
gaulislam edisi 907/tahun ke-18 (10 Ramadhan 1446 H/ 10 Maret 2025)
Sobat gaulislam, di negeri yang katanya “gemah ripah loh jinawi” ini, ternyata ada satu liga yang lebih seru (dan miris) dari Liga 1 Indonesia. Yup, sebagaimana yang udah dilansir berbagai media massa, ini dia Klasemen Liga Korupsi Indonesia, ajang di mana para koruptor berlomba-lomba menguras uang rakyat dengan cara-cara yang semakin kreatif (baca: nekat). Berikut ini adalah daftar “pemenang” sementara dalam kompetisi tak tahu malu ini.
Pertama, korupsi Pertamina, Boleh dibilang ini pemuncak klasemen dengan skor fantastis! Skor: Rp 968,5 triliun* (dan masih bisa bertambah!). Kasus ini ibarat klub bola yang mendominasi liga dengan selisih poin yang jauh dari pesaingnya. Awalnya, Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara akibat korupsi di PT Pertamina sebesar Rp 193,7 triliun. Tapi setelah investigasi mendalam, ternyata angka itu naik drastis! Sejak 2018 sampai 2023, uang yang raib hampir mencapai Rp 1 kuadriliun. Kalo duit segini dibagi ke seluruh penduduk Indonesia, masing-masing bisa dapat miliaran rupiah! Ya, duitnya raib gara-gara tata kelola minyak mentah yang dimainin petinggi Pertamina dan oknum swasta. Uangnya cukup buat bangun ribuan sekolah, tapi malah ludes!
Kedua, korupsi PT Timah. Beneran dah. Ini kategori perusak lingkungan dan dompet negara. Berapa skornya? Rp 300 triliun! Salah satu pemain bintang di Liga Korupsi, kasus ini melibatkan Harvey Moeis dan menyebabkan kerugian lingkungan sebesar Rp 271 triliun. Tapi setelah audit lebih lanjut, ternyata totalnya tembus Rp 300 triliun! Bisa dibilang ini seperti tim yang awalnya cuma mau menang 1-0, tapi ternyata malah menang 10-0 karena lawan nggak berkutik.
Ketiga, korupsi BLBI. Sebenarnya ini kasus lawas (mungkin kamu yang sekarang SMP belum ngeh), but skornya masih bertahan! Ya, skornya Rp 138,44 triliun! Kasus ini kayak legenda di dunia korupsi, mirip pemain veteran yang masih jadi andalan meskipun sudah lewat masa jayanya. Skandal ini terjadi pada krisis moneter 1997, di mana dana Rp 147,7 triliun disuntikkan ke 48 bank. Tapi alih-alih dipakai buat nyelametin ekonomi, uangnya malah nggak balik. Hingga 2021, pemerintah masih berusaha nagih, tapi hasilnya? Nihil.
Keempat, korupsi Duta Palma. Hadeuuh, ini sih main tanah, duit melayang. Skornya Rp 78 triliun. Surya Darmadi, pemilik PT Duta Palma Group, mencetak rekor dalam skandal penyerobotan ribuan hektar lahan di Riau. Aksi ini bikin negara rugi Rp 78 triliun. Vonis? 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Kalo dihitung-hitung, dendanya cuma setetes dibanding uang yang dikorupsi.
Kelima, korupsi PT TPPI. Widih, ini permainan minyak yang menguras kantong negara. Skor di angka berapa? Ya, Rp 37,8 triliun. Kasus ini ibarat strategi serangan balik yang jitu. Antara 2009-2011, PT Trans-Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) mengelola kondensat ilegal di kilang minyak Tuban. Para tersangka sudah dihukum, tapi ada satu mantan direktur yang masih buron. Mungkin dia lagi main petak umpet internasional?
Keenam, korupsi PT Asabri. Kasus ini bikin para pensiunan jadi korban dengan skor duit yang digondol senilai Rp 22,7 triliun. Ini mungkin kasus paling nyesek, karena melibatkan dana pensiun prajurit TNI, Polri, dan ASN. Modusnya? Manipulasi transaksi saham dan reksa dana. Tujuh orang sudah dinyatakan bersalah, tapi kerugian tetap nggak tergantikan. Bayangkan, orang yang sudah mengabdi ke negara malah ditipu di masa pensiunnya. Sad vibes only.
Ketujuh, korupsi PT Jiwasraya. Ini kasus asuransi yang malah bikin rugi. Skor di angka Rp 16,8 triliun. Ibarat tim yang gagal total, PT Jiwasraya menjanjikan polis ke nasabah, tapi akhirnya malah nggak bisa bayar. Enam orang sudah divonis bersalah, tapi bagaimana dengan uang nasabah yang melayang? Belum ada kabar kapan baliknya.
Kedelapan, korupsi Sawit CPO. Hadeuuh… dari kelapa sawit ke kantong pejabat. Jumlah skornya? Ada di angka Rp 12 triliun. Antara 2021-2022, beberapa pejabat Kementerian Perdagangan dan pengusaha besar memberikan izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) secara ilegal, padahal ada kebijakan larangan ekspor. Hasilnya? Negara rugi triliunan rupiah, dan harga minyak goreng melambung. Sekarang kita tahu kenapa minyak goreng mendadak mahal waktu itu (atau sampai kini?).
Kesembilan, korupsi Garuda Indonesia. Menyedihkan, sih. Terbang tinggi, jatuh lebih dalam. Skornya Rp 9,37 triliun. Saat itu keliatannya udah gede banget duit yang dikorupsi. Eh, di zaman now ternyata ada yang lebih guwede buwanget. Pada 2011, terjadi mark-up harga dalam pengadaan pesawat Garuda Indonesia. Hasilnya? Kerugian Rp 9,37 triliun dan mantan direktur utama masuk bui. Ibarat klub sepak bola yang salah beli pemain mahal, tapi malah nggak bisa cetak gol.
Kesepuluh, korupsi BTS Kominfo. Hmm… internet lancar? Nggak, duitnya yang lancar dikorupsi! Skor di angka Rp 8 triliun. Ya, alih-alih bikin akses internet 4G makin luas, proyek BTS 2020-2022 malah penuh mark-up dan penyimpangan. Mantan Menteri Kominfo Johnny G. Plate pun jadi tersangka. Ironis, proyek yang harusnya bikin rakyat makin melek internet, justru bikin koruptor makin tajir.
Kesebelas, korupsi Bank Century. Skor ‘kecil’ di zamannya, tapi tetap fatal. Skornya? Rp 6,74 triliun. Ya, di posisi paling bawah, ada kasus Bank Century yang awalnya dapat dana talangan untuk menyelamatkan ekonomi. Sayangnya, talangan ini justru berubah jadi kubangan korupsi.
Duh, melihat angka-angka ini, rasanya seperti melihat skor sepak bola yang nggak masuk akal. Bayangkan kalo duit-duit ini dipakai buat pendidikan, kesehatan, atau pembangunan, pasti Indonesia sudah melesat jauh! Tapi sayangnya, korupsi masih jadi penyakit kronis yang bikin negara ini jalan di tempat.
Jadi, apakah kita akan terus jadi penonton pasif dalam Liga Korupsi ini? Atau mulai berani bersuara dan menuntut keadilan? Karena kalo nggak, bisa jadi klasemen ini akan terus bertambah panjang dan semakin bikin geleng-geleng kepala!
Masih terus ada
Sobat gaulislam, kalo korupsi ini diibaratkan menu makanan, ini bukan lagi sekadar porsi jumbo, tapi sudah level all-you-can-eat se-Indonesia Raya! Dari minyak mentah Pertamina yang dikadalin, kredit bank yang asal cair, sampai dana iklan yang malah jadi proyek tipu-tipu. Semuanya punya satu kesamaan, yakni duit rakyat yang harusnya buat kesejahteraan malah masuk kantong segelintir orang.
Makin ke sini, kasus korupsi bukan berkurang, tapi justru naik level! Kalo ini game, para koruptor udah pada unlock achievement “Level Sultan Haram”, tapi yang kasihan tetap rakyat. Infrastruktur mandek, harga BBM naik, layanan publik berantakan. Padahal uangnya ada, cuma nyasar ke rekening orang-orang serakah.
Tapi jangan cuma kesel doang, karena sebagai generasi muda, kita harus melek korupsi dan berani lawan praktik curang ini. Mulai dari nggak normalisasi budaya “asal cuan”, berani speak up kalo ada yang nggak beres, dan tentu aja jangan jadi bagian dari sistem yang bobrok ini.
Selain yang tadi udah disebutin, ternyata ada lagi yang terungkap di awal tahun ini. Apa aja? Korupsi LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia). Duit Rp 11,7 triliun melayang gara-gara pemberian kredit abal-abal. Ini bukan kredit rumah atau motor, tapi skema tipu-tipu biar dana cair tanpa pengawasan. Ada lagi korupsi dana iklan Bank BJB. Duit ratusan miliar rupiah yang seharusnya buat iklan malah jadi proyek bancakan. Kok bisa? Mungkin ini bukan iklan biasa, tapi “sponsor utama korupsi Indonesia”. Terakhir, kredit fiktif Bank Jatim. Aduh, duit Rp 569,4 miliar buat proyek yang nggak ada wujudnya. Kalo ini film, judulnya “Proyek Gaib, Duit Nyata”. Nyesek nggak sih? Dada udah berasa ditinju dengan intro Netflix yang sound-nya pol banget.
Semua kasus ini menunjukkan kalo korupsi makin sistematis, melibatkan orang-orang yang paham celah hukum, dan makin nekat.
Jadi, kita mau terus diam aja, atau mulai bertindak dan jaga integritas biar generasi kita nggak jadi bagian dari lingkaran setan korupsi? Kalo nggak bisa nyogok buat sukses, ya sukseslah tanpa nyogok!
Ingat dosa, dong!
Sobat gaulislam, pernah nggak, kamu lagi lapar berat, terus tiba-tiba ada temen yang bilang, “Tenang, aku beliin makanan!” Eh, pas pesanan dateng, dia malah makan paling banyak. Padahal yang bayar pake duit patungan kita semua! Nah, bayangin deh kejadian kayak gini, tapi dalam skala negara. Itulah yang terjadi kalo pejabat-pejabat yang seharusnya ngurusin uang rakyat malah korupsi buat kepentingan pribadi. Udah dikasih amanah, eh malah kita yag dikibulin sama mereka!
Kalo menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi itu penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan buat keuntungan pribadi atau orang lain. Singkatnya? Duit yang harusnya buat kepentingan bersama malah lenyap di kantong segelintir orang. Gimana nggak, duit buat bangun sekolah, rumah sakit, atau perbaikan jalan malah dipake buat beli jam tangan bling-bling atau jalan-jalan ke luar negeri. Duh!
Dari perspektif Islam, korupsi ini bukan sekadar dosa biasa, tapi masuk dalam kategori ghulul alias nyolong harta yang bukan haknya. Hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan tegas menyebut kalo ada pejabat yang ambil duit negara di luar keperluan yang diperbolehkan, itu namanya mencuri. Udah dikasih gaji, dapet fasilitas, eh masih juga ngegas nyolong duit rakyat. Nggak puas-puas!
Oya, jadi pejabat itu ibarat jadi bendahara kelas. Kalo pas giliran ngurus uang kas tiba-tiba sering jajan sendiri pake duit kas, itu namanya nggak amanah! Dan dalam Islam, makin besar harta yang dikhianati, makin besar pula tanggung jawabnya. Berat, Bro en Sis!
Pelanggaran terhadap harta orang banyak (harta negara) itu jauh lebih buruk ketimbang nyolong sendirian. Karena korupsi itu efeknya luas banget! Gara-gara korupsi, fasilitas publik jadi amburadul, harga barang makin mahal, gaji guru dan tenaga kesehatan tersendat, dan rakyat jadi korban.
Gampangnya, kalo duit negara bocor karena dikorupsi, efeknya tuh kayak sekolah yang harusnya bisa direnovasi malah tetep bolong-bolong gentengnya. Atau jalanan yang harusnya mulus malah tetep rusak, jadi tiap lewat kayak ikut lomba off-road tapi nggak dapet hadiah.
Dalam kitab Raudhatun Na’im, disebutkan bahwa menggelapkan harta umat Islam, termasuk yang ada di baitul maal (kas negara), masuk dalam kategori ghulul. Dan ini nggak main-main, karena bahkan di zaman Nabi, tindakan ini terkategori tercela dan memalukan, jahat pula.
Abu Bakar berkata, “Aku diberitahu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa (aparat) yang mengambil harta negara selain untuk hal yang telah dijelaskan, sungguh ia telah berbuat ghulul atau dia telah mencuri.” (HR Abu Daud)
So, gimana biar kasus ini nggak terulang? Kalo sistemnya tetap buatan manusia, yakni kapitalisme, dijamin nggak bakalan tuntas melawan koruptor. Ada dan terus banyak. Sebabnya, hukumannya nggak bikin jera dan para hakim juga pelakunya serta kebanyakan rakyatnya nggak takut pengadilan di akhirat. Itu sebabnya, negara wajib menerapkan akidah dan syariat Islam sebagai ideologi negara. Seluruhnya diatur dalam Islam, termasuk gimana agar orang tak tergoda jadi koruptor, dan jika pun nekat jadi koruptor pasti ada hukumannya.
Betul. Sebab, selain diminta bertaubat dan jangan ngulangi lagi perbuatannya, para korutor ini wajib ngebalikin duit hasil korupsinya dan siap dihukum berat. Kalo nggak gitu, kemungkinan besar bakalan ngulangin lagi. Jangan sampe, deh! Itu artinya, kudu terus digelorakan dalam mengkampanyekan agar Islam diterapkan sebagai ideologi negara. Nggak bisa ditawar lagi. [O. Solihin | IG @osolihin]