
gaulislam edisi 904/tahun ke-18 (18 Sya’ban 1446 H/ 17 Februari 2025)
Belakangan ini, tagar #KaburAjaDulu lagi rame banget di media sosial. Ini kayak kode keras dari netizen yang makin galau sama kondisi ekonomi dan peluang kerja di Indonesia. Banyak yang ngerasa hidup makin absurd, gaji seret, harga-harga ngegas meroket, dan bisnis penuh permainan orang dalam. Makanya, mereka mulai kepikiran buat cabut ke luar negeri.
Seorang netizen di X, @Ju***Ekspor, curhat: “Baru rame #KaburAjaDulu? Gue udah kabur duluan dari tahun lalu! Bisnis di Indonesia makin nggak sehat, impor kebablasan, inflasi naik terus, gaji? Yaudah lah ya. Makanya gua pilih buka usaha di luar negeri!”
Ini kayak sinyal SOS dari anak muda yang mulai kepikiran buat angkat kaki dari Indonesia. Bukan buat liburan, tapi buat cari hidup yang (katanya) lebih waras.
Waduh, ini bukan sekadar overthinking tengah malem, tapi beneran ada yang udah ambil langkah konkret.
Tapi, nggak semua orang setuju sama tren ini. Pengamat Ketenagakerjaan dari UGM, Tadjudin Nur Effendi, punya perspektif lain. Menurutnya, ini bukan soal cinta atau nggaknya sama Indonesia.
“Kabur bukan berarti nggak cinta Indonesia. Mereka berharap situasi nanti membaik, terus pulang lagi,” katanya, dikutip dari Liputan6.com.
Tren #KaburAjaDulu muncul sebagai bentuk kekecewaan generasi muda terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan ketidakadilan yang kayak nggak ada ujungnya. Biaya pendidikan? Makin tinggi aja kayak cita-cita. Ketimpangan pembangunan? Jangan ditanya. Belum lagi kalo mau bersuara kritis, seringnya malah dibungkam.
Banyak yang akhirnya ngerasa, “Udah lah, cabut aja!” Tapi ini bukan sekadar ngajak pindah ke luar negeri beneran. Kadang ini cuma cara kreatif buat ngeluarin uneg-uneg karena merasa Tanah Air kurang kasih tempat buat berkembang.
Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, ngingetin bahwa pergi atau kerja di luar negeri itu hak setiap warga. Cuma ya, tetap harus dipikirin matang-matang, bukan asal ikut tren.
Dikutip dari Global Liputan6.com (14/2/2025), Judha Nugraha, Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI, menegaskan, “Bekerja di luar negeri itu hak semua warga negara, tapi harus lewat jalur yang benar dan legal.”
Kenapa ini penting? Karena banyak banget WNI yang kena masalah hukum di luar negeri! Tahun 2024 aja, ada 67.297 kasus hukum, dan kebanyakan karena pelanggaran keimigrasian. Alias, masih banyak yang nekat berangkat tanpa izin resmi.
Jadi, buat kamu yang kepikiran hijrah ke luar negeri, jangan asal ngegas tanpa rem! Lakuin riset dulu, cari jalur yang resmi, dan siapin mental serta skill biar nggak nyesel di negeri orang. “Kabur aja dulu” tanpa persiapan? Bisa-bisa malah nyangkut di urusan hukum.
Anggota Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, kasih warning biar jangan asal ikut tren tanpa riset. “Cari info dulu yang akurat, jangan gegabah!” katanya.
Dia nyaranin kalo kamu beneran kepikiran kerja di luar negeri, cek dulu info resmi dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI). Jangan sampe cuma modal nekat dan paspor (plus duit tentunya), terus ujung-ujungnya malah nyangkut di masalah hukum atau kena tipu agen bodong.
“Banyak yang terjebak jadi pekerja migran ilegal karena tergiur tawaran gaji gede dari agen nggak jelas,” ujarnya.
Nah, kalo kamu berangkat lewat jalur ilegal, siap-siap deh menghadapi risiko penipuan, eksploitasi, atau bahkan hukuman di negeri orang. Udah jauh dari rumah, eh malah kena masalah. Fix, itu bukan move yang smart. Ibarat jadi musafir yang tersesat dan kehabisan bekal. Menderita dan merana.
Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, justru kasih kabar baik. Menurutnya, permintaan pekerja migran Indonesia di luar negeri lagi tinggi banget! Data menunjukkan ada lebih dari 1 juta job order yang masih nganggur dan belum dimanfaatkan sampai awal 2025.
“Kita nggak muluk-muluk. Tahun lalu udah 287 ribu, tahun ini targetnya minimal 400 ribu sampai 500 ribu pekerja migran!” kata Karding.
Ada apa?
Sobat gaulislam, kenapa sih tren ini bisa viral banget sampe dikomentarin berbagai pihak pula? Nih, beberapa alasannya.
Pertama, keresahan bersama. Semacam ada solidaritas online. Anak muda zaman sekarang tuh nggak cuma pengen kerja, tapi juga hidup layak. Sayangnya, realita kadang nggak seindah wishlist di e-commerce. Gaji ngepas, biaya hidup melambung tinggi, dan sistem yang serasa nggak mendukung bikin banyak orang merasa stuck. Akhirnya, muncul deh tagar #KaburAjaDulu sebagai bentuk curhat massal. #KaburAjaDulu itu semacam kode keras buat pemerintah, “Kita mau yang lebih baik, tapi di sini nggak ada harapan.”
Kedua, media sosial. Ini jadi kayak panggung aspirasi. Kalo dulu orang demo di jalan, sekarang demo-nya pindah ke timeline. X (dulu Twitter), TikTok, Instagram, Youtube, dan Facebook, jadi tempat buat menyuarakan keresahan. Tagar kayak gini gampang viral karena banyak yang relate. Plus, anak muda jago banget bikin konten kreatif yang nyentil tapi tetap lucu. Bayangin aja, sudah susah cari kerja, begitu dapat gaji malah habis buat bayar kos, makan, dan transport. Belum lagi beban mental karena tekanan kerja tinggi tapi apresiasi minim. Jadi, ya wajar kalo mereka mulai mikir, “Daripada stuck di sini, kenapa nggak coba di luar negeri?”
Ketiga, kritik dengan humor. Ini biasanya memang lebih kena. Protes zaman sekarang tuh beda, nggak melulu serius atau formal. Lewat meme, video TikTok, atau thread X, kritik bisa disampaikan dengan gaya yang lebih santai tapi tetap pedas. Hasilnya? Makin banyak yang sadar, ikut diskusi, bahkan nge-share ke teman-teman mereka.
Keempat, “kabur” itu bukan sekadar pergi. Ya, buat sebagian orang, “kabur” bukan cuma soal pindah ke luar negeri, tapi juga simbol buat keluar dari kondisi yang bikin mereka terjebak. Ada yang benar-benar siap cari kerja di luar negeri, ada yang mau lanjut sekolah di tempat yang lebih menjanjikan, ada juga yang sekadar butuh “kabur” secara emosional biar nggak stres.
Kelima, sinyal keras untuk negara. So, jangan anggap enteng! Jangan salah, gerakan ini bukan cuma keluhan random di media sosial. Faktanya, banyak orang pintar dari Indonesia yang memilih kerja di luar negeri karena di sana mereka lebih dihargai.
Contoh real-nya? Lihat saja, ilmuwan Indonesia banyak yang jadi profesor di luar negeri karena di sini sulit dapat pendanaan riset. Belum lagi tenaga medis dan insinyur hijrah ke luar negeri karena gaji mereka lebih manusiawi dibanding di Indonesia. Ditambah lagi pekerja migran sukses di luar negeri, sementara di sini kerja keras tapi gaji nggak cukup buat hidup layak.
Ini seharusnya jadi alarm buat pemerintah biar nggak terus-terusan kehilangan SDM berkualitas. Kalo nggak segera berbenah, bisa-bisa yang tersisa cuma “orang-orang yang nggak bisa kabur” karena nggak punya duit dan nggak punya skill memadai.
Jadi, tren #KaburAjaDulu ini sebenarnya lebih dari sekadar ajakan pindah. Ini adalah suara anak muda yang pengen kehidupan lebih baik, entah itu di dalam atau di luar negeri. Pesan protes kepada pemerintah. Mestinya pemerintah nyadar.
So, mau pergi atau bertahan, yang penting cerdas, siap, dan jangan asal ikut tren!
Jadi, harus bagaimana?
Sobat gaulislam, dulu orang bilang, “Lebih baik hujan batu di negeri sendiri, daripada hujan emas di negeri orang.” Tapi coba cek realitas sekarang. Di sini hujan batu beneran, karena gaji kecil, harga kebutuhan naik terus, dan kesempatan berkembang terbatas. Kalo di luar negeri? Gaji gede, apresiasi tinggi, dan hidup lebih sejahtera. Tapi memang syarat dan ketentuan berlaku.
Bahkan banyak yang bilang, “Mending hujan es batu di negeri orang kalo hasilnya bisa bikin hidup lebih baik!”. Waduh!
Menyikapi fenomena seperti ini, kalo kita bicara dari sudut pandang Islam, negara tuh punya tanggung jawab besar buat memastikan rakyatnya sejahtera. Beneran. Kudu ada jaminan lapangan kerja yang memadai, upah yang cukup untuk hidup layak, akses mudah ke pendidikan dan kesehatan, serta lingkungan yang aman dan nyaman.
Maka, kalo sampe rakyat harus pergi jauh-jauh cuma buat cari sesuap nasi, berarti ada yang salah dengan cara negara mengurus warganya. Ini harus menjadi pelajaran dan pemimpin negara kudu hadir dengan program dan kebijakan yang memberi solusi jitu. Jangan malah omon-omon saja lalu tantrum nggak bisa move on sambil pidato rasa curhat di mana-mana. Ngeri, sekaligus mempertanyakan kualitasnya.
Oya, ada juga yang menuduh anak muda yang mendukung #KaburAjaDulu sebagai generasi yang nggak nasionalis, nggak cinta Indonesia. Tapi, sebentar… mari kita balik pertanyaannya, “Siapa sebenarnya yang nggak nasionalis?” Anak muda yang kecewa karena sulit berkembang di negaranya sendiri? Atau mereka yang menjual sumber daya alam kita ke asing, sementara rakyat sendiri malah susah dapat manfaatnya?
Faktanya, banyak SDA (sumber daya alam) negeri ini dikuasai asing. Tambang emas, batubara, nikel, dan minyak bumi dikelola juga oleh perusahaan luar negeri. Banyak pula. Itu artinya, keuntungan lebih banyak dinikmati segelintir orang, bukan rakyat biasa. Ketika penguasa udah di bawah ketika pengusaha, ya jadinya negeri ini sulit diharapkan untuk bisa mensejahterakan rakyatnya.
Jadi, kalo ada yang bertanya, “Kalian nggak cinta Indonesia?” Jawab aja, “Kami cinta! Justru karena cinta, kami kecewa dengan kondisi ini.” Apalagi karena kita muslim, tahu betul bahwa negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini wajib menerapkan syariat Islam demi kebaikan bersama. Jadi, kalo ada salah tata kelola oleh negara, para ulama bisa langsung menasihati penguasa dan memberikan arahan supaya kembali ke jalan yang benar.
Nah, #KaburAjaDulu atau bertahan di sini? Bagaimana? Hmm… mau bertahan atau pergi ke luar negeri, itu hak masing-masing orang. Tapi yang penting, “Kalo mau pergi, pastikan lewat jalur legal dan punya skill yang cukup. Dan, kalo memilih bertahan, cari cara biar bisa survive dan tetap berkembang. Nah, masukan buat pemerintah nih, kalo pemerintah masih sayang sama rakyatnya, mulai dengerin aspirasi mereka sebelum semuanya benar-benar “kabur” beneran!
Oya, sebagai muslim, tentu kudu berpikir jernih. Nggak asal ikut tren, dan nggak cuma sadar sesaat. Selain itu, jangan fokus memikirkan diri sendiri. Pikirkan juga orang lain. Menyelamat diri penting, tetapi menyelamatkan orang lain juga mulia. Maka, dalam kondisi kayak gini, kita bisa melakukan dakwah kepada pemimpin negara agar serius memberikan kesejahteraan kepada warga negara. Berikan jaminan keamanan dan juga kepastian dalam menggerakkan roda ekonomi rakyat. Pengelolaan sumber daya alam harus bisa dikelola oleh negara, jangan diberikan sepenuhnya kepada pihak asing. Kalo mereka mau bantu, ya jangan ambil bagian yang banyak. Bahaya. Negara yang harus mengaturnya. Jangan kayak sekarang malah pihak asing diberikan keleluasaan dalam menggasak sumber daya alam negeri kita. Parah banget, deh.
Oya, selain itu. Ada yang perlu diperhatikan banget-banget. Mengejar dunia jangan sampe lupa akhirat. Beneran. Mengapa?
Nih, boleh kamu catat apa yang disampaikan Malik bin Dinar rahimahullah, “Sesungguhnya, Allah menjadikan dunia sebagai tempat persinggahan dan akhirat sebagai kampung halaman. Itu sebabnya, persiapkanlah bekal di tempat persinggahan untuk menuju kampung halaman. Keluarkanlah dunia dari hati kalian sebelum badan kalian keluar dari dunia. Jangan kalian buka tabir aib kalian di hadapan Dzat yang mengetahui segala rahasia kalian. Di dunia kalian diberi kehidupan, untuk tempat lain (akhirat) kalian diciptakan. Dunia ibarat racun, dimakan oleh orang yang tidak mengetahui (hakikatnya), dijauhi oleh orang yang mengetahui (hakikatnya). Dunia juga ibarat ular, licin ketika disentuh, namun di mulutnya ada racun yang membunuh. Diwaspadai orang yang berakal, namun disenangi oleh anak-anak kecil.” (dalam Shifatu Shafwah, jilid 3, hlm. 200)
Hal senada disampaikan Al Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah ta’ala yang berkata, “Kehidupan dunia secara keseluruhan–baik dari awalnya hingga akhirnya–hanyalah seperti seorang yang terlelap dalam tidurnya. Ia melihat dalam mimpinya perkara-perkara yang ia cintai. Lalu setelah itu, ia pun terbangun dari tidurnya.” (dalam al-Mujalasah, juz 5, hlm. 227)
So, sebenarnya tagar #KaburAjaDulu mestinya menjadi pukulan telak bagi pemerintah untuk berbenah. Fokus pada mengupayakan kesejahteraan rakyat. Bukan malah membiarkan asing menggasak sumber daya alam, bahkan di beberapa wilyah tenaga kerja asing diberikan kesempatan menggeser tenaga kerja kita sendiri. Jangan sampe terulang. Warning banget ini. [O. Solihin | IG @osolihin]