Sunday, 24 November 2024, 05:14

Ringkasan episode lalu:

Peluncuran satelit YHVH EYE sukses. Namun muncul kekhawatiran bila fungsi satelit tercanggih itu disalahgunakan untuk kepentingan Amerika dan Yahudi. Pada kesempatan lain, pasangan ilmuwan Wijaya dan Dewi akan melangsungkan pernikahan. Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti di edisi ini. Makin seru!

Professor John Owen, Jenderal Clark, dan Mr. Adam Smith berkumpul di Meeting Room rahasia laboratorium NASA. Mereka membahas rencana busuk dan jahat mereka terhadap kaum muslimin, memanfaatkan kecanggihan satelit YHVH EYE.

“Mr. Smith dan Profesor Owen, sebagaimana tujuan kita bersama, kita ingin meguasai dunia di bawah bendera David Star. Malam hari ini saya membawa misi dan amanat dari bos kita di USA dan Israel, yaitu menyusun masalah teknik pengalih-fungsian satelit YHVH EYE. Program ini merupakan satu di antara banyak program kita yang lain. Kita memahami bahwa upaya mudah menguasai musuh kita saat ini dengan memberi mereka hal-hal kenikmatan yang paling dekat dengan mereka. Kekayaan harta dalam segala bentuknya, kepuasaan wanita dalam segala bentuknya dan kekuasaan dalam segala bentuknya. Masih ingat kalian dengan deklarasi itu? Upaya penguasaan semua itu sekarang sudah di tangan, tinggal dimainkan.” Papar Jenderal Clark.

“Mr Smith, saya tahu kompetensi Anda. Mr. Smith, Anda seorang jenius dalam masalah Anda. Kemampuan menghimpun dana dalam waktu singkat, lobi pengusaha internasional tak diragukan lagi. Begitupun Anda Mr. Owen kecerdasan Anda luar biasa, otak Anda jauh melampaui galaksi ini. Ini terbukti dengan berhasilnya proyek Anda.” Lanjut Jenderal Clark.

“Baiklah. Saya harapkan laporan saudara-saudara mengenai proyek kita. Silahkan Mr. Smith!”

“Jenderal Clark dan Prof. Owen, saat ini tugas saya telah nyaris sempurna. Lobi saya dengan pengusaha-pengusaha kelas dunia telah lolos. Mereka setuju memberikan uang mereka sebanyak yang kita perlukan, dengan imbalan informasi yang kita berikan pada mereka. Hampir seluruh perusahaan pertambangan emas, radioaktif, perak dan sejenisnya, minyak dan gas di dunia. Semua sepakat akan memberikan dananya sebagian untuk program kita. Begitupun perusahaan telekomunikasi besar di bumi ini, perusahaan IT, elektronik dan lain-lain, pokoknya siap. Uang tak masalah. Bahkan pengusaha senjata pun telah siap membantu. Para pialang saham siap memainkan perannya. Rekan-rekan ekonom kita, sudah siap dengan sederatan kertas di mejanya. Masalah dana berapapun Anda butuh kami bisa berikan. Saya rasa cukup…. Jenderal,” dengan cerutu di mulutnya dihisapnya dalam oleh Mr. Smith.

“Sekarang giliran Anda Mr. Owen. Silahkan!” pinta Jenderal Clark.

“Hmm… saya sangat bangga dengan operasi kita kali ini. Semoga dunia menjadi milik kita bersama. Program saya 99,99 % sudah beres. Sistem kontrol satelit sudah dapat dialihkan ke pusat NASA. Link kita kepada Pentagon dan Mossad sudah tersambung tinggal dimainkan saja. Presisi dan kelengkapan data-data? teroris sudah kita dapatkan tinggal pencet tombol wajah mereka akan nampak. Peta kekuatan musuh sudah kita susun rapi. Anda bisa lihat sendiri di sini Jenderal Clark dan Mr. Smith,” papar Professor Owen berjas putih menjelaskan programnya dengan bangga.

“Ehm, tapi tinggal? 0,01 % masalahnya? Jenderal” keningnya Profesor Owen berkerut.

“Apa itu?”

“Professor Abdussalam dan kedua muridnya yang brengsek itu. Wijaya si kambing sipit, Dewi si manusia Ninja, dan juga istri Abdussalam. Mereka kelihatannya harus dihabisi. Jika tidak, mereka akan merintangi usaha kita,” Profesor Owen mengungkapkan kegelisahannya.

“Hmm.. Oke kalau begitu. Masalah si Salam dan kedua cecunguknya aku saja yang urus. Dan tentunya sedikit minta bantuan Anda Professor Owen,” Jenderal Clark menutup pembicaraan.

——-

Di kediaman Professor Abdussalam

Professor merapikan pakaiannya bersama dengan istri tercintanya dan memasukkan kedalam kopernya. Seraya membereskan keperluannya yang lain ia menimang-nimang sebuah hadiah mirip ponsel sebagai hadiah buat “anak kesayangannya”. Setelah selesai berbenah, dilihatnya jam dinding sudah menujukkan pukul 01:00 waktu Amerika. Professor Abdussalam menyapa istrinya, Wardah.

“Sudah selesai berbenahnya, dik? Sudah tengah malam.”

“Ya, tunggu sebentar. Sedikit lagi, Mas!” istrinya menjawab dari balik almari besar.

“Kalau sudah selesai, Mas tunggu di ruang sholat kita sama-sama tahajud kepada Allah” Prof Abdussalam mengingatkan istrinya sebagaimana kebiasaannya sejak Allah memberikan hidayah kepada mereka berdua. Segera saja beliau mengambil wudhu. Wardah sang istri segera menyusul kekasih setianya, untuk bersama membagi cintanya pada sang penguasa jagat semesta, penguasa di atas penguasa, Allah Swt.

Mereka beriringan menuju ruang khusus di belakang rumah indah itu. Khusus untuk menghadap rabb-nya. Heningnya malam diiringi dinginnya hembusan angin malam, membuat mereka sedikit menggigil menembus tulang-tulang mereka yang mulai mengurai. Bagi mereka semua itu kenikmatan. Tuhannya pasti memberi yang terbaik bagi hamba-Nya itulah yang mereka rasakan.

“Allahu Akbar” tarikan nafasnya sudah terasa berat keluar dari pria berambut putih itu, mengawali sholatnya.

Tahap demi tahap rangkaian sholat yang indah mereka jalani secara khusyu. Setan-setan yang sudah ?ngantuk’ berat terusik oleh bacaan kalimatullah yang keluar dari mulut manusia tua. Boro-boro setan mau menggoda mereka, justru mereka ?digoda’ oleh orang tua shaleh itu. Mereka jadi begadang semalam suntuk, nyaris membuat setan jadi cacing kering. Ucapan salam mengakhiri tahajud mereka. Doa-doa suci keluar dari mulut lelaki tua yang bijaksana itu.

“Ya Allah, berilah kekuatan kepada hamba-Mu ini agar tetap bisa terus beribadah kepada-Mu. Berikan juga kekuatan itu kepada kaum muslimin di seluruh lapisan planet ini. Jangan Engkau berikan kekuatan ini pada orang-orang yang memusuhi kami ya Allah. Kami yakin ya Allah atas janji-Mu, maka berikanlah kami kekuatan agar dapat melaksanakan dan mewujudkan janji-Mu itu. Kami yakin Engkau selalu di sisi kami. Bersama barisan kami. Tunjukkan yang benar itu benar dan yang batil itu batil. Khusus untuk nikmat-Mu yang satu ini, kami yakin telah Engkau berikan melalui “anak asuh” kami, jalan-Mu merupakan jalan terbaik buat kami, itu sudah pasti. Lindungilah “anak asuh” kami, agar mereka dapat melanjutkan perjuangan umat-Mu yang beriman. Berilah kebahagian akhirat buat mereka. Kami yakin Engkau mendengarkan doa ini ya Allah, jauh melebihi kecanggihan satelit itu…ya Allah. Amin” Malam itu mereka habiskan dengan bermunajat pada Allah.

Semburat matahari pagi merah merekah. Pasangan tua itu bergegas menuju mobil yang telah siap di depan garasi. Supir pribadi yang sudah siap lalu membukakan pintu mobilnya. Sejurus kemudian, mobil BMW model lama dengan teknologi komunikasi terbaru, meluncur menelusuri jalan bebas hambatan menuju bandara J.F. Kennedy.

Setelah hampir mendekati pintu tol, Professor Abdussalam merasa ada yang tertinggal. Rupanya ia lupa membawa hadiah yang akan diberikan kepada Wijaya dan Dewi. Niatnya untuk kembali, terhalangi oleh jam penerbangannya, terpaksa ia lupakan hadiah itu. Mendekati 300 meter dari pintu tol, terjadi keanehan pada sistem kendali mobil BMW itu. Mobil yang dirancang tim NASA itu memiliki sistem yang dapat dikendalikan langsung oleh satelit YHVH EYE. Professor Abdussalam mencoba mengambil-alih kemudi dan mengunci sistem otomatisnya. Namun gagal. Mobil melaju semakin cepat. BMW canggih dan penumpangnya itu kehilangan kendali. Dan… BRAAAAK…BUUUUUUUMM. Mobil itu kemudian menabrak pintu keluar tol dan hancur beserta penumpangnya.

——-

Juli 2008, Depok- Indonesia

Acara pernikahan pun dimulai. Diselenggarakan di sebuah aula masjid di kawasan Depok, tak jauh dari kediaman orang tua Dewi. Para undangan dan kerabat kedua mempelai hadir dalam acara itu. Hanya saja ada yang kurang saat itu bagi keduanya. Yakni belum hadirnya kedua “orang tua asuh” mereka, Profesor Abdussalam dan istrinya.

Dewi berbisik kepada Wijaya ” Mas, kemana ustadz Abdussalam dan istrinya ya? Kok belum hadir?” Dewi tak bisa menyembunyikan kecemasannya.

“Mas juga kurang tahu ya dik. Kemarin malam beliau menelepon insya Allah akan hadir dalam acara kita” jawab Jaya setengah bertanya.

” Alamatnya? mereka tahu nggak ya mas?”

“Ya jelas dong mereka kan pakarnya. Wong Mas telepon pake telepon umum aja beliau tahu nama wartel dan letaknya secara lengkap tanpa mas kasih tahu”.

“Sudahlah dik, kita tunggu beliau sambil acara ini kita lalui” Wijaya coba menenangkan istrinya.

“Baiklah Mas, aku juga nggak tahan nih, hmm…” Dewi tersenyum manis dan bahagia.

“Hee, genit kamu ihh “.

Acara resepsi itu cukup meriah juga. Di tengah berlangsungnya acara, telepon seluler milik Wijaya berbunyi.

“Hallo… Di sini Professor Owen dari markas NASA. Mr. Wijaya kabar buruk bagi Anda. Profesor Abdussalam dan Istrinya tewas kecelakaan dalam perjalanan menuju bandara.”

“Hallo Professor Owen, bagaimana hal itu bisa terjadi?” Tanya Wijaya penuh curiga. Sekali lagi firasatnya membaca ada tangan lain turut campur dalam masalah takdir ini.

“Kami belum tahu persis masalahnya. Tetapi akan segera kita klarifikasi dan telusuri? peristiwa ini. Baik itu saja dari saya Mr. Wijaya. Selamat berbahagia atas pernikahan Anda”

Kabar itu bagaikan telinga kemasukkan semut. Jantungnya turut bergetar kencang bercampur haru namun tak mau diam. Belum saja nafasnya tenang, Dewi segera bertanya.

“Ada apa Mas Wi..? Kok kelihatannya serius sekali”

“Ustadz dan istrinya meninggal dunia. Kecelakaan mobil” Jawab Wijaya dengan singkat sambil matanya berkaca-kaca.

Wajah keduanya tertunduk layu, bagaikan daun putri malu tertiup angin.

Segera saja, setelah resepsi pernikahan mereka berkemas kembali ke Amerika untuk menghadiri pemakaman jenazah gurunya. Bulan madu bagi mereka bukanlah saat malam atau bulan pertama pernikahan mereka, namun bagi mereka kapan pun dan dimana pun hakikat bulan madu sampai ajal memisahkan jiwa mereka masih tetap ada.

——-

Taman Pemakaman Florida, Amerika.

Pagi itu acara pemakaman berjalan lancar secara islami di pemakaman khusus kaum muslimin di Florida, Amerika Serikat. Dewi dan Wijaya, menuju mobil mereka. Tujuannya ke rumah dinas, dekat lingkungan Florida Institute of Space Technology. Tiba-tiba mereka teringat pesan sang ustadz saat malam pertemuan itu, agar sepeninggalnya segera ia menuju? rumah pribadinya. Diputarnya steer mobil menuju St. John Park 39. Kode pintu akses menuju rumah Professor Abdussalam masih ia ingat dalam benaknya. Kaki mereka berdua terhenti ketika memasuki ruang tamu, bungkusan kado warna merah mencolok mata terletak di meja tamu. “Teruntuk muridku tercinta, DW (Dewi dan Wijaya), dari Abdussalam dan istri.”

Dibukannya bungkusan itu, nampak benda mirip ponsel dengan tombol-tombol dan layar, rupanya alat itu “message saver” sebuah alat yang sanggup menyimpan jutaan data dalam? bentuk audio-visual. Di bukanya file pesan dari Ustadz mereka.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Muridku tercinta, kami merasakan ?kontrak’ kami di dunia sudah berakhir. Oleh karena itu aku berwasiat kepada kalian. Wasiatku pertama, dalam alat ini berisi jutaan data mengenai al-Quran dan Hadis secara lengkap dan jelas. Pelajarilah dan sebarkanlah ke seluruh alam. Wasiatku kedua, seluruh harta dunia yang kumiliki secara sah sudah kami urus ke badan hukum yang ada sebagai milik kalian berdua. Pergunakanlah di jalan Allah. Wasiatku ketiga, seperti halnya pembicaraan kita di malam peluncuran satelit YHVH EYE. Jika benar pembacaan kita mengenai Professor Owen, Jenderal Clark, dan Mr. Smith maka kerjakanlah planning kita. Dariku sekian. Selamat berjuang. Wasssalam…”

Mendengar wasiat professor, mereka segera menuju ruang rahasia bawah tanah bangunan itu. Lampu dinyalakan. Mereka berdua mulai mendeteksi aktivitas penggunaan satelit YHVH EYE. Ternyata ruangan itu merupakan control room kedua setelah yang pertama di laboratorium NASA. Layar komputer 58 inchi LCD, memunculkan gambar satelit yang sedang beroperasi. Di sebelahnya, dengan puluhan layar 29 inchi memunculkan hasil scanning dan monitoring satelit. Satu per satu mereka perhatikan. Layar no 9 memunculkan gambar yang tidak aneh bagi mereka berdua, rumah professor Abdussalam. Beruntung bagi mereka, karena laboratorium tersebut telah dilapisi plate timbal sehingga satelite tidak mampu mendeteksi ruangan tersebut. Sistem kontrol sementara di bawah kendali kontrol pusat NASA, sehingga mereka berpikir belum saatnya mengambil alih sistem kendali, terlalu dini dan sangat berbahaya.

——–

Di Pentagon, Amerika Serikat

“Bagaimana Jenderal Clark, mereka sudah didapatkan?” suara Mr. Smith yang serak menuju telinga sang Jenderal bengis itu.

“Sampai saat ini mereka belum bisa? ditemukan. Entah di mana mereka sekarang. Mungkin professor Owen sudah bisa mendeteksi?” kembali Jenderal coro itu bertanya ke Professor Owen.

“Nihil Jenderal. Mereka sulit ditemukan. Di negeri kelahirannya pun sudah kami telusuri, namun hasilnya sama saja. Nihil. Satu-satunya data yang kita dapati hanya mobil mereka yang di parkir di depan rumah Abdusasalam. Anda sudah tahu bukan Jenderal. Kosong. Jadi kita tunggu saja mereka hingga muncul.” Professor Owen menyela.

Sementara, proses penculikan dan pembunuhan tersembunyi terjadi di belahan dunia Islam yang lain. Para ustadz, aktivis Islam, tokoh-tokoh Islam yang berjuang untuk menegakkan syariat Islam perlahan tapi pasti dikejar, ditangkapi, dipenjara, dan dihabisi. Amerika melancarkan kampanye antiterorisme di berbagai negara, sekaligus dipandu oleh kecanggihan pengamatan satelit YHVH EYE. Yang disesalkan, para pemimpin negeri Islam jusru mendukung secara tersembunyi di balik makar Yahudi dan Amerika. Mereka secara tak sadar telah memakan daging saudaranya sendiri. Naudzubillah…

Sudah hampir sepuluh bulan lamanya kedua pasangan Dewi dan Wijaya berada di dalam ruangan bawah tanah itu. Ssementara persedian makan sudah menipis ditambah usia kehamilan Dewi yang menua.

“Mas Wi…bagaimana programnya sudah bisa diaktifkan?” tanya Dewi.

“Nampaknya sebentar lagi. Tinggal tes beberapa kali lagi. Memang sulit kita mencoba saat diawal penelitian kita. Fokus kita saat itu adalah bagaimana mampu mengorbitkan dan mengoperasikan dengan aman satelit YHVH EYE. Sayang beliau telah tiada. Seandainya masih ada, mungkin jadinya akan lebih cepat” Wijaya membatin.

Sebenarnya mereka sudah tahu, adanya penyimpangan fungsi satelit YHVH EYE oleh tim NASA di bawah kendali tiga cecunguk edan.

“Mas Wi.. apa yang mereka lakukan terhadap saudara-saudara kita di luar sana ya? Bagaimana dengan para ustadz, tokoh aktivis, dan umat Islam yang lain?” Dewi cemas.

Tawakaltu ?alallah Dik. Semoga mereka diberikan kekuatan dan ketabahan. Sekarang mari kita berusaha menghentikan tindakan jahat mereka, serta beri pelajaran mereka” Wijaya menenangkan istrinya.

Tiba-tiba. “Mas…perutku mules rasanya. Kelihatannya sudah saatnya” desis perih dan linu di sekujur tubuh Dewi memecahkan konsentrasi Wijaya yang sedang asyik mengutak-atik senjata program komputer.

“Kenapa dik….”

“Perutku Mas…perutku….”

“Aduh… gimana ini.” Wijaya gugup dan gelisah. Keputusan yang sangat sulit baginya.

Jika mereka keluar sudah pasti akan tertangkap dan habislah rencana mereka. Sementara jika dibiarkan saja istri dan anaknya dalam kondisi bahaya. Pengetahuan ilmu kedokteran Wijaya bisa dibilang nol. Ia tidak dapat berbuat apa-apa.

Dengan bertawakal kepada Allah Akhirnya ia memberanikan diri untuk keluar dari persembunyiannya. Dan rupanya Allah melindungi hamba-Nya yang senantiasa membela agama-Nya. Tiba-tiba hujan begitu deras diiringi badai dan petir yang dasyat mengakibatkan penginderan satelit YHVH EYE mengalami gangguan fungsional. Hingga menyebabkan kesulitan untuk mendeteksi pergerakan bahkan bangunan besar sekalipun. Allahu akbar!

Mobil dijalankan dan diarahkan Wijaya menuju rumah sakit terdekat.

“Ya Allah, berilah kami kekuatan. Ya Allah, sang penguasa jagat semesta” Wijaya dan Dewi berdoa.

“Mas… Mas, sakit sekali rasanya…” rintih Dewi kesakitan. Air ketubannya sudah mulai mengalir.

“Sabar dan tahan Dik! Allah bersama kita.” Wijaya memberikan semangat kepada istri terkasihnya.

Wijaya menginjak pedal gas dalam-dalam. Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah rumah sakit yang sederhana namun bersih dan apik. Di rumah sakit inilah sang jabang bayi dilahirkan. Sang penerus cita-cita pendahulunya. Bocah harapan umat sebagaimana kedua orang tuanya.

Dewi masih belum diperbolehkan beranjak dari tempat tidurnya. Pendarahan yang banyak, serta kondisi fisik yang tidak memungkinkan membuat dirinya terpaksa harus menginap. Ia menyadari akan bahaya besar yang mengancam diri dan bayinya. Namun keimanan dan keikhlasan kepada Allah ternyata sanggup melenyapkan perasaan takutnya. Begitu pun halnya dengan perasaan yang dimiliki oleh suaminya.

“Dik….Alhamdulillah. Allah telah memberikan lagi satu kenikmatan dan amanat pada kita. Adik harus selalu sabar dan bertawakal kepada-Nya. Jauhkan rasa takut dan sedih. Masih ingat pesan ustadz tentang janji Allah? Allah akan senantiasa bersama orang yang berjuang di jalan-Nya. Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. Bersabarlah dik”. Wijaya ngasih semangat.

“Tapi Mas, bagaimana dengan Mas, juga dengan saudara-saudara kita yang lain di luar sana? Mereka juga dalam bahaya mas. Cepatlah mas kembali ke lab. Mumpung cuaca masih mendukung. Cepat Mas, aku dan bayi kita tidak apa-apa. Allah bersama kita Mas…? Ingat itu Mas! Cepatlah sebelum mereka mengetahui keberadaan kita” Ucapan itu keluar dari bibir pucat wanita tegar. Subhanallah!

Air mata sepasang kekasih itu mulai menggelinding. Bibir keduanya bergetar. Kaki lelaki sipit berotak encer itu mulai menjauhi pembaringan sang kekasihnya. Perlahan tapi pasti onggokan tubuh itu hilang. Wajah pucat Dewi Wulandari masih tegar. Tersenyum bangga pada suaminya. Dalam diri-Nya ia ucapkan puluhan doa bagi suami terkasih mengiringi langkahnya berjuang di jalan Allah.

Sesampainya Wijaya di laboratorium rahasianya, segera ia lakukan simulasi programnya. Beberapa jam kemudian ia coba kembali dan nyaris berhasil. Komputernya masih memberikan tanda kedap-kedip di akhir programnya.

Tertera “End please”.

Oh rupanya ia lupa memberikan kata “end.” Diakhir programnya.

——-

Cuaca di luar berangsur-angsur mulai reda. Akibatnya, satelit YHVH EYE mulai membelalakan matanya kembali. Mata-mata liar penghuni NASA mulai melepaskan biji matanya satu-persatu. Profesor Owen kembali tersenyum pahit. Dipandanginya satu per satu tingkah laku manusia bumi. Tiba-tiba sorot mata tajamnya terfokus pada salah satu penghuni rumah sakit mungil di Florida.

“Dewi….oh…Dewi! Akhirnya..oh..akhirnya! Mampus kau wanita jalang” sumpah serapah ditambah senyum sinis keluar dari mulut Profesor Owen.

“Hallo Jenderal Clark! Kabar baik untukmu. Cepatlah kemari dan siapkan pasukan khususmu. Salah satu penghalang kita sudah aku dapati. Mari lihat dan saksikan ini Jenderal!”

“Baiklah, saya segera kesana”

Beberapa menit kemudian Jenderal Clark tiba di ruang kendali NASA.

“Ini datanya Jenderal, rumah sakit Peace for All, Jl. Greend Land Florida. Ruang 26”.

“Terimakasih. Tolong hubungi Komandan Tallith di markas”

“Baik… Jenderal”

“Komandan Tallith, di sini TZIZITH 39. Habisi pasien ruang 26 Rumah Sakit Peace for All. Jl. Greend Land, Florida. Mrs. Dewi. Oke.” Jenderal Clark memberi instruksi.

“Siap Jenderal, perintah dilaksanakan”

Tidak lama setelah itu muncul dilayar monitor-di ruang khusus NASA-seorang berseragam dokter dengan tubuh kekar membawa jarum suntik dan sebotol amsul hipoclorit menuju kamar Dewi.

“Maaf? Bu. Saya tambah vitaminnya ya?”

Tanpa curiga Dewi mempersilahkan “Silahkan..Dok”

Selang dua menit. Di sebelahnya, instrument detak nadi menunjukan siklus datar.

” tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit………………”

Innalillahi wainnailaihi rajiun, seorang syahidah telah gugur.

“Jenderal, tinggal satu lagi nih”

“Ehmmmm….kelihatannya mereka belum lama di rumah sakit itu. Itu artinya si Sipit tengil Wijaya belum jauh bergerak. Bukankah daerah itu tidak jauh dari rumah si Salam? Coba monitor rumah itu?” Perintah Jenderal Clark.

“Perbesar Prof. Oke cukup. Anda bisa mendeteksi sinyal panas dari mobil itu Prof?”

“Ya. Tentu Jenderal. Satelit ini dilengkapi dengan jutaan sensor yang canggih. Lihat ini. Oh…Anda benar Jenderal. Mesin mobil ini masih panas 41 derajat, nampaknya baru saja digunakan”

“Oke. Komandan Tallith, di sini TZIZITH 39. Bawa beberapa orang ke St. John Park 39. Aku tunggu di sana. Segera”

“Baik Jenderal”

——-

Jenderal Clark yang penuh nafsu segera mendobrak pintu rumah di St. John Park 39. Merasa pernah dikelabui oleh Profesor Abdussalam karena pernah gagal dalam menggeledah rumah itu maka dirusaknya seluruh isinya. Seluruh lantai diperiksa dengan detector logam. Hasilnya mereka menemukan sebuah ruangan bawah tanah.

Bom TNT berkekuatan sedang. Spesial mendobrak stell box ini menghancurkan pintu masuk laboratorium bawah tanah rahasia yang berjasa itu. Wijaya terkejut. Tetapi ia sekali lagi sudah membaca situasi. Tak ada jalan keluar dan tak sempat bagi dirinya untuk melarikan diri. Secepat kilat pasukan khusus USA, didikan Shinbat Israel mengepung dirinya dilengkapi senjata lengkap. Di belakang Wijaya hanya terdapat komputer, dengan monitor masih menyala.

“Maaf Jenderal. Anda datang terlambat” jari telunjuk wijaya memencet tombol “ENTER” di keyboard komputer.

Walhasil seluruh sistem kendali satelit YHVH EYE di bawah kendali program miliknya. Secara otomatis pula, satelit itu bekerja mengontrol sistem pertahanan Pentagon dan markas militer Israel. Bisa saja sewaktu-waktu persenjataan mereka tidak berfungsi bahkan menjadi senjata makan tuan. Satelit YHVH EYE memperlihatkan kepada dunia kedustaan orang-orang Yahudi dan Amerika. Bagaimana rekaman mereka saat membantai kaum muslimin di Palestina, Irak, Iran, Jordania, Bosnia, Kashmir, Moro, Poso dan puluhan negeri muslim lainnya. Upaya mereka membunuhi tokoh-tokoh dan aktivis Islam. Bagaimana mereka merekayasa dalam penghancuran generasi muda Islam dengan suguhan budaya yang meninabobokan dan melupakan mereka dari ajaran Islam. Ditampilkan pula bagaimana mereka menguasai aset perekonomian dunia dengan cara licik dan rakus. Juga rekaman tentang bagaimana mereka menyebarkan ide-ide kufurnya di tengah-tengah umat dengan kedok keadilan, kedamaian, kesejahteraan, yang ternyata isinya hanya ?tai ayam’.

Wajah Jenderal Clark merah hampir-hampir gosong. Revolvernya dicabut dari sarangnya dan… DOOOR….DOOOR….. Satu mengenai kepala dan satu tepat di jantung pahlawan kita itu. Wijaya syahid.

——-

Rumah Sakit Peace for All, Jl. Greend Land, Florida diramaikan suara tangis bayi merah, bayi para syuhada. Allah bersamamu Nak! (TAMAT)

Laut Jawa,

Mei 2002

2 thoughts on “YHVH EYE [2]

  1. Maaf kalo saya bilang, kalo Islam sekarang dididik dalam kebencian terhadap orang lain. Maaf kalo saya bilang bahwa klaim sebagian besar umat Islam bahwa Islam adalah agama kasih tidak benar. Karena dari pohon yg baik akan keluar buah yang baik. Dari pohon yang tidak baik akan keluar buah yang tidak baik. Anda-anda sendiri sudah membuktikannya. Pemahaman sebagian umat Islam tentang membela agama menurut saya adalah “membela” dalam arti yang salah. Buat kami umat Kristen, membela agama adalah menunjukkan melalui perilaku yang penuh Kasih, agar orang tau bahwa agama yang kami anut adalah agama Kasih. Kasih yang terbesar adalah Kasih yang rela mengorbankan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Itu sudah dibuktikan oleh Yesus Kristus. Tentu anda akan mengatakan bahwa Yesus Kristus tidak pernah mati disalib karena yang disalib adalah orang yang menyerupakan Dia, yang rela mengganti Dia untuk disalib. Karena itu tercantum dalam Al-Quran. Bagi saya pernyataan Al-Quran ini adalah penghinaan besar bagi seorang Nabi terbesar yang diakui Islam (Muhammad hanya diakui sebagai nabi terakhir). Masakan Nabi rela mengorbankan orang lain disalib hanya karena Dia tidak mau disalib. Penghinaan macam apa ini. Mungkin ini juga kali yang telah dilakukan Muhammad ketika ingin mengambil istri Said anak angkatnya. Mengorbankan perasaan anak angkatnya untuk kepentingan Muhammad semata. Hal seperti apa ini. Jadi mungkin umat Islam mulai sekarang sudah bisa mulai untuk membela agama dengan cara yang benar benar benar.
    Terimakasih
    Allah sangat mengasihi semua orang, tugas kita adalah meneruskan kasih itu kepada semua orang dan isi dunia. Agar orang yang belum mengenal kasih Allah menjadi tahu. Insya Allah kita bukan hanya telah menjadi pembela agama, tetapi terlebih pembela Allah itu sendiri.

Comments are closed.