang benar-benar kebangetan kecintaannya. Beneran. Sampai-sampai lupa diri juga. Mampu begadang untuk mantengin setiap pertandingan yang digelar. Bukan hanya di ajang ini, tapi semua pertandigan sepakbola.

Bro en Sis, saya kadang berpikir begini. Saya sendiri boleh dibilang menyukai nonton pertandingan sepakbola. Tapi alhamdulillah nggak sampe pol. Sekadarnya saja. Apalagi di rumah nggak ada tivi. Kalo pengen tahu perkembangan ya tinggal klik youtube, lihat highlights-nya doang. Baca berita utamanya. Selesai. Seperti sekarang ini, sekadar bahan penulisan.

So, semoga kita nggak totalitas jadi penggila bola. Seperlunya saja sekadar hiburan. Jangan sampai lupa diri atau malah melupakan urusan penting lainnya. Apalagi urusan kaum muslimin secara umum. Baik saudara kita, teman kita, maupun kaum muslimin di seluruh dunia. Nggak banget kalo sampe kita melupakan hidup kita sendiri dan hanya fokus pada pemuasan kegilaan kita seputar sepakbola. Ih, parah itu mah.

 

Rusia dan Suriah

Ada banyak pihak yang komen kalo urusan sepakbola ya sepakbola aja, jangan disangkut-pautkan dengan urusan politik. Di satu sisi ada benernya juga, sih. Tapi di sisi lain, ternyata politik bisa masuk ke dunia olahraga, atau sebaliknya olahraga juga bisa mempengaruhi urusan politik. Nah, lho!

Jadi gini, peran Rusia di Suriah cukup besar, lho, Vladimir Putin sebagai presiden Rusia ikut membantu Bashar Asad, pemimpin Suriah dalam pembantaian kaum muslimin di Suriah. Sampai sekarang, lho. Rusia memberikan bantuan militer dengan persenjataan tercanggih dan bantuan keuangan. Tentu, ada udang di balik bakwan, Rusia ingin menancapkan pengaruhnya di Timur Tengah. Suriah juga merupakan sekutu lama Rusia. Terutama sejak Perang Dingin ketika Soviet menentang Barat. Rusia mengirimkan bantuan keuangan untuk membangun Suriah dan membangun pangkalan militernya di Suriah.

Rusia itu habis-habisan di Suriah, yang sampai sekarang belum juga usai tuh perang. Disitat alias dikutip dari tirto.id, data sampai akhir tahun 2016 saja, Rusia sudah mengeluarkan banyak duit atas keterlibatannya di Suriah. Serangan udara yang gencar dilakukan Moskow menelan biaya cukup besar. Lembaga analisa dan riset militer, IHS Jane, memperkirakan pengeluaran Kremlin untuk menyokong Assad selama enam bulan terakhir berkisar $2 miliar, dengan estimasi biaya per bulan mencapai $80 juta sampai $120 juta.

Angka-angka ini mencakup biaya serangan bom, pasokan distribusi, pembangunan infrastruktur pangkalan udara, personel darat, termasuk biaya salvo dari rudal jelajah yang ditembakkan dari laut Mediterania.

Untuk membasmi kelompok oposisi dan ISIS, Putin mengerahkan 73 jet tempur pembom tipe Tupolev dan Sukhoi, serta 20 helikopter tempur tipe Mi-series. IHS melansir, biaya mengudara armada tempur ini berkisar $12 ribu per jam untuk pesawat dan $3.000 per jam untuk helikopter.

Tempo pemboman dengan armada ini di langit berkisar 90 menit per hari bagi pesawat dan 60 menit per hari bagi helikopter. Setiap hari, Moskow menghabiskan sekitar $710 ribu agar armada udara ini bisa menggelar operasi militer di Suriah. Angka itu belum termasuk biaya peluru, rudal, serta bom yang bisa mencapai $750 ribu per hari.

Untuk menerbangkan 4.000 personel militer ke Suriah, Rusia membutuhkan dana sekitar $440.000 per hari. Untuk biaya operasional bagi armada laut yang berjaga di Laut Mediterania dan Kaspia, Rusia mengeluarkan kocek sekitar $200.000. Biaya untuk logistik, intelejen, dan komunikasi mencapai $250 ribu. Jika ditotal, pengeluaran harian Rusia di Suriah mencapai $2,4 juta.

Menurut Ben Moores, analis senior di IHS, angka ini baru estimasi kasar. Biaya riil yang dikeluarkan Moskow per hari bisa mencapai dua kali lipat hingga $4,8 juta. Angka ini tak berbeda jauh dari pengakuan pejabat pertahanan Rusia pada The Moscow Times. Pejabat ini mengaku uang dari Kremlin untuk melindungi Damaskus mencapai $4 juta per hari (atau sekira 56 miliar rupiah). Nah, kali setahun aja udah berapa. Besar banget, kan?

Tapi, sampai hari ini Suriah tetap membara dan kaum muslimin tak bisa dikalahkan. Biarlah, Rusia habis-habisan di Suriah, yang mungkin saja akan menjadi kuburan kedua bagi mereka setelah kalah di Afghanistan, semasa masih bernama Soviet, dulu.

 

Nasib kaum muslimin

Sobat gaulislam, kalo ngomongin soal nasib kaum muslimin, tentu saja bisa banyak banget. Selain kaum muslimin di daerah konflik seperti Suriah, Afghanistan, Rohingya, Palestina, dan masih banyak lagi, juga kaum muslimin di negeri kita yang nggak ada konflik militer dan penjajahan dari negara lain. Tapi, nasibnya juga tak kalah menderita. Termasuk perlu prihatin kepada kaum muslimin yang tak peduli atas nasib saudaranya di belahan dunia lain.

Nah, adanya gelaran World Cup, kian menjauhkan kepedulian mereka kepada saudaranya, terutama yang sedang dilanda konflik, wabilkhusus yang di dalamnya melibatkan Rusia, seperti di Suriah. Coba, gimana rasanya. Kita asyik menonton sepakbola di Piala Dunia yang digelar di Rusia, sementara Rusia itu adalah negara yang membantu Bashar Assad membantai kaum muslimin di Suriah. Duh, ngenes banget. Nyadar nggak sih?

Apa yang harus kita lakukan? Tak mudah menjawab pertanyaan dari seruan untuk menyelamatkan kaum muslimin di Suriah dan negeri lainnya ini. Tapi, kita (seharusnya) punya argumen begini. Untuk menyelamatkan saudara muslim di Suriah dan negeri Islam lainnya, menurut saya ada beberapa langkah yang berpeluang bisa dicoba.

Pertama, membuat opini umum, bahwa masalah Suriah adalah masalah kaum muslimin seluruh dunia. Kedua, menyeru kepada penguasa-penguasa kaum muslimin untuk menanggalkan sistem kapitalisme yang selama ini telah membuat sengsara miliaran umat manusia di muka bumi ini–dengan ‘akidahnya’ sekularisme telah mencabut kemuliaan umat Islam menjadi sekuler alias memisahkan agama dari kehidupan dan sejatinya jadi cuek.

Ketiga, kita bisa mendorong kaum muslimin di seluruh dunia, khususnya dunia Arab, untuk meminta pemerintah setempat mengirimkan bala tentaranya untuk ‘menjinakkan’ Bashar al-Assad dan sekutunya yang membantu pembantaian kaum muslimin di sana, juga memberi pertolongan muslim di negeri konflik lainnya. Firman Allah Ta’ala, “(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan” (QS al-Anfâl [8]: 72)

Keempat, kita kampanyekan dan perjuangkan untuk tegaknya kembali Daulah Khilafah Islamiyah. Negara yang akan menerapkan Islam sebagai ideologi dan memberikan rasa aman kepada kaum muslimin, sekaligus menjadi andalan untuk melawan kekuatan negara-negara yang berseberangan secara ideologi. Tidak seperti sekarang, kita terkotak-kotak dalam negeri-negeri kecil tanpa kekuatan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Perumpamaan kaum mukmin dalam hal kasih sayang, cinta kasih dan pembelaannya bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya merasa sakit (menderita), maka (hal itu) akan menjalar ke anggota-anggota tubuh lainnya dengan rasa demam dan panas.” (HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam telah mencatat di dalam “Piagam Madinah” sifat kaum muslimin seperti itu: Sesungguhnya mereka adalah satu ummat, bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia lainnya.… Sesungguhnya kaum Mukmin itu, sebagian mereka merupakan penolong bagi sebagian yang lain; bebas dari pengaruh dan kekuasaan manusia lain. Sesungguhnya damainya kaum Mukmin adalah satu, tidak diperkenankan segolongan kaum Mukmin membuat perdamaian tanpa Mukmin yang lain dalam perang fi sabilillah.

Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (QS al-Hujurât [49]: 10)

Jadi, kita bersaudara, kawan. Nah, namanya juga saudara, berarti kita harus rela berkorban untuk saudara kita yang lain. Ya, ibarat satu tubuh itu, lukamu, lukaku. Bahagiamu, adalah bahagiaku juga. Kita selalu kompakan. Inget-inget ya.

Nah, kalo udah kayak gini, masihkah kita ikut larut dalam euforia World Cup 2018 di Rusia? Mewek tim kesayangannya nggak lolos di babak penyisihan grup atau lebay dengan bikin status melow karena tim favoritnya di gelaran Piala Dunia harus nelan kekalahan. Sementara, karena nggak ngeh dengan berita atau karena nggak mau tahu soal berita perkembangan kaum muslimin di Suriah dan di negeri lainnya yang dilanda konflik akhirnya kita adem ayem aja. Nggak mewek atau marah, karena memang nggak peduli. Idih, nggak banget deh.

Sobat gaulislam, jika kita nggak peduli dengan nasib kaum muslimin, apalagi dibarengi dengan fokusnya kita terhadap setiap pertandingan di Piala Dunia kali ini, berarti kita juga bagian dari masalah itu. Bagian dari nasib kaum muslimin yang juga harus disadarkan. Menyedihkan.

Ayo, sadar diri, ya! Lalu? Belajar, berdakwah, dan berjuang untuk membela kaum muslimin agar mau hidup mulia bersama Islam. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]