Tuesday, 17 September 2024, 02:11

gaulislam edisi 875/tahun ke-17 (23 Muharram 1446 H/ 29 Juli 2024)

Beredar berita tentang salah satu segmen yang paling kontroversial di Pembukaan Olimpiade Paris 2024 adalah parodi ‘Perjamuan Terakhir’ oleh sekelompok waria. Catet, waria!

Pertunjukan ini menampilkan sosok mirip Yesus dengan hiasan kepala berbentuk halo, diapit oleh waria dan seorang anak, serta seorang pria yang melambangkan Dionysus disajikan di atas piring perak. Kritikan datang dari berbagai kalangan, termasuk Elon Musk yang menyebutnya sebagai penghinaan terang-terangan terhadap agama Kristen.

Para begundal liberalisme memang musuh semua agama. Bagi mereka, yang terpenting dan utama adalah kebebasan. Termasuk bebas menghina agama mana pun. Bahkan ada yang mengaku muslim tapi saban waktu jarinya digunakan untuk menuliskan penghinaan kepada Islam dan kaum muslimin.

Oya, pembahasan kita kali ini soal sosok waria alias banci alias wanita jadi-jadian. Selain itu juga soal pelaku LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) yang sepertinya makin sering bertingkah seolah ingin menunjukkan eksistensinya. Ada banyak orang yang nggak waras telah menjadi pendukung mereka.

Belum lama di negeri sendiri ada seorang wanita jadi-jadian bernama Wanda Hara alias Irwansyah bikin runyam banyak orang. Betul. Fashion stylist Wanda Hara dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait dugaan penistaan agama usai memakai cadar saat mengikuti kajian Ustaz Hanan Attaki.

Laporan yang dilayangkan advokat Muhammad Rizky Abdullah diterima dan teregister dengan nomor LP/B/247/VII/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 24 Juli 2024.

Menurut berita, Rizky menjelaskan pelaporan tersebut dilakukan dirinya lantaran aksi Wanda Hara yang memakai cadar dan berada di area wanita dinilai telah mempermainkan ajaran Islam. Dia melaporkan hal itu karena Wanda adalah seorang pria dengan nama asli Irwansyah.

Ada juga tuh yang malah diberikan gelar sebagai ustazah. Padahal cowok. Aduh gimana konsepnya sampe kepikiran begitu? Benar-benar nggak habis fikri dan di luar nurul. Eh, nggak habis pikir dan di luar nalar orang waras.

Menyimpang

Sobat gaulislam, memang agak laen sih. Udah diatur kudu jalan lurus, malah belok sesuka nafsunya. Dikasih tahu ada jalan yang benar, malah menyimpang.

Nggak ada ceritanya waria alias bencong alias wanita jadi-jadian itu karena faktor genetik. Itu murni salah asuh dan salah gaul. Jadi lingkungan yang membentuk mereka jadi begitu.

Dikutip laman jawapos.com (8/6/2005), menurut Guru Besar Psikologi UGM Prof Dr Koentjoro, ketika ditanya alasan orang yang menjadi waria, hal itu bisa diakibatkan bila peran ibu dalam mengasuh anaknya lebih besar dan memperlakukan anak laki-laki layaknya perempuan. Mungkin dalam kehidupan keluarga mayoritas perempuan sehingga jiwa yang terbentuk adalah jiwa perempuan.

Beliau juga menjelaskan bahwa, kecenderungan menjadi waria lebih diakibatkan oleh salah asuh atau pengaruh lingkungan sekitarnya. Bukan penyakit turunan atau karena urusan genetik.

Tuh, jadi sebetulnya memang bukan karena faktor genetik alias faktor keturunan. Nggak ada itu. Karena Allah Ta’ala udah menjelaskan bahwa manusia itu terdiri dari jenis yang berpasangan, yakni laki-laki dan wanita.

Itu sebabnya, fenomena ini tentunya bikin kita miris. Bikin kita merasa was-was, dan tentunya sekaligus kasihan sama mereka. Sebab, para waria sama sekali bukan karena pengaruh faktor genetik. Tapi karena faktor lingkungan sekitar. Allah Ta’ala hanya menciptakan dua jenis kelamin bagi manusia. Laki-laki dan wanita. Itu saja. Nggak ada jenis ketiga. Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS an-Nisâ [4]: 1)

Tuh kan, dari keterangan ayat ini amat jelas bahwa Allah Ta’ala hanya menciptakan manusia berpasangan, yakni laki-laki dan perempuan. Nggak ada jenis ketiga. Apalagi yang sekarang disebut waria alias bencong alias wanita jadi-jadian binti palsu, yang emang udah jelas-jelas laki yang berlagak dan merasa menjadi perempuan.

Beneran. Diulang: udah jelas mereka itu laki-laki, tapi berlagak perempuan. Nah, dalam bahasa Arab disebut sebagai al-khuntsa (banci). Istilah ini diambil dari kata khanatsa berarti ‘lunak’ atau ‘melunak’. Misalnya, khanatsa wa takhannatsa, yang berarti apabila ucapan atau cara jalan seorang laki-laki menyerupai wanita: lembut dan melenggak-lenggok.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dituturkan Ibn Abbas, telah melaknat perilaku seperti itu (yang artinya), “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat para lelaki yang menyerupai para wanita dan para wanita yang menyerupai para lelaki.” (HR al-Bukhari, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad)

Dalam redaksional hadis lain, yakni hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat orang laki-laki yang meniru pakaian perempuan, dan orang perempuan yang meniru pakaian lelaki.”

Oya, untuk melengkapi penjelasan, kamu bisa simak juga sebuah riwayat dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu ‘anhuma yang mengatakan bahwa dirinya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golonganku wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR Ahmad)

Sobat gaulislam, para banci alias waria ini memang bener-bener menyalahi kodrat. Dosa dong? Tentu saja. Jangan sampe deh kamu ikutan-ikutan begitu hanya karena melihat tren. Bener, sebab sekarang kelakuan rusak begitu sudah menjadi tren gaya hidup sendiri. Bahkan acapkali digembar-gemborkan bahwa itu merupakan bagian dari sebuah realitas dan harus dilembagakan. Kalo dibiarkan, apalagi diberi panggung, pasti makin ngerusak.

Maraknya orang jadi waria, memang realitas, tapi bukan berarti harus diakui dong. Iya nggak? Sebab, kalo pun itu sebuah kenyataan, tapi bila menyalahi syariat, tentunya dipandang sebagai perbuatan dosa. Ya, seperti kalo sekarang marak pencuri, bukan berarti kemudian perbuatan mencuri jadi dianggap wajar. Nggak, kan? Rasa-rasanya kaum muslimin kudu mulai mengubah cara pandang, deh. Ya, supaya kita bisa menilai benar dan salah sesuai syariat Islam.

Atas nama HAM?

Kamu wajib tahu bahwa dalam pandangan sistem Kapitalisme, yakni sistem yang berlandaskan pemisahan antara agama dengan politik (kehidupan), hak individu sangat dijunjung tinggi, bahkan oleh negara. Seseorang dibiarkan untuk melakukan apa saja. Permisif alias serba boleh banget. Pokoknya terserah mau berbuat apa pun sesuka hatinya. Dan itu nggak ada sanksinya, kecuali bila tindakannya merugikan orang lain.

Kok bisa begitu? Kamu jangan heran bin aneh, sebab sistem ini, yang sekarang mengatur kehidupan di negeri kita, memang buatan manusia. Bayangin aja, aneh banget kalo agama dipisahkan dari politik (kehidupan). Ini jelas nggak benar menurut Islam. Itu artinya, dalam doktrin ini, agama nggak boleh mengurusi problem kehidupan manusia. Dengan kata lain, agama nggak boleh ikut campur dalam menata kehidupan. Itu sebabnya, agama cukup diterapkan oleh individu sebatas urusan ibadah ritual. Untuk masalah sosial, ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, peradilan, dan hukum diserahkan kepada penguasa dengan aturan buatan manusia. Inilah jalan kompromi yang kemudian melahirkan sistem rusak ini.

Kalo dilihat dari sejarahnya (sebagaimana dikutip dari Encyclopedia of Religion and Ethnics, yang ditulis James Hasting and T Clarks 1971), sekularisme itu memang bukan dari Islam, tapi produk kapitalisme. Sekular sendiri sejarahnya cukup panjang. Sejarah awal pemisahan agama dari pemerintahan (sekularisme) dimulai ketika Kaisar Romawi, Constantine I (288-337M) memeluk agama Kristen. Sebelum pemelukan agama oleh Constantine, kalangan Kristen berhukum dengan agama mereka dalam semua perkara. Namun setelah Constantine memeluk agama Kristen, berkembang pemikiran untuk menyebarluaskan agama tersebut sekaligus sebagai upaya merebut hati Constantine. Itu sebabnya, para rahib Nasrani membuat semacam fatwa yang bertujuan memisahkan agama dari pemerintahan dengan berdalilkan kata-kata Yesus: Pertama, serahkan hak Kaisar kepada Kaisar dan hak Allah kepada Allah. Kedua, kerajaan aku bukanlah di alam ini.

Pada tahun 325 M, Constantine menyatakan bahwa agama Kristen sebagai agama resmi kekaisaran Roma. Dengan demikian, kehidupan manusia terbagi menjadi dua: Pertama, keagamaan, ibadah; yakni hak Tuhan. Kedua, ‘keduniaan’ dan undang-undang yang merupakan hak Kaisar (pemerintah).

Beberapa kalangan dari politisi, sejarawan, dan budayawan Inggris menyebutkan bahwa sekularisme adalah produk dari masyarakat Kristen yang didefinisikan sebagai reaksi atau gerakan penentangan.  Sufur bin Abdul Rahman al-Hawali menyatakan bahwa sekularisme adalah: “Membangun kehidupan bukan berdasarkan agama, baik dalam sebuah negara ataupun bagi seorang individu”

Dalam bahasa Perancis, sekular juga dikenal sebagai laicisme. Yakni satu doktrin yang benar-benar bebas dan tidak bercampur dengan agama. Ia melibatkan kepercayaan bahwa peranan atau fungsi yang biasa dilaksanakan oleh kaum rohaniwan, seharusnya dipindah-alihkan kepada negara, terutama di dalam bidang perundangan dan pendidikan. 

Sobat gaulislam, dari ide sekularisme-kapitalisme inilah kemudian lahir banyak aturan, salah satunya adalah rumusan tentang HAM. Karena sekularisme sendiri menentang campur tangan agama dalam mengelola aturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka aturan yang lahir dari sana juga pasti membela manusia (baca: hawa nafsu) dan mengesampingkan ajaran agama.

Nah, sekadar tahu aja ya, ternyata ada empat ide pokok dalam HAM, lho. Semuanya bicara tentang kebebasan. Pertama, kebebasan berakidah (beragama). Nah, ide ini menurut pembuatnya, menyatakan bahwa setiap orang boleh memilih untuk beragama atau tidak. Kemudian, boleh juga berpindah-pindah agama sesuka hatinya. Kacaunya lagi mereka menggunakan ayat al-Quran seperti, firman Allah Ta’ala,

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” (QS al-Baqarah [2]: 256)

Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan berbuat demikian. Dan sebenarnya ayat tersebut tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk beragama atau tidak. Sebab, ayat itu ditujukan kepada orang-orang kafir. Mereka tidak dipaksa untuk masuk Islam. Tapi bila seseorang sudah masuk Islam, maka ia harus tunduk dan patuh pada aturan Islam, termasuk tidak dibenarkan keluar dari Islam. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa saja yang mengganti agama (Islam)-nya, maka bunuhlah dia.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Asshhabus Sunnan)

Nah, kalo sekarang? Pindah agama aja nggak dipersoalkan. Jangankan gitu, seorang muslim pun gaya hidupnya udah nggak mencirikan identitas Islam lagi. Kacau kan? Inilah rusaknya HAM. Mentang-mentang atas nama HAM, akhirnya boleh berbuat sesukanya. Nggak peduli kalo itu bertentangan dengan Islam.

Aturan kedua tentang kebebasan dalam HAM adalah ide kebebasan berpendapat (termasuk di dalamnya bebas berperilaku). Dalam pandangan sistem kapitalisme, itu berarti setiap orang boleh ngomong apa saja dan dari sudut pandang apa saja. Bebas merdeka untuk ngomong atau ngelakuin banyak hal sesuka hatinya, nggak boleh ada yang ngerecokin. Nafsi-nafsi alias individualis, deh. Dalam aturan kapitalisme, kalo ente mo berpendapat sampe berbusa-busa untuk mengajak orang berbuat maksiat silakan saja. Nggak ada yang melarang dan nggak boleh ada pihak yang ngelarang.

Itu sebabnya, jangan kaget kalo ada yang berpendapat tentang perlunya menghargai hak-hak pelaku sesajen (sesama jenis) yang lebih dikenal homoseksual, termasuk di dalamnya waria, pendapatnya nggak boleh disensor. Media massa harus menyebar-luaskannya dengan adil menurut versi mereka. Kebebasan berpendapat ini dijamin oleh negara, lho. Tapi anehnya, kalo ada pendapat lain yang mengimbangi pendapatnya seringkali kena sensor. Itulah nggak adilnya mereka. Beneran. Di media sosial aja, para pelaku LGBT marah besar kalo penyimpangannya ada yang mengkritik. Banyak banget akun medsos yang mengimbangi masifnya kelakuan LGBT, maka rame-rame di-report dan bahkan ditumbangkan. Tapi mereka yang menghina Islam dan kaum muslimin malah dibiarkan dan diberikan panggung. Begitulah liciknya mereka.

So, kepada para waria alias wanita jadi-jadian (termasuk di dalamnya para pelaku LGBT), kebebasan yang kalian nikmati saat ini adalah kebebasan semu. Cuma fatamorgana. Itu hanya akan kalian nikmati di dunia ini saja. Karena untuk bisa menikmati indahnya akhirat, kalian harus menanam amal yang benar dan baik sesuai tuntunan syariat Islam. Jika tidak, atau sampai akhir hayat berlumur dosa karena memperturutkan hawa nafsu dan tak mau taat kepada ajaran Islam, tentunya cuma kerugian yang didapat. Jadi, sebelum ajal menjemput, semoga kalian sadar dan mau tunduk kepada aturan Islam ini. Semoga. [O. Solihin | TikTok @osolihin_]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *