Wednesday, 8 January 2025, 03:06
occrp-jokowi

gaulislam edisi 898/tahun ke-18 (6 Rajab 1446 H/ 6 Januari 2025)

Mantan Presiden Joko Widodo, baru aja dinominasikan jadi salah satu finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Jokowi duduk di posisi ketiga setelah dua raja korup lainnya, yakni Presiden Suriah Bashar al-Assad (juara satu) dan Presiden Kenya William Ruto (runner-up).

Nggak cuma itu, ada juga nama-nama lain di daftar ini. Dari Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan PM Bangladesh Sheikh Hasina, sampai pengusaha India Gautam Adani. Jadi, ini kayak Liga Champions-nya korupsi, cuma pemainnya beda genre.

Menurut OCCRP, nominasi ini dikumpulin dari pembaca, jurnalis, juri, dan pihak-pihak yang ngerti betul soal “dunia gelap” ini. Terus, mereka ngumumin daftar itu tanggal 31 Desember 2024. Kayak countdown tahun baru, tapi isinya dosa-dosa pejabat.

Buat yang belum tahu, OCCRP tuh semacam detektif internasional buat bongkar kejahatan. Dibentuk tahun 2007 sama dua jurnalis, Drew Sullivan dan Paul Radu, mereka berbasis di Amsterdam dan sering kerja bareng media dunia, termasuk Tempo. Jadi kalo mereka ngomong, biasanya ada buktinya. (tempo.co, 5/1)

Fun fact-nya, pemilihan “Pemimpin Terkorup” ini udah jadi tradisi sejak 2012. Jadi, tiap tahun mereka buka voting buat lihat siapa yang “berprestasi” dalam dunia korupsi dan kejahatan terorganisasi.

Gimana menurut kamu, apakah ini penghargaan yang bikin malu atau malah motivasi buat pejabat lain supaya nggak masuk nominasi?

Drama OCCRP bikin heboh. Dalam pemberitaan di beritasatu,com (2/1), Menko Polkam Budi Gunawan akhirnya angkat suara. Dia kasih pesan tegas buat semua pihak: “Jaga muruah Presiden Jokowi, dong!”

Menurut Budi, Jokowi tuh udah ninggalin banyak warisan alias legacy penting buat Indonesia. Nggak cuma jalan tol dan proyek besar, tapi juga kayak filosofi kerja keras ala blusukan. Makanya, dia nggak terima banget kalo nama baik Jokowi kena tuduhan kayak gini.

“Presiden itu warga negara terbaik di setiap negara. Jadi, kita harus respek dan jaga nama baik beliau,” kata Budi, serius tapi tetap chill, Kamis (2/1/2025).

Budi juga ngingetin, jangan sampe ribut-ribut soal tuduhan ini malah bikin kita jadi bangsa yang nggak kompak. Dia bilang, debat soal nominasi korupsi ini bisa ganggu kerukunan masyarakat. “Udah, fokus aja ke yang penting-penting, jangan terlalu kepo sampe berantem!” katanya, sambil ngajak semua pihak untuk tenang.

Menurut kalian, bener nggak kalo muruah Presiden harus dijaga? Atau malah ini jadi bahan introspeksi buat semua pihak? Spill your thoughts, guys! Eh, emang koruptor punya nama baik?

Beda rakyat, beda respon

Sobat gaulislam, saya baca tulisannya Agustinus Edy Kristianto di halaman FB-nya (4/1), terkait hal ini menarik juga. Saya sarikan saja dan sedikit ubah bahasanya agar lebih mudah buat kamu pahami dan saya tambahi dengan beberapa keterangan.

Jadi gini Bro en Sis, menurut Bung Agustinus Edy Kristianto, meskipun sama-sama punya presiden/bekas presiden yang masuk daftar finalis Person of the Year versi OCCRP 2024 (tapi buat korupsi dan kejahatan terorganisir, ya, bukan Nobel!), reaksi orang Kenya sama Indonesia tuh beda banget. Kalo orang Kenya marahnya elegan, orang Indonesia? Ya… seperti biasa: rame, berisik, dan kadang absurd. Timnas yang kalah, wasit yang diserang. Eh.

Orang Kenya ngamuk karena Presiden mereka, William Ruto, nggak dapet posisi pertama. Mereka protes, “Masa’ Bashar al-Assad (Presiden Suriah) yang menang? Padahal Ruto udah dapet lebih dari 40 ribu nominasi, lho!”

Kenapa Ruto dinilai korup? Nih, list-nya. Dia ngesahin undang-undang keuangan yang kontroversial banget pada Juli 2024, sampai bikin demo gede-gedean. Berikutnya, dia nunjuk anaknya, June Rollex Ruto, jadi direktur di Kementerian Luar Negeri, padahal sebelumnya janji nggak bakal nepotisme. Kalo dibandingin, kayak mereka ngasih bukti kuat kenapa Ruto layak masuk nominasi. Respect dikit lah sama argumen mereka.

Sementara itu, di Indonesia, marahnya malah lebih ke arah… “nggak mau kalah di kolom komentar”. Pendukung Jokowi alias Mulyono (nama samaran, biar nggak terlalu frontal) langsung bikin teori konspirasi: OCCRP ini katanya alat donor asing!; Metodologi pemilihannya nggak jelas!; Belum ada pengadilan yang nyatakan Jokowi korupsi!

Terus, mereka juga pamerin penghargaan-penghargaan Jokowi, termasuk Bung Hatta Anti-Corruption Award 2010. Oh, nggak lupa, ada media yang sampai hapus berita soal nominasi ini gara-gara ada tekanan dari pihak tertentu. Classic, kan?

Nah, Mulyono sendiri malah makin bikin ngakak. Dia sibuk ngulang-ngulang kalimat kayak Bruno Mars lagi nyanyi: “Korupsi apa? Apa? Apa? Apa?”. Seriusan, ini bisa jadi meme.

Karena rame banget, OCCRP sampai bikin pengumuman khusus buat Indonesia di situsnya, judulnya “Behind the Decision (Indonesia): How OCCRP’s ‘Person of the Year’ Highlights the Fight Against Corruption.”

Tapi ya, namanya netizen plus tim orkes Mulyono, bagian penting malah dipelintir seenaknya. Mereka cuma fokus ke kalimat:

“OCCRP has no evidence that Jokowi engaged in corruption for personal financial gain during his presidency…”

“This award is sometimes misused by individuals seeking to further their political agendas or ideas.”

Padahal, yang real banget justru ini nih, yang mereka skip:

“Jokowi’s government significantly weakened Indonesia’s anti-corruption commission…”

“He undermined Indonesia’s electoral and judicial institutions to benefit the political ambitions of his son…”

Dan kalimat paling ngeri dari OCCRP: “This should serve as a warning to those nominated that the people are watching, and they care. We, too, will keep watching.”

Jadi, kesimpulannya menurut Bung Agustinus Edy Kristianto, rakyat Kenya marah karena alasan yang jelas. Rakyat Indonesia pendukung Mulyono marah dengan gaya khas ala sinetron. Tapi gimana pun juga, OCCRP udah kasih pesan tegas: ”Kita semua diawasi, jadi jangan kebanyakan drama!”

Kalo dipikir-pikir bener juga. Duh, emang ada ya koruptor yang punya nama baik? Terus, heran banget deh sama pendukungnya Mulyono, kok bisa-bisanya tetap membela walau sudah jelas terang benderang salahnya? Jangan tanya jawabannya kepada rumput yang bergoyang!

Korupsi? Dosa, dong!

Sobat gaulislam, kalo ngelihat dunia sekarang, rasanya korupsi udah kayak jajanan cilok di pinggir jalan alias ada di mana-mana! Mulai dari yang paling bawah sampai yang duduk di kursi empuk kelas atas, perbuatan ini udah nyebar ke semua lapisan masyarakat. Nah, serunya (eh, kok seru?), masyarakat kita tuh kreatif banget sampai-sampai bikin leveling system buat para pelaku korupsi. Ada yang disebut koruptor kelas teri, ada juga yang kelas kakap.

Koruptor kelas teri kayak gimana? Di level ini, pelakunya biasanya ada di lingkup masyarakat bawah. Contohnya, ada yang dikasih amanah buat belanjain sesuatu, terus uang sisa belanja nggak dikembaliin ke pemiliknya. “Ah, cuma seratus perak doang, nggak bakal ketahuan.” Eh, tapi jangan salah, dari recehan ini lama-lama jadi kebiasaan, loh. Apalagi kalo udah jago banget manipulasi nota belanja, wah, naik level nih!

Kalo kelas kakap? Nah, kalo yang ini, mainnya di liga besar. Mereka nggak puas kalo cuma nyelipin receh. Targetnya udah di angka miliaran sampai triliunan rupiah. “Sekali sikat, langsung lunasin cicilan jet pribadi!”. Bedanya lagi, kalo ketahuan, biasanya kasus mereka bikin heboh satu negara. Tapi, hukumannya ringan. Coba kamu lihat yang korupsi hampir 300 triliun rupiah kok cuma dihukum 6,5 tahun penjara. Itu pun diragukan sih, beneran nantinya dia ada di dalam penjara?

Tapi Bro en Sis, yang namanya korupsi tuh nggak bisa dilihat dari besar kecilnya duit yang diembat. Mau kelas teri atau kakap, intinya sama aja, yakni ngambil yang bukan haknya. Ini tuh soal mental dan kejujuran. Kalo dibiarkan, lama-lama bisa jadi budaya yang makin susah diberantas.

Jadi, yuk mulai dari diri sendiri. Nggak usah nunggu jadi pejabat buat belajar jujur. Karena sejatinya, koruptor besar dulunya mungkin cuma koruptor kecil yang nggak pernah ditegur. Bisa jadi, kan? Memang benar adanya.

Dari ‘Adiy bin ‘Amirah al-Kindi radhiallahu ‘anhu berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat.” (HR Muslim)

Penjelasan di laman almanhaj.or.id, (‘Adiy) berkata: Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , seolah-olah aku melihatnya, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Ada apa gerangan?”

Dia menjawab, “Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di atas, -pen.).”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Aku katakan sekarang, (bahwa) barang siapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.”

Hadits di atas intinya berisi larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta di luar hak yang telah ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya. Seperti ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi).” (HR Abu Dawud)

Imam asy-Syaukani (dalam kitab Nailul Authar) menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya (haram) bagi pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu adalah ghulul (korupsi). Oya, termasuk korupsi adalah mengakali undang-undang demi kepentingan pribadi, berlaku curang dalam pemilu, memaksakan anaknya (nepotisme) jadi pejabat padahal nggak kapable blas. Seperti yang udah dijembrengin di laporan OCCRP itu, lho.

Kalian tahu nggak, Bro en Sis, bahkan di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, korupsi alias ghulul tuh udah jadi perhatian serius. Lewat hadits-haditsnya, Rasulullah ngingetin kita kalo peluang buat nyolong, nyimpen, atau nyunat hak orang lain tuh bisa muncul di mana aja. Iya, di mana aja, apalagi kalo kerjaan kita berurusan sama duit atau harta.

Misalnya nih, tugas mengumpulin zakat. Kalo petugasnya nggak jujur, bisa aja dia ngumpetin sebagian harta yang udah dikumpulin. “Ah, ini nggak bakal ketahuan, yang penting setorannya kelihatan cukup”. Padahal, itu sama aja kayak nyolong dari orang yang lagi butuh.

Fast forward ke zaman sekarang, kasusnya mirip banget. Bedanya, kalau dulu ngumpetin hasil zakat, sekarang bisa aja ngemplang pajak, markup anggaran, atau nyunat bantuan sosial. Intinya, peluang buat korupsi tuh selalu ada, tinggal kita yang pilih: mau jadi orang jujur atau nggak.

Jadi, kita bisa ambil pelajaran dari hadits ini, bahwa korupsi itu dosa gede. Mau kecil atau besar yang dikorupsi, ngambil yang bukan haknya tetap aja salah bin dosa! Dan, nggak ada istilahnya kalo koruptor punya nama baik. Justru menjadi koruptor itu sudah merusak nama baik. Udah gitu, ngerugiin seluruh rakyat kalo yang jadi koruptornya adalah pejabat negara. [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *