gaulislam edisi 889/tahun ke-18 (2 Jumadil Awal 1446 H/ 4 November 2024)
Kamu pasti pernah dengar perkataan “dari kecil jadi besar, dari tak ada jadi ada,” kan? Tapi, pernah nggak sih kamu kepikiran kenapa perkataan tersebut bukan cuma basa-basi? Sebenarnya, kalimat itu ngasih kita kode keras tentang apa itu hidup. Kebanyakan dari kita lahir dalam keadaan “biasa-biasa aja” – nggak langsung ujug-ujug jadi sosok yang dikenal dunia, nggak punya superpower, nggak langsung paham jalan hidup. Kita mulai dengan status nothing alias belum punya identitas atau kontribusi. Tapi, di sinilah rahasia besarnya, yakni hidup ngasih kita kesempatan buat berubah, buat jadi something.
Di awal banget, kita ini cuma makhluk kecil yang baru pertama kali buka mata, lalu nangis. Begitu aja, udah bikin heboh satu ruangan! Beneran, setiap bayi yang lahir bikin momen spesial yang nggak ada duanya. Tapi dari sisi lain, semua orang memulai dengan cara yang sama. Saat lahir, kita semua start dari garis yang sama. Sama-sama nggak punya apa-apa, boleh dikata sama seperti semboyan di SPBU: mulai dari nol. Tapi gimana caranya kamu memilih untuk melanjutkan hidup? Nah, itu yang bikin beda antara cuma tumbuh dengan yang berkembangan dan beneran jadi sesuatu.
Sobat gaulislam, kenapa hidup itu nggak sekadar tumbuh? Baik, untuk menjawabnya mari kita sedikit lebih mendalam cara berpikirnya. Begini, hidup itu ibarat pohon. Tumbuh itu emang naluriah, otomatis aja – cukup dapat air, sinar matahari, dan nutrisi, pasti tumbuh (tentu bagi yang muslim, ada peran besar dari Allah Ta’ala yang Maha segalanya). Tapi, apakah kita cuma mau jadi pohon yang numbuh tinggi, gede, tapi nggak ada buahnya, nggak ada bunganya, nggak ada yang bikin orang terpana? Pasti nggak, kan? Kalau hanya sekadar tumbuh, hidup kita mungkin nggak jauh beda dengan jam dinding di rumah nenek. Terus ada, tapi nggak banyak yang berubah, dan nggak ada yang terpikir untuk benar-benar memperhatikannya. Sekadar diperlukan ketika ingin melihat angka yang menunjukkan jam, sebagai penanda waktu yang ingin kita ketahui.
Sebaliknya, jadi something itu butuh usaha, niat, dan kadang tantangan yang nggak mudah. Ibarat pohon, untuk menghasilkan buah yang manis, butuh proses – dari mekar jadi bunga, terus polinasi alias penyerbukan, hingga akhirnya jadi buah yang siap dinikmati. Sama kayak kita. Di balik setiap pencapaian yang diniatkan, ada usaha, pengorbanan, dan kegigihan yang luar biasa.
So, memulai langkah dalam hidup itu ibarat kamu lagi mulai nulis di kertas kosong. Setiap kata pertama yang kamu tulis adalah awal dari cerita kamu sendiri. Ketika kamu memulai, nggak ada yang bisa tahu bakal jadi apa kertas itu – mungkin novel keren, mungkin puisi, atau mungkin cuma coretan iseng. Tapi, semua orang punya kesempatan yang sama buat bikin kisah mereka sendiri. Namun bagi seorang muslim, kita mestinya udah tahu jalan hidup yang bakal kita tempuh. Meraih kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat.
Itu artinya, from nothing adalah titik awal kita – dimana kita semua setara, cuma punya diri kita dan potensi yang mungkin belum kelihatan. Dan to something adalah perjalanan buat menjadikan diri kita sesuatu yang berarti. Ini tentang mengenali potensi kita, mengasah bakat, dan terus belajar supaya kita nggak cuma “ada” di dunia ini, tapi bisa bikin jejak yang orang lain ingat. Jejak kebaikan tentunya.
Why? Sebab, hidup nggak cukup cuma dengan “numpang lewat”. Kita dikasih waktu di dunia ini bukan buat sekadar eksis, tapi buat ninggalin makna, karya, atau dampak yang bikin orang lain merasa hidup kita itu something, bukan sekadar nothing. Ada sesuatu yang bisa dikenang kebaikannya, diingat keberadaan kita sebagai orang yang bermanfaat bagi mereka. Senang banget tentunya kalo kita diperhitungkan oleh keluarga, teman, masyarakat, bahkan oleh banyak kaum muslimin di dunia karena prestasi kebaikan kita. Kita jadi teladan, bukan beban hidup mereka.
Hidup tak sekadar tumbuh
Kalau dipikir-pikir, perkataan tentang “dari kecil jadi besar” itu ngasih kita tantangan. Tumbuh itu semacam kepastian, tetap menjadi sesuatu adalah pilihan. Seperti kalo kita bilang, “tua itu pasti (kalo Allah Ta’ala berkendak umur kita sampai tua), dewasa itu pilihan”. Apa kita bakal terima semua yang kita jalani begitu aja, atau kita berani buat ngubah arah dan bikin cerita sendiri? Hidup ini nggak melulu tentang jadi nomor satu, tapi lebih tentang gimana kita bisa jadi yang terbaik versi diri kita. Berprestasi itu tak harus menjadi juara, tetapi tentang apa yang bisa kita berikan kepada sesama berupa kebaikan dan manfaat. Jadi, memang tak sekadar tumbuh, tetapi juga berkembang. Berkembang dalam kebaikan.
Remaja pada umumnya, termasuk kamu, mestinya punya energi luar biasa. Semangat yang nggak gampang puas. Masa-masa remaja adalah waktu paling cocok buat bereksplorasi, mencoba hal baru walau kemudian nggak sengaja ngelakuin kesalahan, dan belajar dari semua pengalaman. Mungkin kita belum tahu masa depan bakal gimana, tapi dari sekarang, kita bisa mulai menentukan apa yang mau kita capai. Rumusnya gini aja: tetap fokus berkembang dan berjalan ke arah kebaikan. Tahu mana yang benar dan mana yang salah. Kalo nggak sengaja berbuat salah itu nggak masalah, asal jangan sengaja berbuat salah alias udah tahu salah tapi tetap aja ditabrak. Ah, jadi inget seseorang yang dibantu orang-orang di sekitarnya untuk mengakali aturan. Eh.
Jadi, hidup memang tak sekadar tumbuh, tetapi kudu disiapkan untuk berkembang menjadi lebih baik, menjadi yang terbaik. Itu sebabnya, ketika kita beranjak dewasa, seringkali kita lupa tentang momen saat kita ingin jadi superhero atau punya kekuatan buat ubah dunia. Seiring bertambahnya usia, kita sering lebih sibuk ngejar harapan orang lain atau berusaha “terlihat berhasil” daripada nyari tahu apa yang sebenarnya bikin kita merasa hidup.
Namun, perlu diingat bahwa untuk menjadi sesuatu itu, ada tantangannya. Apa tuh? Tantangannya adalah gimana cara kita memanfaatkan momen “from nothing to something” ini tanpa kehilangan jati diri. Caranya adalah dengan cari inspirasi, punya motivasi, dan berani ambil langkah kecil yang membawa kita ke arah yang lebih baik. Dari mulai belajar, memperbaiki kesalahan, hingga mencoba hal-hal baru yang menantang. Tentu, sebagai muslim kita tetap taat pada syariat. Nggak boleh mencoba hal-hal yang buruk walau dianggap menantang dan terkategori hal baru. Tetap ada batasan. Nggak bebas lepas.
Oya, ikhtiar kita untuk belajar, lalu berupaya untuk memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukan dan mencoba hal baru dalam hidup itu berarti bicara juga tentang keberanian. Ingat, keberhasilan itu nggak selalu datang dengan cara yang mulus. Kadang, kita harus jatuh, belajar, dan bangkit lagi. Kadang kita perlu gagal dulu supaya tahu di mana kekuatan kita sebenarnya. Setiap orang yang sukses punya cerita panjang di belakangnya – kisah jatuh bangun, kegagalan, dan tantangan yang bikin mereka lebih kuat.
Misalnya, kamu lagi ikut lomba olahraga atau kompetisi debat. Kamu sudah latihan keras, habisin waktu buat latihan, bahkan harus rela mengorbankan waktu nongkrong bareng teman-teman. Tapi, saat hari perlombaan, hasilnya nggak sesuai harapan. Gagal, kalah, atau mungkin cuma dapat peringkat biasa-biasa aja. Rasa kecewa? Pasti. Tapi justru dari kegagalan itu kamu belajar banyak hal: mungkin tentang cara memperbaiki teknik, cara mengendalikan rasa gugup, atau mungkin malah belajar bahwa kalah itu nggak seburuk yang kamu kira.
Kita nggak perlu buru-buru buat ngejar keberhasilan, apalagi cuma buat sekadar dianggap keren di mata orang lain. Misalnya, kalau kamu punya mimpi jadi konten kreator atau ingin punya usaha sendiri, jangan terlalu cepat merasa puas hanya karena dapat sedikit perhatian atau apresiasi. Tapi, di sisi lain, jangan juga terlalu keras sama diri sendiri saat hasilnya belum sesuai ekspektasi.
Cobalah buat lebih santai dalam menjalani perjalanan ini. Jangan keburu merasa hebat hanya karena pujian, tapi juga jangan putus asa hanya karena kritik. Jalani proses yang penuh lika-liku ini dengan hati terbuka. Dan percayalah, jadi something yang luar biasa itu bukan soal cepat atau lambat – karena kesuksesan itu lebih tentang konsistensi dan punya tujuan yang jelas. Kuncinya adalah terus melangkah dan menikmati proses tanpa merasa terburu-buru.
Nah, ketika kamu berhasil menemukan “sesuatu” yang bisa bikin hidupmu bermakna, itu artinya kamu udah selangkah lebih dekat jadi something yang diimpikan. Kita nggak hidup hanya buat “jadi ada”, tapi buat beneran bikin perbedaan, walau itu sekadar langkah kecil yang membuat seseorang lain merasa dihargai.
Sebuah renungan
Sobat gaulislam, memberikan manfaat kepada orang lain dalam kehidupan jauh lebih baik ketimbang hanya fokus pada pencapaian diri agar menjadi “sesuatu” yang mungkin saja dibanggakan dan dianggap keren. Itu sebabnya, bagi kita sebagai muslim, memaknai perjalanan hidup itu adalah bagaimana menjadi bermanfaat bagi sesama. Bisa dengan tenaga kita, harta kita, juga ilmu yang kita miliki. Seimbang antara mengejar pencapaian pribadi dengan memberi manfaat kepada orang lain.
Sufyan bin Uyainah rahimahullah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat daripada ilmu yang bermanfaat. Sebaliknya, tidak ada sesuatu yang lebih membahayakan daripada ilmu yang tidak bermanfaat.” (dalam Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadhlih, jilid 1, hlm. 509)
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Tidak ada yang paling bermanfaat bagi seorang hamba dibandingkan pendek angan-angan, dan tidak ada yang paling buruk akibatnya dibandingkan suka menunda-nunda (taubat dan amal shalih -pent) dan panjang angan-angan.” (dalam Thariqul Hijratain, hlm. 597)
Jadi, dari nothing menjadi something itu butuh niat, ikhtiar, dan tentunya komitmen, serta hanya berharap pertolongan Allah Ta’ala dalam doa yang dipanjatkan. Dan, bagi orang-orang yang beriman, kita tentunya menjadi keberadaan kita bermanfaat bagi sesama dan kita tak melupakan diri kita sendiri. Artinya, kita harus berbuat baik kepada diri kita sendiri dan juga kepada orang lain.
Yuk, perbanyak aktivitas amal kebaikan, amal shalih. Jangan banyak bengong apalagi meninggalkan manusia. Jadilah hamba Allah Ta’ala yang bermanfaat bagi sesama. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Termasuk perkara yang paling besar akibat buruknya terhadap seorang hamba adalah kosong dari kegiatan dan waktu luang, karena sifat jiwa tidak akan pernah berhenti tanpa kegiatan, bahkan jika dia tidak menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang bermanfaat baginya, maka pasti dia akan menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang akan merugikannya.” (dalam Thariqul Hijratain wa Babussa’adatain hlm. 275 Cet. Daarussalafiyyah, Kairo Mesir)
Yuk, manfaatkan waktu luang kita, nikmat usia kita, nikmat akal sehat kita, nikmat iman dan mudahnya kita beramal shalih dan melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Manfaatkan sebagai bagian dari ungkapan syukur kita atas segala nikmat yang Allah Ta’ala sudah berikan kepada kita. Dari tidak bisa apa-apa, tidak punya apa-apa, menjadi “sesuatu” yang dibanggakan dan memberikan manfaatkan kepada orang lain. Ya, from nothing to something. Dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu apa-apa menjadi tahu banyak hal. Begitu.[O. Solihin | TikTok @osolihin_]