Thursday, 19 September 2024, 07:16

gaulislam edisi 881/tahun ke-17 (5 Rabiul Awal 1446 H/ 9 September 2024)

Kalo kamu perhatiin, perkara akun fufufafa udah hampir 2 pekan masih juga jadi bahan obrolan di lini media massa, bahkan makin panas aja. Apa pasalnya? Selain jejak digital berisi konten yang tak pantas, juga karena diduga kuat pemiliknya adalah orang yang kini bakal dilantik menjadi pejabat negara bulan depan. Pro dan kontra jelas terjadi. Bahkan ada juga menteri yang ikutan nimbrung soal itu, tetapi dengan narasi cenderung membela pemilik akun. Lucunya, dia menyangkal bahwa pemilik akun itu bukan orang yang dituduhkan, tetapi dia mengaku masih mendalami siapa pemiliknya. Aneh, ya. Kalo memang masih mendalami penyelidikan terhadap akun itu, dia bisa menyampaikan bahwa masih belum bisa memastikan. Iya, kan?

Oya, ada yang bilang memang susah membuktikan kepemilikan sebuah akun di media sosial, karena bisa jadi akun tersebut bukan dia yang membuatnya tetapi mencatut namanya. Bisa juga memang dia yang membuat, tetapi kemudian pelaku menyangkal saat dituduhkan. Nah, secara hukum konon kabarnya susah. Walau secara fakta, untuk banyak kasus tertentu, UU ITE itu bisa menjerat banyak orang biasa yang aktivitasnya menyerang penguasa. Maksud orang biasa itu, bukan orang terkenal dan bukan bagian dari penguasa. Belum lama ada beberapa orang yang ditangkap Densus 88 gara-gara membuat ancaman di medsos saat kedatangan Paus Fransiskus ke negeri ini. Berarti sebenarnya bisa dilacak, kan ya. Sebab, konon kabarnya pihak berwajib dan berwenang punya alat pendeteksi ancaman tersebut. Cuma, meski bukti-bukti hasil penyelidikan netizen mengarah ke orang yang dituduhkan, tetapi pihak berwenang dan berwajib masih belum bergerak. Apakah karena pelakunya diduga kini menjadi bagian dari kekuasaan, meski kejahatannya itu dilakukan 10 tahun lalu? YNTKTS, lah. Ups…

Nah, dalam pembahasan gaulislam edisi pekan ini, saya nggak bakalan membahas itu lebih luas. Silakan kamu bisa mengikuti perkembangannya dari media massa maupun media sosial. Insya Allah banyak dan kamu bisa belajar memahami informasi dan opini yang bertebaran.

Jadi, berbekal jejak digital saja, seseorang bisa dikuliti dan ditelanjangi keburukannya oleh orang lain. Melalui ilmu dan teknologi di bidangnya, bisa ditelurusi jejak digital seseorang. Apa yang dilakukannya di masa lalu bisa dibongkar atau terbongkar. Tentu ini mestinya bikin kita waspada.

Betul. Di era digital ini, hampir semua yang kita lakukan ketika berhubungan dengan internet bisa terekam dan datanya bisa digunakan untuk berbagai kepentingan. Itu artinya, ketika kita membuat akun di media sosial atau di platform tertentu, berarti kita udah setuju bahwa email, nomor telepon, alamat, nama, dan dokumen lain yang diminta sudah diketahui pemilik platform. Kalo sudah begitu, apakah kita masih merasa aman data kita di sana? Mungkin saja pemilik platform akan mengamankan data sehingga tidak disebar ke pihak ketiga. Tetapi penggunaan data kita nggak ada jaminan kalo nggak akan dimanfaatkan pihak platform sendiri untuk kepentingannya. Artinya, data kita tetap belum aman, kan? Itu artinya pula, sebenarnya bisa dilacak aktivitas yang dilakukan pemilik akun oleh pihak berwenang.

Sobat gaulislam, berarti jejak digital kita saat menggunakan media sosial atau platform lain bisa diketahui dan dilacak pihak tertentu yang memilik akses ke data pengguna. Kita mestinya bisa berpikir juga, bagaimana dengan jejak kehidupan kita bertahun-tahun di dunia, selama kita hidup. Pasti banyak, dan yang ‘mengoleksi’ rekam jejak kita adalah malaikat yang ditugaskan Allah Ta’ala. Jejak pendapat dan perilaku kita di dunia akan menentukan tempat kita di akhirat. Kehidupan yang kekal abadi. Ditempatkan di surga atau malah kecebur di neraka. Itu semua tergantung keimanan dan amal shalih kita. Waspadalah!

Semua akan dihisab

Yaumul hisab atau hari perhitungan amal adalah hari dimana Allah memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya tentang amal mereka. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, kepada Kami-lah mereka kembali. kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kami-lah membuat perhitungan atas mereka.” (QS al-Ghasyiyah [88]: 25-26)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa di dalam shalat dengan mengucapkan:

اَللَّهُمَّ حَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرَا

“Allahumma haasibni hisaaban yasiira (Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab yang mudah).”

Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya tentang apa itu hisab yang mudah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah memperlihatkan kitab (hamba)-Nya kemudian Allah memaafkannya begitu saja. Barang siapa yang dipersulit hisabnya, niscaya ia akan binasa.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, VI/48, 185, al-Hakim, I/255, dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah, no. 885. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi).

Ibnul Jauzy rahimahullah berkata, “Wahai anak Adam, ketahuilah bahwa engkau akan mati sendirian, dan juga akan masuk ke dalam kuburmu sendirian. Engkau akan dibangkitkan sendirian, dan engkau pun akan dihisab sendirian. Wahai anak Adam, jika seandainya seluruh manusia taat kepada Allah, sedangkan engkau bermaksiat, maka ketaatan mereka itu tidaklah memberikan manfaat kepadamu.” (dalam Bahrud Dumuu’, hlm. 81)

Jadi, apa yang kita lakukan, itulah yang akan dipertanggungjawabkan nanti di hari penghisaban. Berkata al-Hasan al-Bashri rahimahullah, “Seorang mukmin (adalah) pengendali atas dirinya sendiri, (dan akan) dihisab (berdasarkan) dirinya sendiri.” (dalam Ighatsatul Lahafan, juz 1, hlm. 79, dan Ihyaa’ Ulumiddin, juz 4, hlm. 404)

Maka, sebenarnya kita nggak bisa lepas dari pengawasan Allah Ta’ala. Semua jejak kehidupan kita akan dipantau. Sejak lahir hingga kita wafat. Itu sebabnya, memang harus waspada. Jika melakukan kesalahan segera memohon ampunan kepada Allah Ta’ala dan bertaubat serta menyesal nggak bakal ngulangin lagi. Kalo urusannya juga dengan manusia, minta dimaafkan atas perilaku salah kita kepada sesama tersebut. Mumpung masih di dunia. Sebab, kalo nggak sempat meminta maaf kepada orang yang kita zalimi, urusan bisa berabe di yaumil hisab kelak.

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengharamkan kezhaliman terhadap sesama hamba. Allah Ta’ala berfirman di dalam hadits qudsi:

يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا

“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman terhadap diri-Ku dan Aku menjadikannya (perkara) yang diharamkan di antara kamu, maka janganlah kamu saling menzhalimi.” (HR Muslim, no. 2577; at-Tirmidzi, no. 2495; Ibnu Majah, no. 4257, dll)

Jadi, segera mintakan maaf kepada orang yang kita zalimi (baik dengan perkataan atau secara fisik). Jangan sampe nanti diadili di yaumil hisab.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah bersabda, “Barang siapa berbuat zhalim kepada saudaranya, yang berkaitan dengan kehormatan atau sesuatu apapun, hendaklah dia meminta halal darinya pada hari ini, sebelum (datang hari kiamat) yang tidak ada dinar dan dirham. Jika dia memiliki amal shalih diambil darinya seukuran kezhalimannya. Jika dia tidak memiliki keabaikan-kebaikan, diambil kesalahan-kesalahan orang yang dizhalimi lalu ditimpakan padanya.” (HR al-Bukhari, no. 2449, 6534; Ahmad 2/435, 506; Ibnu Hibban no. 7361)

Jangan sampe kita bangkrut di akhirat. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat Radhiyallahu anhum menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” (HR Muslim, no. 2581)

Sobat gaulislam, bagi kita kaum muslimin, mestinya udah paham betul soal ini. Sehingga dalam kehidupan kita nggak sembarangan berkata dan akan berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku. Senantiasa memperbaiki diri dan berbuat baik kepada sesama. Memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala agar senantisa diberikan keteguhan iman sampai akhir hayat, diberikan kemudahan untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk, berhati-hati saat bergaul dengan sesama hamba Allah Ta’ala agar tidak saling menyakiti dan menzalimi. Sebab, jejak pendapat dan perilaku kita akan direkam dan akan dihisab kelak. Ngeri banget kalo banyak rekam jejak yang buruk.

Ya, pengadilan di yaumil hisab itu adil seadil-adilnya. Nggak kayak di dunia, susah mencari keadilan, apalagi dari penguasa yang zalim kepada rakyatnya. Bila pun di dunia ini bisa lolos meski bukti dan jejak digital nakal sudah terang benderang, tetapi di akhirat nggak akan dilepas. Waspadalah!

Akhirul keyboard, semoga kita semua tetap berhati-hati dan waspada. Jejak kita akan dipantau malaikat pencatat amal atas perintah dari Allah Ta’ala. Jangan merasa aman sehingga bebas berpikir dan bertindak, sebab Allah Ta’ala Maha Melihat. Jangankan perilaku kita beberapa tahun lalu, seumur hidup kita saja Allah Ta’ala pasti mengetahui. Banyak orang ketar-ketir dengan jejak digital nakalnya yang bisa dibongkar dengan bantuan teknologi yang dibuat manusia. Mestinya, setiap orang lebih ketar-ketir lagi karena Allah Ta’ala Mahatahu segala yang kita lakukan selama hidup kita. Dan, akan diminta pertanggungjawabannya kelak di yaumil hisab.

Yuk, kuatkan keimanan kita kepada Allah Ta’ala. Sebab, orang yang beriman dan bertakwa dengan benar nggak bakalan menzalimi diri sendiri dengan perbuatan dosa, apalagi menzalimi orang lain. Catet, ya. [O. Solihin | TikTok @osolihin_]  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *