Wednesday, 16 April 2025, 05:48
jahatseksual_11zon

gaulislam edisi 912/tahun ke-18 (16 Syawal 1446 H/ 14 April 2025)

Dunia akademisi sedang tidak baik-baik saja. Kampus UGM bak orang kebakaran jenggot gara-gara ulah salah satu dosennya, berinisial EM. Bukan dosen biasa, Bro en Sis–ini guru besar loh! Tapi kelakuannya? Astaghfirullah, lebih mirip pemeran antagonis di sinetron. Ia diduga melecehkan 15 mahasiswi bimbingannya, dari yang S-1 sampai S-3. Modusnya macam-macam: mulai dari kontak fisik tidak pantas, permintaan foto pribadi, hingga komunikasi intens di luar jam akademik. Ujung-ujungnya, doi dipecat dari UGM, tapi para korban maunya dia juga dicopot dari status PNS, biar nggak pindah kampus kayak pemain pinjaman.

Ternyata EM bukan satu-satunya “oknum akademisi” yang kelakuannya offside. Di UNJ (tahun 2021), ada dosen berinisial DA yang hobi kirim chat mesum ke mahasiswi. Aduh, cewek minta bimbingan, dibales “I love u” dan diajak nikah. Lah ini bimbingan apa lamaran? Nggak cukup sampai di situ, dosennya juga sempet maksa ke mahasiswi lain untuk main ke rumah. Kampus sih katanya udah kasih sanksi, tapi ya nggak tahu deh seterusnya.

Terus di UNRI (tahun 2021), kisahnya lebih absurd. Seorang dekan–iya, dekan Bro, yang harusnya jadi role model–dituduh nyosor mahasiswi abis bimbingan. Dipegangin kepala, dicium pipi, terus sok manis bilang, “Mana bibir?” Waduuuh, nggak layak dengan jabatan yang menempel di dirinya. Walaupun sempat jadi tersangka, hakim bilang nggak terbukti, dan akhirnya dibebaskan. Hmm… korban sih tetap trauma, ya.

Di Universitas Pancasila (tahun 2023), levelnya udah kayak sinetron plot twist. Seorang rektor dilaporin dua staf perempuan karena pelecehan, eh malah mereka yang dimutasi. Yang bikin makin emosi: udah 15 bulan lebih laporannya ngendon, belum juga kelar. Kayaknya kalo kasus ini jadi serial, judulnya pas banget: “Lapor Dulu, Demosi Kemudian.”

Terakhir, dari UNM (tahun 2024), ada cerita horror saat UAS–bukan karena soalnya susah, tapi karena dosennya ngajak ujian di rumah dan… minta dipijat dulu. Lah? Ini ujian atau spa? Nggak cukup sekali, semester berikutnya kejadian lagi. Mahasiswi itu sampai takut, tapi juga nggak bisa nolak karena nilai ada di tangan sang dosen. Akhirnya korban melapor dibantu LBH. Salut banget, karena keberanian kayak gitu nggak datang tiap hari.

Kumpulan berita ini bikin kita sadar, betapa seremnya kekuasaan kalo jatuh ke tangan yang salah. Kampus yang harusnya jadi tempat tumbuh, malah berubah jadi ladang trauma. Tapi satu hal yang patut diapresiasi adalah para korban yang berani speak up. Mereka bersuara, mereka lawan. Jadi, buat kalian yang lagi kuliah, kudu speak up kalo ada yang nggak beres. Dan buat para dosen, yuk ingat–gelar itu buat mendidik, bukan malah jadi tameng buat kelakuan bejat. Kampus bukan tempat cari “korban”, tapi tempat jadi panutan!

Selain dosen ada juga dokter. Lha, gimana ceritanya? Begini. Seorang dokter residen di RSUP Hasan Sadikin, Bandung–yang juga mahasiswa spesialis di Unpad–bernama Priguna Anugerah Pratama (31 tahun), resmi ditahan karena diduga memperkosa keluarga pasien. Parah! Nggak masuk nalar! Bukan cuma satu korban, ternyata setelah diusut lebih lanjut, muncul dua korban lain, yakni dua pasien perempuan. Modusnya? Bujuk-bujuk dengan embel-embel “prosedur medis”, lalu disuntik obat bius, lalu… ya kamu tahu sendiri di berita. Ngeri banget!

Baca juga:  Bangga dengan yang Fana?

Belum lagi kasus lainnya seperti dokter kandungan yang malah cabul karena ramah alias rajin menjamah tubuh pasiennya yang bukan seharusnya bagian dari prosedur medis. Parah. Eh, ada juga predator seks di sekolah, ada di pondok pesantren, ada di lingkungan rumah, ada pula di kantor-kantor. Ya, kasusnya bukan menimpa remaja yang pacaran, pemerkosaan, dan perzinaan saja, ternyata predator seks ada di mana-mana. Ngeri.

Beda respon

Gini, sobat gaulislam, pas ada kasus kekerasan seksual di pesantren, tiba-tiba medsos kayak sirene ambulans: bunyi mulu. Komennya nggak tanggung-tanggung, langsung teriak, “Bubarkan pesantren!”, “Jangan mondokin anak di tempat begitu!”, bahkan ada yang bawa-bawa semua hal berbau Islam. Pokoknya, satu pesantren salah, semua ikut kena semprot. Wuih, galak banget netizennya!

Tapi… pas yang jadi pelaku dosen kampus negeri, atau institusi bonafit, atau orang dengan nama keren yang nongol di seminar nasional, eh kok suaranya kayak bisikan doang? Ada yang ngomong sih, tapi nggak seheboh kalo kasusnya dari pesantren. Ada yang pura-pura nggak tahu, ada juga yang sibuk bahas “tapi kan kampus itu punya reputasi, kita harus jaga nama baik…” Lah, kok tiba-tiba jadi lembut banget?

Padahal ya, logikanya simpel banget: yang salah itu ya pelakunya, bukan lembaganya, apalagi agamanya. Kalo ada satu orang Indonesia yang maling di luar negeri, apa kita terima aja kalo semua orang Indonesia dibilang tukang maling? Ya jelas nggak terima, dong! Masa’ iya karena satu durian busuk, satu kebun durian harus dibabat?

Mestinya kita konsisten–di manapun, siapapun pelakunya, kalo salah ya harus dikritisi dan diproses hukum. Nggak peduli dia pakai jas almamater, gamis syar’i, atau seragam medis. Keadilan itu nggak kenal titel, Bro en Sis. Dan yang paling penting: tegakkan keadilan. Usut sampai tuntas sehingga tahu siapa yang salah dan wajib dihukum. Selain itu, bantuin korban dan mencegah kasus serupa terjadi lagi.

Jadi, yuk belajar jadi netizen cerdas dan adil. Marahnya jangan by feeling, tapi by prinsip!

Bagaimana menurut Islam?

Bro en Sis, dalam Islam, masalah kekerasan seksual, pelecehan, apalagi sampai pemerkosaan–itu bukan cuma soal dosa besar, tapi juga bentuk kejahatan keji yang ngerusak martabat manusia. Islam nggak main-main soal ini. Karena Islam tuh ngajarin kita buat jaga diri, jaga hati, dan jaga akhlak, bukan jadi predator berkedok profesi keren!

Oya, manusia diciptain dengan kemuliaan. Kita bukan makhluk yang cuma ngikutin hawa nafsu kayak binatang. Bedanya manusia dan kucing jantan tuh di akal, Bro! Jadi kalo ada orang yang ngaku “hilang kontrol” karena nafsu, terus nyalahin baju korban atau situasi, duh… itu bukan alasan, itu alesan-alesan yang asal-asalan!

Baca juga:  Santri Kurang Adab

Contohnya gini deh. Kalo kamu lagi puasa, terus lihat bakso ngepul di meja, apa kamu langsung nyomot? Kan nggak. Karena kamu tahu itu haram buat dimakan sebelum adzan magrib. Nah, sama juga dengan kalo lihat orang cakep, seksi, wangi, apapun lah–bukan berarti kamu langsung punya “hak” buat ngapa-ngapain seenaknya. Ada remnya! Dan Islam udah kasih rem itu lewat syariat, yakni jaga pandangan, jaga interaksi, jangan ikhtilat sembarangan, apalagi sampe nyeruduk kayak banteng lepas!

Syariatnya juga jelas banget. Dalam al-Quran, Allah Ta’ala nyebut pelaku zina (apalagi dengan kekerasan!) tuh harus dihukum berat. Bahkan ada sanksi hudud buat yang terbukti melakukan zina dengan cara jahat. Islam juga punya mekanisme perlindungan buat korban, bukan malah nyalahin atau mempermalukan mereka. Jadi, Islam itu pro keadilan dan pro korban banget.

Oya, hudud Allah adalah larangan Allah. Hudud secara istilah adalah sanksi yang telah ditetapkan kadarnya oleh syara’ bagi suatu tindak kemaksiatan untuk mencegah pelanggaran pada kemaksiatan yang sama. Kemaksiatan yang sanksinya termasuk bagian dari hudud, yakni yang wajib dikenai sanksi had ada enam macam: zina, liwath (homo seksual), qadzaf, syarb al-khamr (minum khamr), pencurian, riddah, hirabah, dan bughat. Terdapat peringatan untuk semua hudud ini. Terdapat peringatan untuk tindak perzinaan dalam al-Quran dan hadis. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Israa [17]: 32)

Sebagian ulama menyatakan bahwa had bagi pezina laki-laki dan perempuan adalah seratus kali jilidan (cambukan); baik bagi pezina muhshan (sudah menikah) maupun yang ghairu muhshan (belum menikah), berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah.” (QS an-Nuur [24]: 2)

Catatan, dalam keterangan lain, hukuman bagi pezina yang udah pernah menikah adalah dihukum rajam.

Oya, Islam juga ngajarin kita buat berani bilang salah itu salah, walaupun yang salah adalah orang berpenampilan religius, atau punya jabatan tinggi. Karena yang namanya dosa, nggak kenal gelar. Mau dia pejabat, politikus, ustaz, dokter, dosen, guru, pendeta, atau pedagang kaki lima–kalo dia ngelakuin kejahatan seksual, maka dia salah. Full stop.

Intinya? Jangan sampai kita jadi generasi yang ‘bisa ngaji, tapi nggak ngerti akhlak’. Bisa hafal sebagian besar ayat al-Quran atau bergelar hingga S3, tapi nafsunya udah level boss terakhir. Islam itu indah, ngajarin cinta yang suci, bukan nafsu brutal yang toxic. Jadi yuk, buktikan ke dunia kalo generasi Muslim bisa jadi yang paling amanah, paling gentle, dan paling ngerti cara jadi manusia beneran.

Imam Ibnu Katsir rahimahulllah berkata, “Dahulu, dalam sujudnya, Abu Hurairah sering meminta perlindungan kepada Allah dari perbuatan zina, mencuri, kekafiran, atau dosa besar lainnya. Ada yang bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau takut kepada itu semua?’ Beliau menjawab, ‘Apa yang bisa membuatku merasa aman, padahal iblis masih hidup?’ (Apa yang bisa membuatku merasa aman), dalam keadaan hati ini dibolak-balik oleh Dzat Yang membolak-balikkan hati sesuai kehendak-Nya?” (dalam al-Bidayah wan Nihayah, jilid 8, hlm. 120)

Baca juga:  Nggak Ada Pacaran Sehat!

Kesimpulan

Sobat gaulislam, mari kita buka mata lebar-lebar. Di zaman sekarang, godaan itu datang dari mana-mana. Dari chat random yang tiba-tiba jadi baper, sampe notifikasi film yang… ehem, nggak mendidik sama sekali. Itu sebabnya, penting banget buat kita jaga diri, jaga marwah, dan jaga hati. Why? Biar nggak jadi korban atau malah pelaku dari drama kelam dunia predator seksual. Jangan nekat cari ‘pengalaman’ aneh-aneh. Lebih baik sibukin diri dengan hal-hal keren, seperti ikut komunitas positif, upgrade skill, atau ya… banyakin puasa buat yang hatinya lagi rawan gregetan.

Tapi gini, Bro en Sis, meski kita udah usaha ngerem diri pake niat full tank, realitanya itu nggak cukup. Kalo sistem di sekitar kita malah kayak rem blong, ya susah juga. Nih, negara bukannya ngejaga, malah kadang kayak tukang kompor. Situs dan aplikasi “begituan” dibiarkan bebas, iklan semi mesum di mana-mana, belum lagi kebijakan yang bikin kita geleng-geleng, yakni kebebasan berperilaku yang dilindungi HAM. Seriusan?

Kita jadi berasa hidup di labirin maksiat. Setiap belok, ada jebakan. Itu artinya, negara nggak bisa cuma bilang, “Jaga diri, ya!” sambil kasih selebaran. Nope! Negara kudu turun tangan serius. Bikin sistem yang ngebantu orang buat dekat sama kebaikan dan jauh dari maksiat. Bukan malah bikin aturan yang makin ngedeketin jarak ke jurang.

Tapi kenapa susah, ya? Karena negara ini masih peluk erat sistem sekularisme–yang bilang “agama cukup di tempat ibadah aja”. Lah, padahal hidup kita 24 jam, bukan cuma waktu shalat doang. Kalo agama nggak dijadiin fondasi aturan, ya siap-siap aja deh dapet aturan nyeleneh yang makin menjauhkan kita dari keselamatan dunia dan akhirat.

Itu sebabnya, yuk kita sadar bareng-bareng! Ini bukan soal, “ah, itu urusan pribadi orang”. No no no. Ini soal keselamatan satu generasi. Kita butuh sistem hidup yang ngarahin kita ke kebaikan secara total, dari hulu ke hilir. Kita pengen negara yang jadi pelindung, bukan penonton; jadi pengayom, bukan penyedia lubang jebakan yang ujungnya ngelakuin kemaksiatan.

So, dear netizen yang masih punya iman dan akal sehat. Yuk, bareng-bareng suarakan perubahan! Kita perjuangkan agar negara ini balik ke sistem hidup yang berpijak pada akidah dan syariat Islam. Biar kita nggak cuma aman dari predator seks, tapi juga adem karena hidup dalam sistem yang beres dan menentramkan hati serta memuaskan akal. Karena jujur aja nih, hidup lurus itu susah. Tapi kalo kita bareng-bareng? Bisa banget! [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *